Muasal

Hikayat Sejoli Alun-Alun dan Pohon Beringin

×

Hikayat Sejoli Alun-Alun dan Pohon Beringin

Sebarkan artikel ini

 

Koropak.co.id – Benak banyak orang tatkala menyebut alun-alun akan terlintas lapangan luas dan di antara lapangan itu akan ada pohon beringin besar. Konsep begini hampir sama setiap daerah.

Ketika ada alun-alun pasti ada pohon beringin. Kebersamaan keduanya ini seperti dua sejoli yang tak terpisahkan.

Mari detailkan lagi kesamaan tiap daerah soal alun-alun tadi. Alun-alun ini berupa lapangan yang terbuka untuk umum, sering dijadikan sebagai tempat untuk menggelar berbagai kegiatan baik itu berbagai kegiatan masyarakat seperti berdagang, berolahraga, hingga berbagai kegiatan pemerintahan.

Alun-alun juga biasanya berada ditengah-tengah pusat kota dan disekililingnya terdapat kediaman seorang pemimpin beserta pendoponya, masjid agung, kantor polisi, kantor pos, ruko-ruko atau toko untuk berjualan, gedung pengadilan, penjara dan lainnya.

Menariknya, pada zaman dahulu alun-alun terbagi menjadi tiga yaitu alun-alun prakolonial, kolonial dan alun-alun non resmi. Tercatat, alun-alun prakolonial berdiri sejak abad ke-18 dan biasanya dapat ditemui di kota warisan kerajaan kuno contohnya seperti di Solo dan Yogyakarta.

Kedua, alun-alun kolonial yang lahir pada abad ke-19 seiring dengan pembentukan daerah administratif pribumi yaitu kabupaten yang dipimpin oleh Bupati. Kehadiran alun-alun ini tak terlepas dari pengaruh pendudukan Belanda saat bercokol di Indonesia.

Tak ayal kala itu, alun-alun biasanya dibangun bersebelahan dengan kediaman bupati. Selain itu, alun-alun model kolonial ini juga merupakan titik pertemuan jalan utama ke semua arah.

Terakhir, alun-alun non resmi merupakan lapangan terbuka yang disekelilingnya tidak berdiri pendopo dan masjid utama, sehingga alun-alun tersebut dianggap non resmi.

Dari ketiga konsep alun-alun itu, ada kesamaan yang hampir merata tiap daerah. Yakni, alun-alun yang berdiri di pusat kota tersebut sering ditumbuhi pohon beringin baik itu posisinya di tengah maupun disekelilingnya.

Tak jarang juga di alun-alun tersebut turut dibangun sebuah tugu atau monumen sebagai penanda sejarah dari berdirinya alun-alun itu.

 

Baca : Sejak Kapan Ada Rumah Dinas Buat Pejabat? Ini Sejarahnya

Meskipun keberadaan pohon beringin di sebuah alun-alun bagi sebagian orang terkesan angker, namun pohon yang tumbuh besar, rindang dan berumur panjang ini bisa dijadikan tempat berteduh saat hujan serta memberikan kesejukan.

Seperti apa hikayat alun-alun zaman dulu? Koropak mengutip buku “Kota di Djawa Tempoe Doeloe” karya Olivier Johannes Raap, menyebutkan bahwa pohon beringin ini dibawa ke Jawa oleh para pendatang dari India.

Bahkan sejak zaman Hindu, pohon ini dinilai keramat dan suci hingga dianggap sebagai lambang kesuburan dan ketentraman. Alun-alun yang ditumbuhi pohon beringin bisa ditemukan di Alun-Alun Lumajang dan Alun-Alun Utara Yogyakarta.

Di Alun-Alun Lumajang misalnya. Kawasan yang berdiri sekitar 1910-an itu terdapat pohon beringin yang tumbuh di tengah hingga bagian tepi alun-alun.

“Sebelum berdiri alun-alun, pada awal abad ke-19, Lumajang hanya merupakan desa kecil yang kemudian menjadi ibu kota daerah administratif affdeeling,” tulis Oliver Johannes Raap.

Sementara di Alun-Alun Utara Yogyakarta yang berdiri sekitar 1910-an itu terdapat sepasang pohon beringin yang ditumbuh ditengah alun-alun.

Berbeda dengan alun-alun lain di pulau Jawa, dua pohon beringin yang tumbuh di alun-alun ini merupakan tradisi yang diwariskan dari Kerajaan Mataram.

Selain itu, setiap setahun sekali juga pohon beringin tersebut ditata dan dipangkas dedaunannya. Bahkan kedua pohon beringin tersebut juga dipagari agar tidak dijadikan tempat bersemedi oleh masyarakat.

Alun-alun Yogyakarta juga diketahui bukan merupakan titik pertemuan jalan melainkan lebih terintegrasi dalam kompleks keraton. Tercatat, keraton dan Kota Yogyakarta sendiri dibangun ditengah hutan beringin pada tahun 1756.

Akan tetapi dua pohon yang berada di alun-alun itu bukan dari hutan tersebut melainkan diambil dari Majapahit dan Padjajaran. Berdasarkan legenda, kedua bibit pohon yang berada di sisi barat dan timur itu ditanam pada tahun 1756.*

 

Lihat juga : Simak Berbagai Video Menarik Lainnya Disini

 

 

error: Content is protected !!