Detik-Detik Saat Naskah Proklamasi Diketik

Koropak.co.id, 16 August 2022 12:09:54
Penulis : Eris Kuswara
Detik-Detik Saat Naskah Proklamasi Diketik


Koropak.co.id, Jakarta - Jalan panjang telah ditempuh bangsa ini untuk mencapai satu titik yang paling dirindukan: proklamasi kemerdekaan. Bukan hanya harta dan tenaga, nyawapun dikorbankan agar bangs aini terbebas dari cengkraman penjajah. Hingga datanglah masa yang paling ditugggu itu.

Ir. Soekarno didamping Mohammad Hatta membacakan proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta Pusat. Ada banyak peristiwa yang terjadi sebelum proklamasi itu menggema di bumi Nusantara.

Salah satu peristiwa itu adalah dijatuhkannya bom atom di kota Hiroshima, Jepang, pada 6 Agustus 1945, dan Kota Nakasaki pada 9 Agustus 1945. Bom atom itu dijatuhkan sekutu agar Jepang menyerah. Penjatuhan bom atom itu sekaligus menjadi penanda berakhirnya Perang Dunia II. 

Pada momentum kekosongan kekuasaan itu, para pemuda mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaannya. Namun, desakan itu menimbulkan perbedaan pendapat dengan golongan tua. 

Bahkan, pada saat itu Soekarno juga menolak permintaan deklarasi kemerdekaan, karena menunggu keputusan dari pihak Jepang yang telah berjanji untuk memberikan kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus 1945.

Perbedaan pendapat itu memaksa golongan muda untuk menculik dan mengamankan Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok, Karawang, dengan tujuan agar tidak terpengaruh oleh Jepang pada 16 Agustus 1945. 

Di sana, golongan muda dan golongan tua yang diwakili Achmad Soebardjo melakukan perundingan hingga mencapai sebuah kesepakatan. Pada akhirnya, Achmad berjanji bahwa proklamasi kemerdekaan akan diumumkan pada keesokan harinya, yakni 17 Agustus 1945.

Setelah itu, Soekarno dan Hatta dibawa kembali ke Jakarta. Setibanya di Jakarta, mereka singgah di rumah Kepala Penghubung Angkatan Laut dan Angkatan Darat tentara Kekaisaran Jepang, Laksamana Muda Tadashi Maeda di jalan Miyokodori yang sekarang bernama jalan Imam Bonjol nomor 1.

Di rumah Laksamana Maeda itulah ketiganya merumuskan teks proklamasi. Rumah tersebut dipilih karena dianggap aman dari ancaman militer Jepang. Selanjutnya, Soekarno menulis rumusan teks proklamasi yang kemudian diketik ulang oleh Sayuti Melik dengan beberapa perubahan penulisan.



Baca: Ada Semangat Patriotisme, Monas Bukan Sekadar Tugu


Soekarno menuliskan satu kalimat pembuka pada secarik kertas yang berbunyi, "Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia". Kalimat itu diambil Soekarno dari rancangan pembukaan Undang-Undang Dasar yang dihasilkan pada 22 Juni 1945.

Lalu Mohammad Hatta menambahkan kalimat kedua pada teks proklamasi itu. Ia menilai, harus ada pelengkapnya yang menegaskan bagaimana cara menyelenggarakan revolusi nasional. Dengan dasar gagasan itulah, Mohammad Hatta kemudian menulis kalimat, "Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasan dan lain-lain, diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya".

Setelah teks proklamasi disusun, pertemuan di rumah Laksamana Maeda diakhiri dengan pengumuman dari Bung Karno yang mengatakan bahwa pembacaan teks proklamasi akan dilaksanakan pada pukul 10.00 WIB di halaman rumahnya, di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta. 

Awalnya, pembacaan teks proklamasi kemerdekaan akan dilakukan di Lapangan Ikada. Akan tetapi, dikarenakan khawatir dapat menimbulkan bentrokan dengan pasukan Jepang yang terus berpatroli di sekitar Lapangan Ikada, rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56 pun akhirnya dipilih sebagai tempat pembacaan teks proklamasi.

Bung Hatta juga saat itu sempat berpesan kepada para pemuda yang bekerja pada pers dan kantor-kantor berita, untuk memperbanyak naskah proklamasi dan menyebarkannya ke seluruh dunia. Di sisi lain, bendera yang dijahit dengan tangan oleh Fatmawati Soekarno sudah disiapkan untuk dikibarkan sebagai penanda kemerdekaan Indonesia.

Hari yang dinantikan itu akhirnya terwujud. Jumat, 17 Agustus 1945, pukul 10.00 WIB teks Proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan Soekarno didampingi Mohammad Hatta. Kemudian dilanjutkan pengibaran bendera Merah Putih oleh Latief Hendraningrat, S. Suhud, dan Trimurti. 


Silakan tonton berbagai video menarik di sini:


Komentar

Jejak Sejarah Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Indonesia

Koropak.co.id, 27 September 2023 15:35:57

Serla Fadila


Koropak.co.id - Di tengah gemerlap bulan September 2023, umat Muslim di seluruh dunia bersiap untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW pada tanggal 28 September. Peringatan Maulid Nabi ini adalah saat yang dinanti-nantikan setiap tahun pada tanggal 12 Rabiullawal.

Meskipun telah menjadi tradisi yang berusia lama, sejarah awal peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW masih menjadi subjek perdebatan di kalangan ahli. 

Di Arab, diceritakan bahwa peringatan ini telah dikenal sejak tahun kedua Hijriyah, bahkan ada keyakinan bahwa tradisi ini dimulai pada zaman Nabi Muhammad SAW sendiri.

Dilansir dari hidayatuna.com, jejak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Indonesia dimulai sejak zaman Kerajaan Islam pertama di Jawa, Demak Bintoro. Tradisi ini bermula dari kebiasaan para Sunan Wali Songo yang, menjelang hari Maulid Nabi, berkumpul di Masjid Demak.

Kerajaan Demak Bintoro, yang didirikan pada tahun 1403 Saka, menjadi tempat bersejarah bagi tradisi ini. Para Sunan Wali Songo, sekali setahun pada tanggal 6-12 Rabiullawal, berkumpul di Masjid Demak. 

Pada hari terakhir pertemuan tanggal 12 Rabiullawal, mereka mengadakan keramaian untuk memperingati Maulid Nabi.



Baca: Sekaten di Surakarta: Memperingati Maulid Nabi dengan Kearifan Budaya


Sunan Kalijaga, salah satu dari mereka, memutuskan untuk meriahkan acara tersebut dengan menggunakan gamelan, menggantikan rebana yang lebih umum digunakan pada masa itu. Sunan Kalijaga bahkan meminta Sunan Bonang untuk membuat seperangkat gamelan, termasuk Gong.

Dengan gamelan dan Gong yang menghentak, kerumunan masyarakat membanjiri halaman Masjid Demak. Sunan Kalijaga melihat kesempatan ini untuk memperkenalkan Islam, mendorong mereka yang ingin masuk ke masjid untuk membaca syahadat.

Keramaian ini dikenal sebagai "sekatenan," berasal dari kata "syahadatain," yang berarti dua syahadat dalam Islam.

Awal mula tradisi peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW ini juga menjadi akar tradisi sekaten di Keraton Yogyakarta dan Solo, yang selalu memperingati Maulid Nabi dengan kajian budaya, keagamaan, pembacaan riwayat Nabi Muhammad, dan acara grebeg gunungan yang meriah.

Seiring berjalannya waktu, tradisi Maulid Nabi berkembang dengan cara yang beragam di berbagai daerah di Indonesia, tetapi jejak sejarahnya tetap mengakar dalam warisan budaya dan agama yang berharga.



Baca juga: Walisongo: Sembilan Jejak Islam di Pulau Jawa


Singasari, Kisah Kejayaan Tersembunyi di Jawa Timur

Koropak.co.id, 26 September 2023 15:03:15

Serla Fadila


Koropak.co.id - Pernahkah Anda mendengar tentang Kerajaan Singasari, sebuah kejayaan tersembunyi di wilayah Malang, Jawa Timur? 

Ini adalah kisah yang terperinci tentang bagaimana kerajaan ini berdiri dan mencapai masa kejayaannya, membentang sejarah yang menarik dan legendaris.

Kerajaan Singasari, yang memiliki akar budaya Hindu-Buddha, berdiri di bawah naungan Sri Rajasa Batara Sang Amurwabumi pada tahun 1222 Masehi. Pendiri besar kerajaan adalah Ken Arok, seorang raja pertama yang memimpin perjalanan kerajaan ini. 

Namun, awalnya, kerajaan ini bukanlah Singasari, melainkan Tumapel, dengan pusat pemerintahan di Kutaraja. Nama "Singasari" sebenarnya adalah nama ibu kota yang lebih terkenal daripada Tumapel itu sendiri.

Kerajaan Singasari mencapai masa keemasannya di bawah pemerintahan Raja Kertanegara (1272-1292 M). Keberhasilannya dapat dilihat dari ekspansi wilayahnya, yang mencakup Bali, sebagian Sunda, Kalimantan, dan Sumatera. Ini adalah salah satu fondasi awal Negara Indonesia modern.

Sejarah Kerajaan Singasari diabadikan melalui beberapa sumber, termasuk Kitab Pararaton, Kitab Negarakertagama, dan berbagai prasasti. 

Kitab Pararaton menceritakan perjuangan Ken Arok, yang awalnya adalah seorang pengawal rendahan, untuk merebut hati Ken Dedes, istri Tunggul Ametung yang memegang jabatan penting di Tumapel. 



Baca: Ken Arok dan Warisan Kebesaran Singasari dalam Sejarah Indonesia


Terinspirasi oleh ramalan tentang keturunan Ken Dedes yang akan mengubah sejarah Jawa, Ken Arok membunuh Tunggul Ametung dan menjadi pemimpin Tumapel.

Kerajaan Singasari diserang dari dua arah sekaligus, dari arah utara dan selatan hingga menewaskan Kertanegara. Meninggalnya Kertanegara kemudian menjadi akhir dari masa kejayaan Kerajaan Singosari.

Kerajaan Singasari meninggalkan warisan bersejarah yang mencerminkan kejayaannya. Candi Singasari adalah salah satu peninggalan paling ikonik, ditemukan pada tahun 1803 dan menyimpan abu Kertanegara. 

Sedangkan Candi Jawi, di kaki Gunung Welirang, juga menjadi tempat penyimpanan abu raja terakhir Singosari. Candi Kidal, yang terletak di lembah Gunung Bromo, memiliki arca Siwa Mahadewa yang mungkin mewakili Raja Anusapati, raja kedua Singosari.

Selain itu, Prasasti Singasari, ditemukan dekat Candi Singosari, mencatat sejumlah peristiwa sejarah, termasuk kematian Kertanegara pada tahun 1292 M. 

Terakhir, Arca Amoghapasa adalah persembahan dari Kertanegara kepada Kerajaan Dharmmasraya di Melayu, yang sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta.

Inilah sepotong cerita dari masa lalu yang megah, tentang bagaimana sebuah kerajaan bernama Singosari mencapai kejayaan, meninggalkan jejak-jejak sejarah yang masih bersinar hingga hari ini.



Baca juga: Kisah Cinta Legendaris Ken Arok dan Ken Dedes Awali Sejarah Kerajaan Singasari


Kisah Cinta Legendaris Ken Arok dan Ken Dedes Awali Sejarah Kerajaan Singasari

Koropak.co.id, 26 September 2023 14:08:45

Serla Fadila


Koropak.co.id - Dalam belantara sejarah, terpatri legenda cinta terlarang yang menjadi akar sejarah Kerajaan Singasari. Cerita ini dirajut oleh pena Kitab Pararaton, sebuah kronik berharga yang mengabadikan momen-momen penting Jawa Kuno.

Pada abad ke-13 Masehi, Jawa Timur gemerlap oleh Kerajaan Kediri. Namun, di antara gemerlapnya kekuasaan, ada kisah cinta yang melibatkan Ken Arok, seorang berandal tumbuh sebagai pencuri dan penjudi, dan Ken Dedes, seorang wanita cantik. 

Terabadikan dalam Kitab Pararaton, kisah cinta mereka berubah ketika seorang brahmana misterius, Lohgawe, datang dari India dengan keyakinan bahwa Ken Arok adalah titisan Dewa Wisnu di tanah Jawa. 

Lohgawe membawa Ken Arok ke Tumapel untuk bekerja sebagai pengawal Tunggul Ametung, penguasa Tumapel. Namun, ada satu elemen yang membuat cerita ini makin menarik: Ken Dedes, istri cantik Tunggul Ametung.

Cerita cinta terlarang ini berawal saat Ken Arok secara tidak sengaja melihat Ken Dedes. Cahaya yang memancar dari dirinya membuatnya terpesona. Sang brahmana, Lohgawe, mengatakan bahwa Ken Dedes adalah wanita istimewa yang akan melahirkan raja-raja besar.



Baca: Kisah Cinta Pierre Tendean dan Rukmini, Terhalang Agama Hingga Berakhir Pilu


Namun, cinta ini terlarang. Ken Arok harus membunuh Tunggul Ametung untuk merebut Ken Dedes dan takhta. Dengan keris ampuh yang dibuat oleh Mpu Gandring, Ken Arok melaksanakan rencananya. 

Ia berhasil membunuh Tunggul Ametung saat sang penguasa sedang tertidur. Namun, dengan cerdik, Ken Arok berhasil menyalahkan sahabatnya, Kebo Hijo, atas pembunuhan tersebut.

Setelah kematian Tunggul Ametung, Ken Arok menikahi Ken Dedes, yang saat itu tengah mengandung anak Tunggul Ametung. Ini mengawali berdirinya Kerajaan Tumapel yang kemudian dikenal sebagai Kerajaan Singasari.

Kisah cinta ini penuh intrik dan tragedi, menciptakan landasan bagi singgasana Kerajaan Singasari, yang dipimpin oleh Ken Arok, seorang pria yang membunuh demi cinta terlarangnya dan takhta yang diimpikannya. 

Meskipun berakhir tragis dengan pembunuhan Ken Arok oleh Anusapati pada tahun 1247 M, cerita ini tetap hidup dalam sejarah Jawa, menjadi salah satu titik awal dari perjalanan kerajaan besar selanjutnya, Majapahit.



Baca juga: Kisah Cinta Bung Hatta, Jatuh Hati Pada Anak Mantan Kekasih


Sejarah PT Pos Indonesia, Dari PN Postel hingga Perusahaan Layanan Multifungsi

Koropak.co.id, 26 September 2023 12:14:05

Serla Fadila


Koropak.co.id - Sebuah sejarah panjang PT Pos Indonesia yang berakar hingga zaman VOC. Pada tahun 1746, pada masa VOC yang berkuasa di Hindia Belanda (Indonesia), Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff memulai perjalanan ini dengan mendirikan kantor pos pertama di Batavia (Jakarta). 

Inisiatif ini muncul sebagai tanggapan terhadap wabah malaria pada 1733 dan tragedi pembunuhan besar-besaran terhadap orang Cina pada 1740, yang merugikan perdagangan. 

Van Imhoff mencari solusi dengan membentuk badan-badan untuk memperlancar pelayaran dan perdagangan, termasuk melalui layanan pos.

Dilansir dari berbagai sumber, jaringan pos tumbuh mengikuti perkembangan zaman kolonial. Kantor pos kedua dibangun di Semarang, membentuk jalur perhubungan pos antara dua kota besar tersebut melalui rute melalui Karawang, Cirebon, dan Pekalongan. 

Dibukanya Jalan Raya Pos atau De Grote Postweg oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels pada 1808-1811 memperluas akses distribusi informasi di Hindia.

Terusan Suez yang dibuka pada 1869 dan perkembangan kapal uap membuat jasa pos semakin penting. Saat telepon berkembang, pos udara menjadi pilihan untuk mengirim surat.



Baca:  Hari Bakti Postel; Kisah Perjuangan Merebut Kekuasaan Kantor PTT dari Jepang


Pada 1906, Jawatan Pos dan Telegraf menjadi badan usaha milik pemerintah, dan pada 1931, menjadi perusahaan negara kolonial. Penguasaan Belanda atas telekomunikasi di Indonesia berakhir pada 1942 setelah Jepang mengambil alih wilayah Indonesia selama Perang Dunia II.

Setelah Indonesia merdeka pada 1945, Jawatan PTT (Pos, Telegraf, dan Telepon) diambil alih oleh Republik Indonesia. Pada tahun 1961, Jawatan PTT menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan berganti nama menjadi Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi (PN Postel). 

Kemudian, pada tahun 1965, PN Postel dibagi menjadi dua entitas, yaitu PN Pos dan Giro serta PN Telekomunikasi.

Pada tahun 1978, selama masa Orde Baru di bawah Presiden Soeharto, institusi pos berubah menjadi Perusahaan Umum Pos dan Giro. 

Kemudian pada 20 Juni 1995, statusnya berubah lagi menjadi Perseroan Terbatas (PT), dan sejak itu, dinamai PT Pos Indonesia (Persero), sementara PN Telekomunikasi dikenal sebagai PT Telkom.

Melalui perjalanan yang panjang dan berliku ini, PT Pos Indonesia terus berkembang menjadi perusahaan yang menyediakan berbagai layanan kurir, logistik, dan transaksi keuangan di era modern. 

Sebuah sejarah yang mengingatkan kita akan pentingnya jasa pos dalam menghubungkan masyarakat di seluruh negeri dan dunia.



Baca juga: Hari Televisi Sedunia Sebagai Simbol Komunikasi dan Globalisasi


Makna Hari Kontrasepsi Sedunia: Kesadaran untuk Kesehatan Seksual

Koropak.co.id, 26 September 2023 10:33:17

Serla Fadila


Koropak.co.id - Setiap tanggal 26 September, dunia memperingati Hari Kontrasepsi Sedunia, atau yang dikenal dengan World Contraception Day. 

Tanggal ini bukan hanya sekadar catatan dalam kalender, tetapi memiliki makna mendalam yang berkaitan dengan kesehatan seksual dan reproduksi manusia.

Hari Kontrasepsi Sedunia bertujuan utama untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya kontrasepsi dalam kehidupan pasangan. 

Melalui kampanye ini, kaum muda dimotivasi untuk membuat pilihan bijak berdasarkan pengetahuan tentang kesehatan seksual dan reproduksi mereka. Dengan begitu, masalah seperti kelahiran yang tidak diinginkan dan penyebaran penyakit menular seksual dapat dihindarkan.

Pentingnya Hari Kontrasepsi Sedunia diperkuat oleh dukungan dari koalisi 15 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Internasional, organisasi pemerintah, dan tenaga medis global yang peduli pada kesehatan seksual dan reproduksi. 

Mereka berkomitmen untuk menjalankan program keluarga berencana yang lebih baik bagi masyarakat dunia.



Baca: Sejarah 1 Agustus: Diperingatinya Hari ASI Sedunia


Peringatan ini memiliki akar sejarah yang kuat. Hari Kontrasepsi Sedunia pertama kali dirayakan pada tahun 2007, atas inisiatif sepuluh organisasi keluarga berencana internasional. 

Tujuan awalnya adalah meningkatkan kesadaran pasangan akan pentingnya kontrasepsi dalam hubungan mereka, dengan harapan dapat menghindari kehamilan yang tidak diinginkan dan penyakit menular seksual.

Dengan dukungan sepuluh organisasi dari berbagai negara di seluruh dunia, Hari Kontrasepsi Sedunia menjadi momen penting untuk menyuarakan prinsip-prinsip utama, seperti non-diskriminasi, kesetaraan, privasi, integritas tubuh, dan kesejahteraan individu, terutama dalam konteks hak kesehatan seksual dan reproduksi.

Kontrasepsi bukan hanya mengurangi risiko kehamilan yang tidak diinginkan, tetapi juga dapat meningkatkan peluang sosial ekonomi bagi perempuan dan memberikan lebih banyak akses ke pendidikan. 

Meskipun pemahaman tentang pentingnya kontrasepsi semakin berkembang, tantangan akses yang tidak merata masih ada, dan inilah yang perlu menjadi fokus utama dalam peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia. 

Edukasi dan pelayanan terkait kontrasepsi harus terus ditingkatkan oleh individu dan kelompok untuk mencapai tujuan kesehatan seksual dan reproduksi yang lebih baik.



Baca juga: 21 September: Mengenang, Merenung, dan Menggugah Kesadaran Alzheimer Sedunia


Monumen Palagan Ambarawa: Gema Ketangguhan Pejuang di Zaman Penjajahan

Koropak.co.id, 25 September 2023 14:06:01

Serla Fadila


Koropak.co.id - Jejak panjang penjajahan yang pernah merajalela di bumi Indonesia selalu mengundang kita untuk merenung sejarah yang penuh perjuangan. 

Di tengah perjalanan waktu yang tak berhenti berputar, saksi bisu sejarah masih tegak berdiri, bukan lagi dalam wujud penjajah, tetapi dalam bentuk monumen yang mengisahkan keberanian dan tekad pejuang bangsa.

Di Semarang, kota yang menyimpan segudang cerita sejarah, terdapat sebuah monumen yang menjadi saksi bisu pertempuran sengit masa penjajahan bernama Monumen Palagan Ambarawa. 

Dilansir dari bob.kemenparekraf.go.id, monumen ini bukan hanya mengabadikan perjuangan saat penjajahan, tetapi juga mengingatkan kita akan semangat juang para pahlawan di era kemerdekaan.

Ketika kemerdekaan Indonesia baru saja diproklamasikan, tantangan besar masih menanti. Ambarawa, wilayah di Semarang, menjadi saksi pertempuran sengit antara pejuang Indonesia dan pasukan penjajah. 

Pertempuran ini berlangsung selama empat hari, dengan tujuan utama untuk mempertahankan wilayah dari tentara Sekutu yang, pada saat yang sama, merupakan tahanan NICA.

Kala itu, tentara Sekutu merasa tertekan di Magelang dan terpaksa mundur ke Ambarawa. Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di bawah pimpinan Kolonel Soedirman bersatu padu dan berjuang mati-matian untuk merebut kemenangan pada tanggal 15 Desember 1945, yang sejak itu dikenal sebagai Hari Infanteri. 

Monumen Palagan Ambarawa menjadi saksi tegarnya para pejuang yang berjuang keras untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia.



Baca: Pertempuran Ambarawa; Cikal Bakal Lahirnya Hari Juang Kartika


Tidak hanya menjadi monumen fisik, Palagan Ambarawa juga rumah bagi Museum Isdiman, yang didedikasikan untuk mengenang jasa Letkol Isdiman, salah satu perwira terbaik dari Divisi V Banyumas, yang kemudian dikenal sebagai Panglima Besar Jenderal Soedirman. 

Monumen ini dirancang menyerupai rumah joglo dan menjadi wadah penyimpanan berbagai koleksi berharga, termasuk senjata, pakaian, dan artefak yang digunakan selama Pertempuran Ambarawa.

Palagan Ambarawa akhirnya selesai dibangun dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 15 Desember 1974, bertepatan dengan peringatan pertempuran tersebut. Monumen yang menjulang tinggi lebih dari 5 meter ini memiliki lambang Pancasila dengan latar belakang segi lima. 

Di depan tugu, tiga patung tentara pejuang tegak berdiri, memegang senjata mereka dengan gagah berani. Desain monumen ini memberikan pengalaman seolah-olah kita ikut merasakan semangat juang para pejuang Indonesia.

Di dalam museum, foto-foto bersejarah dengan jelas memperlihatkan momen-momen dramatis selama Pertempuran Ambarawa. Beberapa benda di luar museum juga masih berdiri kokoh di tempatnya, mengingatkan kita akan perjuangan yang tak kenal lelah dari pahlawan kita.

Monumen Palagan Ambarawa mengajak kita untuk merenung sejarah perjuangan bangsa Indonesia dan menghargai jasa para pahlawan. Ini adalah tempat untuk belajar dan mengingat, di mana benda-benda bersejarah yang terawetkan dengan baik menjadi saksi bisu ketangguhan pejuang di zaman penjajahan.



Baca juga: 12 November 1945, Jenderal Soedirman Terpilih Jadi Panglima Tentara


Perjalanan Waktu di Museum Kereta Api Indonesia

Koropak.co.id, 25 September 2023 08:06:29

Serla Fadila


Koropak.co.id - Sebuah tempat yang membawa kita kembali dalam sejarah yang kaya. Itu adalah Museum Kereta Api Indonesia, sebuah tempat yang dulunya dikenal dengan nama Stasiun Willem I.

Berawal pada 21 Mei 1873, Stasiun Willem I diresmikan bersamaan dengan pembukaan lintas Kedungjati-Ambarawa. 

Dilansir dari situs resmi KAI, bangunan ini merupakan sebuah saksi bisu dari masa lalu, dibangun oleh Nedherlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM). Saat itu, Ambarawa memiliki peran penting sebagai kota militer yang mendukung garnizun Magelang dalam mengendalikan daerah pedalaman.

Sejarah Ambarawa juga diberkati dengan kehadiran sebuah benteng besar yang berhasil diselesaikan pada tahun 1848. Benteng tersebut, yang merupakan yang terbesar di Jawa, diberi nama Willem I, menghormati Raja Willem I yang memerintah pada masa itu. 

Pada tahun 1873, jaringan kereta api dibangun di Ambarawa oleh perusahaan kereta api swasta NISM. Ini menjadi syarat untuk mendapatkan izin konsesi pembangunan jalur kereta api pertama, Semarang-Vorstenlanden (Solo-Yogyakarta). 

NISM diwajibkan membangun jalur kereta api cabang lintas Kedungjati-Ambarawa sepanjang 37 km untuk keperluan militer.

Stasiun Willem I, yang kemudian dikenal sebagai Stasiun Ambarawa, menjadi tempat pemberhentian akhir. Dugaan kuat adalah bahwa penamaan "Willem I" merujuk pada Benteng Willem I yang berada dekat stasiun. 

Kemudian pada1 Februari 1905, pembangunan jalur kereta api dilanjutkan ke Secang-Magelang, dengan jalur kereta khusus bergerigi. Dua tahun kemudian, bangunan Stasiun Ambarawa direnovasi, menggantikan material kayu dan bambu dengan batu bata.

Stasiun Willem I awalnya digunakan sebagai sarana untuk mengangkut komoditas ekspor dan transportasi militer di sekitar Jawa Tengah. Namun, pada tahun 1976, stasiun ini dinonaktifkan. Kemudian, Gubernur Jawa Tengah saat itu, Supardjo Rustam, mengumumkan transformasi Stasiun Ambarawa menjadi Museum Kereta Api. 



Baca: Menelusuri Jalur Kereta Api Pertama di Indonesia


Rencana ini bertujuan untuk menyelamatkan warisan berharga dalam bentuk lokomotif uap dan menjadikannya salah satu objek wisata unggulan di Jawa Tengah. 

Pilihan Ambarawa tidak hanya didasarkan pada latar belakang historisnya yang kuat, seperti Pertempuran Ambarawa, tetapi juga karena stasiun ini masih memelihara teknologi kuno yang dapat dioperasikan.

Saat ini, Museum Ambarawa atau Indonesian Railway Museum (IRM) menjadi rumah bagi berbagai koleksi perkeretaapian dari masa Hindia Belanda hingga masa pra-kemerdekaan Republik Indonesia. 

Koleksi ini mencakup sarana perkeretaapian, prasarana, dan perlengkapan administrasi. Museum ini memiliki beberapa lokomotif uap, lokomotif diesel, kereta, dan gerbong dari berbagai daerah.

Pengunjung tidak hanya dapat menjelajahi koleksi ini, tetapi juga menikmati perjalanan wisata dengan menaiki Kereta Api Wisata Ambarawa-Tuntang (PP), yang ditarik oleh lokomotif uap atau kereta diesel klasik. 

Selain itu, terdapat rute Kereta Api Wisata Ambarawa-Jambu-Bedono (PP) yang menggunakan lokomotif uap bergigi yang melewati rel bergerigi. Uniknya, rel bergerigi ini adalah yang satu-satunya yang masih aktif di Indonesia.

Museum ini bukan hanya tempat wisata sejarah yang menarik, tetapi juga dapat disewa untuk berbagai acara seperti pameran, pertemuan, pemotretan, shooting, pesta pernikahan, festival, bazar, pentas seni, workshop, dan banyak lagi. 

Museum Kereta Api Indonesia adalah tempat di mana sejarah hidup, dan melalui setiap lokomotif yang berdentum dan rel yang berderit, kita dapat merasakan getaran masa lalu yang tetap hidup dalam keindahan teknologi kereta api.



Baca juga: Sejarah Diresmikannya Jalur Kereta Api Pertama di Indonesia


Hari Bahasa Eropa dan Kontribusinya pada Pemahaman Antarbudaya

Koropak.co.id, 25 September 2023 07:35:00

Serla Fadila


Koropak.co.id - Dalam redupnya pagi yang mengiringi peringatan Hari Bahasa Eropa, ketika matahari masih malu-malu muncul di ufuk timur, sebuah kesadaran penting mulai menghangat di hati manusia. 

Tanggal 26 September, sebuah tanggal yang mungkin terabaikan oleh banyak orang, tetapi bagi mereka yang memiliki cinta terhadap kata-kata, itu adalah momen penting yang dinanti-nanti.

Dilansir dari coe.int, hari Bahasa Eropa (European Day of Languages) adalah perayaan keanekaragaman bahasa, warisan linguistik, dan pentingnya pembelajaran bahasa di seluruh Benua Biru. 

Sebuah perayaan yang mungkin tak sebesar Carnaval di Rio atau semegah Oktoberfest di Munich, tetapi memiliki makna yang mendalam bagi mereka yang menghargai keindahan dan keragaman kata-kata.

Sorotan ini bukanlah pencitraan semata. Hari Bahasa Eropa adalah bagian integral dari Program Kebijakan Bahasa, sebuah upaya yang mungkin tidak selalu mencuri perhatian media besar, tetapi memiliki dampak jangka panjang pada budaya dan pemahaman antarbudaya di Eropa. 

Ini adalah panggilan kepada semua orang untuk merenungkan pentingnya bahasa dalam dunia yang semakin terhubung.

Ide awal untuk Hari Bahasa Eropa muncul pada tahun 1997, dalam sebuah konferensi tentang Pembelajaran Bahasa untuk Eropa Baru. Konferensi tersebut, di antara hal lain, meluncurkan Kerangka Acuan Umum Eropa untuk Bahasa (CEFR) dan memperkenalkan konsep pluralisme dalam konteks bahasa. 

Konsep ini bukan hanya tentang berbicara dalam berbagai bahasa, tetapi juga tentang membuka pikiran dan hati terhadap berbagai budaya yang diwakili oleh bahasa-bahasa tersebut.



Baca: Gelombang Penjelajahan Samudera, Eropa dan Obsesinya pada Nusantara


Pada tanggal 26 September 2001, Hari Bahasa Eropa pertama kali dirayakan. Acara ini menjadi bagian dari kampanye Tahun Bahasa Eropa 2001 yang diselenggarakan bersama dengan Uni Eropa. 

Jutaan orang di 45 negara anggota ikut serta dalam perayaan ini. Sukses besar ini mendorong Dewan Eropa untuk menjadikan Hari Bahasa Eropa sebagai perayaan tahunan yang kini diperingati pada tanggal yang sama setiap tahunnya.

Ketika kita merayakan Hari Bahasa Eropa, kita merayakan keragaman bahasa di Eropa dan pluralisme warganya. Ini adalah saat untuk merenungkan pentingnya pembelajaran bahasa sepanjang hayat, menggali ke dalam warisan linguistik Eropa yang kaya, dan mendorong orang-orang untuk menjadi plurilingual (mampu menggunakan berbagai bahasa dengan tingkat keahlian apa pun).

Hari Bahasa Eropa juga menciptakan peluang untuk berbagi dan merayakan budaya Eropa melalui berbagai acara yang diselenggarakan di seluruh Eropa. Ini termasuk program untuk anak-anak, tayangan televisi dan radio khusus, kelas bahasa, dan konferensi. 

Meskipun acara-acara ini tidak diorganisir oleh Majelis Eropa atau Uni Eropa, mereka adalah bukti nyata dari betapa pentingnya bahasa dalam menjembatani kesenjangan budaya.

Mari kita merayakan Hari Bahasa Eropa bersama-sama. Mari kita jatuh cinta pada kata-kata, merayakan bahasa-bahasa kita sendiri, dan membuka pintu hati kita kepada bahasa-bahasa dunia. Karena dalam kata-kata, kita menemukan jendela ke dunia yang lebih luas, dan menemukan jembatan antara budaya yang berbeda.



Baca juga: Hari Aksara Internasional: Sejarah, Makna, dan Dampaknya bagi Dunia


Museum MACAN: Eksplorasi Seni Kontemporer dalam Keindahan Jakarta

Koropak.co.id, 24 September 2023 11:14:59

Serla Fadila


Koropak.co.id - Di tengah hiruk-pikuk Ibukota Jakarta, tersembunyi sebuah tempat yang mengundang untuk merenung, menginspirasi, dan menggoda imajinasi. 

Itu adalah Museum MACAN, sebuah peradaban seni modern dan kontemporer di Nusantara yang menawarkan lebih dari sekadar karya seni.

Berlokasi di Jakarta, Museum MACAN bukan sekadar tempat untuk mengeksplorasi seni modern dan kontemporer, tetapi juga sebuah wadah yang menghadirkan kekayaan kreativitas manusia dari dalam negeri dan luar negeri. 

Di dalam bangunan seluas 7.100 meter persegi ini, pengunjung dapat menyaksikan ratusan karya seni kontemporer yang dipamerkan dengan bangga. Bahkan, koleksi yang terus berkembang telah mencapai angka luar biasa sekitar 800 karya seni, dengan setengahnya berasal dari seniman Indonesia, sementara yang lain datang dari berbagai belahan dunia, seperti China, Eropa, dan banyak lagi.

Meskipun namanya mungkin mengecoh, Museum MACAN bukanlah tempat untuk memamerkan karya seni yang berkaitan dengan hewan macan. Sebaliknya, "MACAN" adalah singkatan dari Museum of Modern and Contemporary Art Nusantara, yang menggambarkan visinya untuk menjadi penjaga kekayaan seni modern dan kontemporer di Indonesia dan melampaui batas-batasnya.

Diresmikan pada 2017 yang lalu, museum ini adalah pelopor dalam konsep museum yang modern dan beragam, dari lukisan hingga instalasi, teknik tradisional hingga eksperimen mutakhir, Museum MACAN menyajikan koleksi seni yang lengkap.



Baca: Perjalanan Seni dan Karya Spektakuler dalam Publikasi Terbaru dari Museum MACAN dan Ikon Gallery


Salah satu daya tarik utama museum ini adalah "Infinity Mirrored Room," karya ciptaan seniman Jepang, Yayoi Kusama. Ruangan mungil yang gelap ini dipenuhi dengan bola-bola bercahaya berwarna-warni, menciptakan suasana seolah berada di bawah langit bintang yang tak terhingga. 

Museum MACAN adalah tempat yang tak hanya menawarkan pengalaman wisata, tetapi juga pendidikan tentang seni kontemporer. Ini adalah tempat yang mengajak anak-anak untuk menjelajahi dunia seni yang tak biasa, memberikan wawasan baru tentang kreativitas manusia.

Selain itu, museum ini memiliki kafe yang mewah dengan pemandangan indah kota Jakarta, tempat yang sempurna untuk bersantai setelah menjelajahi karya seni yang memukau. Museum MACAN adalah surga bagi para pencinta seni dan pelajar seni, tempat di mana kreativitas dan inspirasi mengalir begitu bebas.

Lokasi Museum MACAN yang strategis di Jalan Panjang membuatnya mudah dijangkau baik dengan kendaraan pribadi maupun transportasi umum. 

Tiket masuk museum tersedia dalam berbagai kategori, dengan harga yang bervariasi untuk anak-anak, pelajar, mahasiswa, lansia, dan dewasa. Pengunjung dapat membeli tiket langsung di loket atau melalui situs web resmi museum.

Dalam Museum MACAN, seni bukan hanya sebuah gambar atau objek, tetapi juga sebuah cerita yang terus berkembang. Itu adalah perjalanan mendalam melalui ekspresi manusia yang tak terbatas, sebuah perjalanan yang tak boleh dilewatkan oleh mereka yang haus akan inspirasi dan pengetahuan baru. 



Baca juga: Dalam Lembaran Sejarah Jakarta: Tragedi Kebakaran di Museum Nasional


Kerajaan Kalingga, Di Balik Batu dan Bisikan Legenda

Koropak.co.id, 23 September 2023 14:11:36

Serla Fadila


Koropak.co.id - Dalam hening malam, bila kita melangkah ke tanah Jawa Tengah, ada bisikan masa lalu yang menggetarkan, menceritakan kerajaan kuno yang pernah berdiri dengan gagahnya Kalingga. Sebuah kerajaan yang menjadi simbol pencarian spiritual dan kekuasaan di pulau Jawa.

Mengambil latar belakang Hindu-Buddha, Kalingga hadir mengajarkan kita tentang harmoni dan ketoleransian. Berdasarkan sumber dari situs Perpustakaan Nasional, bisikan lontar kuno menyebutkan pendirinya, Dapunta Syailendra, merupakan titisan dari Dinasti Syailendra yang memperluas pengaruhnya hingga ke wilayah China dan India.

Di balik kebisuan batu-batu peninggalannya, ada serangkaian jejak yang mengisahkan kepemimpinan para raja Kalingga, dari Prabu Wasumurti hingga sang ratu yang legendaris, Ratu Shima. Bagai puisi yang ditulis oleh waktu, kisah-kisah mereka mengajarkan kita tentang keadilan, kebijaksanaan, dan kepemimpinan.



Baca: Kerajaan Kahuripan, Mahakarya Raja Airlangga di Tanah Jawa


Seiring dengan perkembangan zaman, Kalingga menjadi semakin maju dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi dan perdagangan, terutama dengan negara tetangga seperti China. Pelabuhan di Pekalongan menjadi saksi bisu hubungan dagang antarbangsa.

Seperti matahari yang terbenam, kemegahan Kalingga pun perlahan memudar. Setelah Ratu Shima berpulang, kerajaan ini terpecah dan kemudian harus menghadapi serangan dari Kerajaan Sriwijaya.

Untungnya tidak semuanya hilang, Kalingga meninggalkan jejak-jejak yang kini menjadi monumen kesaksian waktu. Prasasti Tuk Mas, Candi Angin, dan Puncak Songolikur di Gunung Muria adalah saksi bisu yang tetap berdiri, mengingatkan kita tentang kejayaan masa lalu.

Di tengah keheningan malam, jika Anda menyimak dengan seksama mungkin Anda bisa mendengar bisikan-bisikan dari kerajaan yang hilang ini, yang mengajak kita untuk selalu mengenang dan menghargai warisan sejarah yang telah diberikan oleh nenek moyang kita.



Baca juga: Bisikan Misteri Candi Dieng, Jejak Sejarah dalam Kabut Waktu


Merekam Jejak Sejarah Pulau Rempang: Pertarungan Antara Pembangunan dan Pelestarian

Koropak.co.id, 23 September 2023 11:34:39

Eris Kuswara


Koropak.co.id - Pulau Rempang adalah sebuah pulau yang berlokasi di Kepulauan Riau, Indonesia. Sejarah pulau ini penuh dengan peristiwa penting yang mencerminkan perubahan zaman dan dinamika wilayahnya.

Pulau Rempang memiliki sejarah yang panjang dan bermula sejak masa prakolonial. Dikenal sebagai bagian dari Kerajaan Riau, pulau ini menjadi pusat aktivitas perdagangan di Selat Malaka. Pulau ini juga pernah menjadi wilayah penjajahan Belanda pada tahun 1784.

Konflik lahan di Pulau Rempang dimulai pada tahun 2001 ketika pemerintah pusat dan BP Batam menerbitkan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) yang kemudian diberikan kepada perusahaan swasta. Pemberian HPL inilah yang menjadi akar konflik agraria yang terus berlanjut.

Perusahaan swasta yang mendapatkan HPL memiliki rencana untuk mengembangkan Rempang Eco City. Rencana ini mencakup pembangunan kawasan industri, perdagangan, dan pariwisata yang terintegrasi, namun direject oleh sejumlah warga setempat yang menolak relokasi.



Baca: Menguak Sejarah Nusakambangan yang Sering Disebut Pulau Narapidana


Konflik agraria di Pulau Rempang semakin memanas dan mencapai puncaknya pada tanggal 8 September 2023, ketika terjadi bentrokan antara warga setempat dan aparat keamanan. 

Sejarah Pulau Rempang mencerminkan pertempuran antara kepentingan pembangunan dan pelestarian budaya serta lingkungan. Warga setempat ingin mempertahankan budaya dan lingkungan mereka, sementara pihak lain ingin mengembangkan pulau ini untuk tujuan ekonomi dan industri.

Pulau Rempang adalah saksi bisu perubahan zaman dan konflik agraria yang memperjuangkan hak-hak warga setempat. Sejarahnya menjadi pelajaran tentang kompleksitas pembangunan wilayah di Indonesia.



Baca juga: Mengenal Bahasa Lokal yang Digunakan Orang-Orang di Kepulauan Seribu


Bisikan Misteri Candi Dieng, Jejak Sejarah dalam Kabut Waktu

Koropak.co.id, 23 September 2023 11:02:55

Serla Fadila


Koropak.co.id - Dalam kebisuan kabut yang merayap di kaki Pegunungan Dieng, sebuah misteri terpahat dalam bentuk candi-candi kuno, merajut kisah yang tersembunyi dalam gulita waktu. 

Terletak di Wonosobo, Jawa Tengah, Candi Dieng, sebuah mahakarya dengan corak Hindu Syiwa, menyimpan bisikan sejarah yang belum sepenuhnya terjawab.

Menurut catatan yang tertulis dalam situs Perpustakaan Nasional, sebuah lontar kuno mengisahkan bahwa candi-candi ini mungkin adalah titah para raja dari Wangsa Sanjaya. Meskipun demikian, candi yang menjadi saksi bisu ini belum pernah membeberkan asal-usulnya dalam sebuah prasasti atau manuskrip.

Begitu pula dengan prasasti yang tertemukan di kawasan Dieng, yang meski tua dan berusia ratusan tahun, masih enggan membuka seluruh rahasia sejarah yang ia simpan. 

Namun, dari prasasti-prasasti tersebut, jejak zaman Kerajaan Kalingga mulai tampak, seolah mengajak kita untuk merenung dalam nostalgia sejarah.



Baca: Fenomena Kehidupan Anak Berambut Gimbal di Dataran Tinggi Dieng


Sebuah buku kuno "The Indianized States of Southeast Asia", menyiratkan kisah tentang bagaimana bangunan-bangunan keagamaan di Dieng mungkin berasal dari Kerajaan Kalingga. Bangunan-bangunan yang kini diam dan menjulang tinggi, menatap waktu dengan delapan candi sebagai mata.

Saat matahari pertama kali menyinari tahun 1814, seorang tentara Inggris berjalan menyusuri jejak kabut Dieng dan tersandung pada sebuah misteri candi-candi yang tersembunyi di balik air telaga. Dan bukan sampai setengah abad kemudian, tangan-tangan Belanda mencoba mengungkap candi-candi itu dari pelukannya.

Bagaikan tokoh-tokoh epos Mahabarata, kelompok Candi Arjuna, Candi Gatotkaca, dan Candi Dwarawati berdiri megah, mengajak kita untuk merenung dalam sejarah. 

Di antara mereka semua, Candi Bima berdiri dengan gagahnya memandang horison dan mengajak kita untuk menggali lebih dalam lagi tentang misteri yang ia simpan.

Seiring berjalannya waktu, meskipun banyak misteri yang belum terjawab, Candi Dieng tetap berdiri dengan gagahnya, sebagai lambang keteguhan dan keabadian sejarah Nusantara. Sebuah monumen yang mengajak kita untuk selalu menghargai warisan leluhur dan menjaga kisah-kisah masa lalu agar tetap abadi dalam ingatan kita.



Baca juga: Bupati Banjarnegara Buka Dieng Culture Festival 2022