Koropak.co.id – Indonesia punya keragaman budaya. Satu daerah dengan daerah lainnya kerap berbeda. Punya kekhasan masing-masing.
Setiap keanekaragaman budaya ini jadi identitas Indonesia di mata dunia. Jadi aset wisata, sarana mempererat persaudaraan, media hiburan, bahkan bisa dijadikan juga sebagai media pembelajaran.
Saat mempelajari fisika misalnya. Ilmu yang mengupas fenomena-fenomena dalam kehidupan ini ternyata bisa menjawab sejumlah tradisi yang sudah ada di tengah masyarakat.
Tradisi lompat batu di Nias contohnya. Lompat batu yang satu ini merupakan tradisi masyarakat yang berasal dari Kepulauan Nias, Sumatera Utara.
Tradisi lompat batu itu dilakukan oleh pria atau pemuda Nias dengan cara melompati tumpukan batu yang tingginya mencapai 2 meter.
Dahulu, lompat batu ini merupakan sarana yang dijadikan sebagai tempat latihan prajurit, agar mereka bisa menghadang musuh dalam berperang.
Meskipun kini sudah tidak ada peperangan lagi, namun tradisi lompat batu itu hingga saat ini masih terus tumbuh dan berkembang di daerah Nias.
Tradisi ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa seorang pria itu sudah dewasa. Lalu, bagaimana tradisi itu bisa berhubungan dengan fisika?
Dalam tradisi lompat batu itu ternyata ada terdapat penerapan gerak parabola dikarenakan lintasan yang dilalui oleh pelompat batu berbentuk parabola.
Cara melakukannya adalah pelompat memulai lompatannya tersebut pada batu pijakan atau dalam Bahasa Nias disebut tara hoso.
Baca : Mengenal Sejarah dan Asal Usul dari Tari Tradisional Jaipongan
Setelah itu, pelompat batu bergerak vertikal ke atas. Kemudian untuk lintasan geraknya pun pelompat batu harus membentuk kurva parabola
Dalam gerakan lompat batu itu juga, dapat diperoleh beberapa data besaran, yaitu waktu (t), posisi arah horizontal (x) dan posisi arah vertikal (y). Sehingga dengan begitu, dapat dihitung berapa kecepatan masing-masingnya.
Selain itu, hubungan antara besaran-besaran ini juga dapat digambarkan melalui grafik. Selanjutnya itu, untuk besaran lain seperti percepatan dan ketinggian tersebut juga maksimum juga dapat diperoleh.
Dalam kegiatan lompat batu tersebut, pelompat juga harus berlari cepat agar mempunyai kekuatan yang besar sebelum melakukan tolakan pada batu pijakan dan membutuhkan juga kemiringan yang tepat.
Sehingga dengan semakin besar kecepatan awal yang dilakukan pelompat, maka hal itu akan semakin besar pula gaya tolakan pelompat.
Dengan demikian dia juga bisa memindahkan tubuhnya ke arah atas batu. Selain itu, lintasan yang dilalui pelompat batu ketika di udara itu juga diketahui membentuk sebuah jalur kurva, yaitu parabola.
Tradisi lompat batu ini juga tentunya sangat bagus apabila diintegrasikan dalam pembelajaran fisika materi gerak parabola. Karena cara ini juga bisa mengubah persepsi kebanyakan siswa yang menganggap bahwa fisika itu sulit dan hanya berisi hitung-hitungan saja.
Selain belajar konsep fisika, siswa juga bisa belajar untuk mengenal budaya bangsanya. Proses belajar mengajar semacam ini sendiri dinamakan dengan pembelajaran kontekstual.
Pengintegrasian budaya lokal seperti ini bisa diterapkan oleh pendidik dalam menjelaskan konsep fisika dengan cara yang lebih mudah dipahami, sekaligus juga sebagai upaya dalam mengenalkan serta melestarikan budaya-budaya di Indonesia.*
Lihat juga : Simak Berbagai Video Menarik Lainnya Disini