Koropak.co.id – Nusantara punya beragam jenis makanan. Jumlahnya tidak terhitung. Di satu daerah saja ada banyak makanan dengan rasa dan bentuk yang berbeda-beda. Bila dihitung satu per satu dan dari semua daerah digabungkan, entah akan ada berapa banyak jenis makanan di bumi pertiwi ini.
Apalagi, dari waktu ke waktu selalu ada jenis kuliner olahan baru. Kendati begitu, makanan-makanan jadul tetap disukai dan tak tergoyahkan. Pecel, misalnya. Sampai sekarang pecel masih ada dan banyak peminatnya.
Padahal, makanan kesukaan Presiden Soekarno ini sudah ada sejak Indonesia belum merdeka.
Murdjito Gardjito, ahli gastronomi UGM, seperti dilansir kompas, menjelaskan, berdasarkan sumber Babad Tanah Jawi, pecel yang berasal dari Yogyakarta ini pernah disuguhkan kepada Sunan Kalijaga saat bertemu dengan Ki Gede Pamanahan.
Saat bertemu dengan Sunan Kalijaga di pinggir sungai, Ki Gede menghidangkan sepiring sayuran, sambel pecel, nasi, dan lauk pauk lainnya. Sementara kata pecel sendiri berasal dari kata dipecel atau diperas dan dibuang airnya.
Sedangkan Babad Tanah Jawi adalah karya sastra berbentuk tembang dalam bahasa Jawa yang berisi tentang sejarah Pulau Jawa. Kitab itu menceritakan raja-raja di Pulau Jawa dari era Hindu-Buddha hingga Mataram Islam.
Selain itu, ada pula disinggung tentang Nabi Adam dan nabi-nabi lainnya. Babad Tanah Jawi merupakan salah satu jenis Historiografi Tradisional dan menjadi salah satu sumber dalam merekonstruksi sejarah di Pulau Jawa.
Itu baru tentang sekilas sejarah pecel. Masih banyak jenis makanan lain yang usianya sudah ratusan tahun. Sejarawan Kuliner Universitas Padjadjaran, Fadly Rahman, seperti dilansir kompas, mengatakan, sejarah kuliner di Nusantara sudah ada dalam naskah-naskah dan prasasti Hindu-Buddha.
Baca : Serupa Tapi Tak Sama, Ini Perbedaan Gado-Gado, Karedok dan Pecel
Ia menambahkan, beberapa kuliner pada zaman Hindu-Buddha yang masih ada sampai sekarang di antaranya sambal, rawon dan dawet. Menurutnya, sejarah tumbuh kembang kuliner Nusantara sudah ada sejak datangnya berbagai pengaruh dari luar ke Nusantara.
Saat ajaran Islam masuk ke Nusantara, misalnya, terdapat beberapa negara yang turut berpengaruh membawa budaya kuliner asalnya, seperti dari Jazirah Arab dan India. Makanan seperti kari dan gulai diketahui merupakan makanan yang hadir setelah negara Jazirah Arab dan India menyebarkan ajaran Islam di Nusantara.
Bukan hanya itu. Kuliner di Indonesia juga ada yang merupakan hasil asimilasi budaya Eropa. Setelah orang Eropa datang ke Nusantara, jenis makanan di Nusantara semakin bertambah bayak. Semula hanya ada pecel dan semacamnya, setelah datang orang Eropa jadi ada perkedel, sop, dan bistik.
Ngomong-ngomong soal perkedel, beberapa waktu lalu sempat ramai soal kepanjangan dari perkedel. Banyak yang percaya bahwa perkedel adalah akronim dari persatuan kentang dan telur. Benarkah?
Sepintas tampak benar. Sama halnya seperti batagor yang merupakan akronim dari baso tahu goreng, atau colenak yang berarti dicocol enak, atau aci digoreng yang dikenal dengan cireng, atau cilok dari aci dicolok, atau ini nih, cari uang jalan kaki alias cuanki. Hehehe…
Warga +62 memang kreatif dalam soal begituan mah. Namun, khusus perkedel, sebenarnya itu berasal dari bahasa Belanda, yakni frikadel. Itu adalah makanan berbahan daging yang dicincang lalu dipadatkan dan digoreng. Sementara di kita, kebanyakan perkedel ini berbahan ketang.
Tidak hanya makanan, Eropa juga turut membawa pengaruh pada cara makan. Sebelumnya, budaya makan di Nusantara tidak menggunakan sendok dan garpu, juga tidak memakai meja. Namun, setelah datang orang Eropa perlahan cara makan di kita berubah.
Baca juga : Filosofi Cuanki dan Cari Uang Jalan Kaki