Koropak.co.id – Sejak tahun 2015, sabut kelapa merupakan salah satu limbah yang paling meresahkan bagi Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Pangandaran. Namun bagi sekelompok orang, limbah ini justru membawa nilai ekonomis bagi sekelompok warga dalam naungan Koperasi Produsen Mitra Kelapa (KPMK) Pangandaran.
Kelompok yang berangkat dari Karang Taruna itu, mulai berkembang dan merambah ke dunia bisnis secara bersama-sama sejak tahun 2016 dengan mengolah limbah sabut kelapa menjadi produk bahan baku industri, yakni Cocopeat yang dijadikan sebagai media tanaman dan Cocofiber yang dijadikan sebagai bahan baku Part Otomotif.
Dijumpai awak media dalam kunjungan bersama KPw BI Tasikmalaya di lokasi pengolahan Cocopeat KPMK Pangandaran, tepatnya di Dusun Sidahurip RT 02/RW 05 Desa Cintakarya Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran, Ketua Koperasi Produsen Mitra Kelapa (KPMK) Pangandaran, Yohan Wijaya mengatakan, di samping hasil kerja keras secara mandiri, perkembangan usaha tersebut setelah ada intervensi pihak Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Tasikmalaya.
“Kami mulai merintis tahun 2016 dan dibina oleh BI Tasikmalaya di tahun 2018 hingga sekarang. Berbagai bantuan yang diberikan oleh BI Tasikmalaya sangat luar biasa mulai dari pelatihan, manajemen keuangan, Bussines Macthing, termasuk peralatan yang mendukung. Nilai bantuan BI ini lebih dari Rp 1,2 miliar,” kata Yohan , Rabu (12/11/2020).
Baca : Enok Sri Kurniasih, Sukses Kembangkan Usaha Olahan Limbah Air Kelapa
Disebutkan, KPMK Pangandaran yang saat ini sudah memiliki 71 orang karyawan ini, mengurai dan memproduksi limbah sabut kelapa menjadi dua bahan baku yakni serat atau Cocofiber dan serbuk atau Cocopeat.
“Produk serat di ekspor ke negara Cina yang digunakan sebagai bahan baku otomotif part seperti jok, peredam, serta sebagai pengganti foam untuk kasur, matras, tali, sofa, dan lain-lain. Sedangkan yang serbuk atau cocopeat, kebanyakan digunakan untuk media tanam-tanaman baik di Cina maupun di Jepang,” ujarnya.
Di samping itu, pihaknya juga membina kelompok-kelompok lain dan masyarakat untuk mengolah limbah sabut kelapa yang nantinya menginduk ke KPMK Pangandaran.
“Saat ini, kami membina 10 kelompok usaha serupa yang juga tidak terlepas dari bantuan BI Tasikmalaya yang menjamin pasarnya, termasuk kelompok-kelompok baru atau masyarakat sekitar yang swadaya dengan memproduksi sendiri,” tuturnya.
Alhamdulillah, lanjut dia, dengan adanya pelatihan-pelatihan dan bantuan dari BI Tasikmalaya, KPMK bisa merambah leluasa dan tembus ke pasar-pasar di beberapa negara.
“Contohnya, yang sudah ada jalinan komunikasi dengan kami seperti negara Korea, Belgia, dan yang terbaru negara Jerman dalam Bussines Matching yang difasilitasi oleh BI, ditambah negara Israel untuk media tanam,” ucapnya.*