Koropak.co.id – Gugur Bunga, Halo-Halo Bandung, Rayuan Pulau Kelapa, Juwita Malam, dan Indonesia Pusaka merupakan lima dari ratusan lagu yang diciptakan Ismali Marzuki. Telinga kita sangat akrab dengan lagu-lagu tersebut. Namun, bisa jadi kita belum sepenuhnya mengenal siapa Ismail Marzuki.
Lahir di Betawi, 11 Mei 1914, Ismail Marzuki tumbuh dewasa menjadi musisi andal. Ia menjadi perwujudan sempurna bahwa musik dapat dijadikan sebagai alat perjuangan. Lagu-lagunya terkenal berani, hingga mampu membakar semangat pejuang-pejuang kemerdekaan untuk melawan penjajah.
Sejak kecil Ismail memang ditempa musik secara konsisten. Ayahnya senang mendengarkan musik, bahkan memiliki “mesin ngomong” gramafon dan piringan hitam yang cukup banyak. Setiap musik diperdengarkan, Ismail senang bukan main. Bukan hanya mendengarkan, Ismail merasa tertantang untuk bermain musik.
Ia lantas belajar main musik secara autodidak. Ayahnya mendukung dengan membelikan alat-alat musik, seperti gitar hingga saxophone, kepada Ismail. Dukungan penuh itu membuat bakat Ismail kian terasah.
Ia mampu mengubah lagu demi lagu dari ragam genre. Jam terbangnya semakin meningkat, sehingga bisa diterima radio, film, sampai panggung Societeit, sebuah klub eksklusif pada masanya. Semula, Ismail menjadikan musik sebatas hobi yang menyenangkan. Namun, itu berubah kala Jepang masuk Indonesia. Ismail mengubah haluan musiknya menjadi alat perjuangan.
Baca: Mengenang Wafatnya Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia
Ahmad Naroth dalam buku Ketoprak Betawi (2000) mengungkapkan, setahun setelah Jepang menduduki Indonesia, barulah rakyat tahu bahwa penjajah baru lebih ganas. Ismail juga menyadarinya, dan dengan caranya sendiri ia melawan penjajah Jepang. Digubahnya Bisikan Tanah Air, menyusul Indonesia Tanah Pusaka.
Lagu itu disiarkan secara luas melalui radio. Kemudian Sumitsu san, kepala Seidenbu (Badan Propaganda) melaporkan Ismail ke kempetai, sehingga Ismail dipanggil oleh polisi Militer Jepang untuk diinterogasi perihal lagu tersebut. Setelah diancam, Ismail pun dilepaskan.
Namun, Ismail semakin nekad dengan dibuatnya lagu perjuangan Gagah Perwira, bersama mars untuk membakar semangat kemerdekaan, khusus untuk Peta (Pembela Tanah Air).
Ia tidak berjuang sendirian. Komponis heroik dan patriotis Cornel Simanjuntak juga menggubah Maju Tak Gentar dan Kusbini menghasilkan Bagimu Negeri. Pada Oktober 1944, Ismail menciptakan lagu yang menyatakan cinta kasihnya kepada tanah air, yaitu Rayuan Pulau Kelapa.
Kiprahnya itulah yang membuat nama Ismail Marzuki melejit di antara pejuang-pejuang kemerdekaan. Tak heran, pada 2004, ia dianugerahi gelar sebagai pahlawan nasional. Sebelumnya, namanya lebih dulu diabadikan oleh Gubernur DKI Jakarta di era 1966-1977, Ali Sadikin, sebagai nama sebuah kompleks seni Taman Ismail Marzuki (TIM), sebuah tempat yang menjadi rendezvous seniman Jakarta.
Selama bermusik dalam rentang waktu sekitar 27 tahun, Ismail Marzuki telah menciptakan 250 lagu. Gema dari Ismail Marzuki juga tetap terus terdengar sekalipun ia telah meninggal dunia pada 25 Mei 1958.











