Koropak.co.id – Willibrodus Surendra Broto (W.S. Rendra) terkenal sebagai penyair dan dramawan legendaris di Indonesia. Kiprahnya dalam kesusastraan sudah membumi sejak 1950-an.
Hidupnya didedikasikan untuk menulis dan bersastra. Rendra mendapat julukan sebagai ‘Si Burung Merak’ dikarenakan penampilannya sebagai deklamator yang selalu penuh pesona.
Pria kelahiran 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah ini dibesarkan oleh ayahnya, Raden Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo (Broto) yang terkenal sebagai guru bahasa terutama Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa SMA Katolik di Solo.
Selain berkecimpung dengan dunia pendidikan bahasa Indonesia di SMA Katolik Solo, Pak Broto juga terkenal sebagai orang yang bisa bermain drama tradisional.
Rendra menikah dengan salah seorang pemain drama dalam grup Bengkel Teater, Sunarti Suwandi, yang banyak memberikan inspirasi Rendra dalam berkarya.
Dilansir dari ensiklopedia.kemdikbud.go.id, tercatat tahun 1970 Rendra beralih agama dari Katolik ke Islam, tepatnya ketika dirinya memutukan untuk menikah dengan Sitoresmi Prabuningrat.
Sejak saat itulah dia hanya memakai nama Rendra dan tidak lagi memakai nama W.S. Rendra. Kedua istrinya pemain drama dalam Bengkel Teater.
Sayangnya rumah tangga Rendra dengan kedua istrinya, baik itu dengan Sunarti maupun dengan Sitoresmi tidak berlangsung lama.
Setelah pisah dengan keduanya, Rendra menikah kembali dengan Ken Zuraida, istrinya yang ketiga dan juga merupakan pemain drama.
Di masa kecilnya, Rendra masuk taman kanak-kanak tahun 1942. Kemudian melanjutkan pendidikan ke SD, SMP, dan SMA hingga tahun 1952. Semua pendidikan dasar itu dijalani di sekolah Katolik, Solo, Jawa Tengah.
Setelah tamat SMA, Rendra berniat belajar di Akademi Luar Negeri di Jakarta. Akan tetapi, sekolah itu telah ditutup sebelum Rendra tiba di Jakarta.
Rendra pada akhirnya melanjutkan kuliah di Jurusan Sastra Barat, Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, namun hanya mencapai gelar sarjana muda. Pada tahun 2008, dia memperoleh gelar doctor honoris causa dari universitas tersebut.
Pada tahun 1954, Rendra diundang Pemerintah Amerika Serikat untuk menghadiri seminar tentang kesusastraan di Universitas Harvard. Disana, Rendra berkeliling Amerika selama dua bulan untuk mengenal lebih dekat tentang kehidupan kesusastraan di Amerika Serikat.
Dengan adanya pengalaman itu, membuat dirinya pada tahun 1961 mendirikan kelompok teater di Yogyakarta.
Berselang beberapa tahun kemudian tepatnya pada tahun 1964, dia mendapatkan beasiswa dari American Academy of Dramatical Art (AADA) untuk belajar drama dan seni. Keberangkatannya ke Amerika Serikat itu membuat kegiatan teater di Yogyakarta terhenti.
Baca : Raden Saleh, Maestro Seni Rupa Indonesia yang Mendunia
Rendra menyelesaikan pendidikannya itu hingga tahun 1967. Kemudian di tahun 1968, Rendra mendirikan Bengkel Teater yang selanjutnya menjadi sangat terkenal di Indonesia dikarenakan memberi warna dan suasana baru dalam kehidupan teater di Indonesia, khususnya Yogyakarta.
Diketahui, minat menulis puisi bagi Rendra sendiri telah tumbuh sejak dirinya duduk di bangku kelas 2 SMP. Begitu juga dengan minatnya terhadap drama dan cerita pendek yang sudah terlihat sejak di bangku SMP. Namun, sajaknya diterbitkan pertama kali pada tahun 1952 pada majalah Siasat.
Setelah itu, sepanjang tahun 1950-an puisi-puisi hasil karya Rendra terus dimuat dalam Siasat, Kisah, Seni, Basis dan Konfrontasi.
Pada tahun 1960-an, tercatat sajak-sajak Rendra terbit dalam majalah Budaya, Indonesia, Mimbar Indonesia, Quadrant, Selecta, dan Horison. Selanjutnya pada tahun 1970-an sajaknya juga banyak dimuat di majalah Pelopor.
Rendra sendiri juga sudah mulai menulis drama sejak masih duduk di bangku SMA. Drama pertama yang berhasil ditulisnya berjudul “Kaki Palsu” dan dimainkan di sekolahnya. Pada masa di SMA tahun 1952, dia juga menulis drama yang berjudul “Orang-Orang di Tikungan Jalan”.
Naskah dramanya itu berhasil memenangkan hadiah pertama lomba penulisan lakon Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Yogyakarta tahun 1954. Setelah itu, kegiatannya dalam menulis naskah drama dan bermain drama terus berkembang.
Bahkan dramanya yang berjudul “Bip-Bop” dipentaskan pertama kali pada tahun 1968. Drama ini terkenal dengan judul “Teater Mini Kata” dikarenakan mempergunakan kata yang sangat sedikit dan hanya ditampilkan dalam gerak dan lagu. Pada tahun 1988 drama itu dipentaskan juga di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Rendra juga turut menulis drama terjemahan, seperti Odipus Sang Raja dan Kasidah Barzanji. Tak hanya itu saja, dia turut menulis cerpen dalam berbagai majalah. Salah satu cerita pendeknya yaitu berjudul “Ia Punya Leher yang Indah” dimuat dalam majalah Kisah pada tahun 1956.
Beberapa cerita pendeknya juga berhasil dikumpulkannya dalam sebuah kumpulan cerita pendek dengan judul “Ia Sudah Bertualang” yang terbit pada tahun 1963.*
WS.Rendra telah khatam dengan berkarya. Meski ia meninggal dunia tahun 2009 silam, namun semua karyanya tetap abadi.*
Lihat juga : Simak Berbagai Video Menarik Lainnya Disini