Koropak.co.id – Bajingan! Umpatan seperti itu pasti sudah sering mampir ke telinga kita. Nada dan maksudnya terdengar tidak bersahabat. Orang yang mengucapkan kata itu biasanya sedang kesal atau marah. Untuk melampiaskan kekecewaannya itu dilontarkanlah bajingan dengan penekanan nada yang tegas. Bajingan!
Merujuk pada kamus besar Bahasa Indonesia, bajingan memiliki arti penjahat atau kurang ajar. Padahal, pada awal mulanya arti kata bajingan itu tidak seburuk sekarang. Dito Ardhi Firmansyah, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta, membuat karya tulis Konstruksi Makna Kata Bajingan, pada 2018.
Dijelaskan, pada zaman dulu bajingan adalah sebutan untuk penarik gerobak sapi yang dipakai mengangkut orang atau barang. Dulu, gerobak sapi merupakan alat transportasi utama yang lazim digunakan masyarakat.
Sumber lain menyebutkan, gerobak sapi sudah digunakan pada kekuasaan Mataram Islam di Indonesia, abad ke-16 masehi. Gerobak itu dipakai untuk menarik hasil panen dan atau orang yang ingin menumpang.
Terlebih, di era pemerintahan Hindia-Belanda, masyarakat kelas bawah tidak bisa naik transportasi mewah, sehingga gerobak sapi jadi pilihannya. Para tahun 1900 awal sampai 1940-an, gerobak yang ditarik sapi atau kerbau merupakan alat transportasi utama.
Untuk pergi dagang atau bekerja, masyarakat Yogyakarta waktu itu kerap baik gerobak sapi yang penarik atau sopirnya disebut bajingan. Namun, karena jumlahnya masih sedikit dan jalannya lamban, masyarakat kerap mengeluh. Mereka harus menunggu lumayan lama untuk bisa naik gerobak sapi.
Baca : Ragam Kosa Kata Turis Zaman Belanda
Lantaran kesal menunggu, mereka kerap berucap, “Bajingan kok suwe tekone” yang artinya bajingan kok lama datangnya. Atau keluhan lain, seperti “Bajingan gaweane suwe, sih!” yang artinya bajingan lambat jalannya, sih.
Diduga, dari sanalah mulai terjadi pergeseran makna bajingan dari semula penarik gerobak sapi menjadi umpatan yang terdengar tidak sopan dan cenderung kasar.
Selain bajingan, ada beberapa kata atau umpatan yang sebelumnya bermakna positif berubah jadi negatif lantaran berbagai sebab. Sontoloyo, misalnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sontoloyo berarti konyol, tidak beres, atau bodoh. Nadanya cenderung memaki atau berupa makian.
Padahal, awalnya sontoloyo ini merupakan sebutan untuk penggembala bebek. Lantas, kenapa sekarang sontoloyo jadi berkesan negatif? Begini ceritanya. Mas sontoloyo yang menggembala bebek itu kan kerjanya sendirian. Sementara jumlah bebek yang digembalanya terbilang banyak.
Biasanya, bebek-bebek itu berada di barisan depan, sedangkan mas sontoloyo di belakang. Lantaran jumlahnya banyak, bebek-bebek itu kadang masuk ke pekarangan atau sawah orang lain, sehingga merusak tanaman.
Tak jarang juga bebek-bebek itu membuat pengendara harus sabar menunggu sampai semua bebek bisa menyeberang jalan. Saat menunggu itulah atau ketika bebek-bebek itu merusak tanaman, pengendara atau pemilik sawah yang tanamannya rusak karena bebek kerap mengomel, oalah dasar sontoloyo.
Baca juga : Ketika Generasi Digital Akan Memimpin Dinasti Mataram