Seni Budaya

Sigajang Laleng Lipa; Tarung dalam Sarung, Pantang Badik Diselip Pinggang

×

Sigajang Laleng Lipa; Tarung dalam Sarung, Pantang Badik Diselip Pinggang

Sebarkan artikel ini

Koropak.co.id, Sulsel – Dalam khazanah budaya Bugis-Makassar, kehormatan dan harga diri merupakan hal mutlak yang dijunjung tinggi masyarakat. Hal itu sudah masuk dalam falsafah “Siri’ na pacce”, sebuah slogan yang kerap didengungkan.

Bagi masyarakat suku Bugis, memiliki prinsip bahwa hanya orang yang mempunyai Siri yang dianggap sebagai manusia. Hal itu didukung dengan sebuah ungkapan yang menyebutkan “Naia tau de’ gaga sirina, de lainna olokolo’e. Siri’ e mitu tariaseng tau” yang berarti Barang siapa yang tidak punya siri (rasa malu), maka dia bukanlah siapa-siapa, melainkan hanya seekor binatang.

Alasan Siri sangat berarti bagi masyarakat Bugis, didasari oleh sebuah pepatah yang mengatakan “Siri Paranreng Nyawa Palao” yang berarti apabila harga diri telah terkoyak, maka nyawa-lah bayarannya. Tak heran, tradisi itu bisa sampai berakibat kematian. 

Selain itu, Suku Bugis yang sebagian besarnya berada di Sulawesi Selatan memiliki keunikan tersendiri dalam adat dan budayanya. Masyarakat Bugis juga memiliki adat penyelesaian masalah yang unik bernama Sigajang Laleng Lipa atau yang lebih dikenal dengan nama tarung dalam sarung.

Sigajang Laleng Lipa merupakan opsi terakhir yang dilakukan oleh masyarakat Bugis setelah musyawarah yang dilaksanakan tak kunjung berhasil. Tradisi ini juga dikenal sebagai budaya saling tikam dengan menggunakan badik atau senjata warisan keluarga yang sebelumnya telah diberi mantera dalam satu sarung.

Baca: Legenda Suku Bugis-Makassar Taklukan Lautan dengan Kapal Pinisi

Bagi masyarakat Bugis, harga diri adalah hal yang paling penting dari sebuah keluarga. Jika hal tersebut sampai diinjak-injak, maka kedua belah pihak yang berselisih akan mulai mengadakan musyawarah untuk menyelesaikan permasalahannya. 

Namun, tidak semua musyawarah akan menghasilkan kata mufakat dan kerap berakhir dengan kebuntuan, sehingga membuat Sigajang Laleng Lipa pun harus dilakukan sebagai langkah terakhir. Dalam pelaksanaannya, kedua belah pihak yang bertikai akan menyarungkan satu sarung dengan senjata badik, sehingga hanya menyisakan sedikit ruang untuk menghindar. 

Ada sebuah pepatah Bugis yang mengatakan, ketika badik telah keluar dari sarungnya, maka pantang diselip dipinggang sebelum terhujam di tubuh lawan. Akan tetapi, pertarungan dalam sarung ini tak semata-mata langsung dilakukan, melainkan ada proses terlebih dahulu yang dilakukan, yakni bermusyawarah dengan mufakat.

Cara seperti itu dilakukan pada masa Kerajaan Bugis di masa lalu, dan kini sudah ditinggalkan masyarakat Kendati demikian, tradisi itu tetap dilestarikan sebagai warisan budaya leluhur dengan cara dipentaskan di atas panggung sebagai hiburan dan pelestarian budaya.

Silakan tonton berbagai video menarik di sini:

error: Content is protected !!