Koropak.co.id – Ada 17 ribu lebih pulau di Indonesia yang dihuni sekitar 360 suku bangsa. Tak heran, di republik yang kini berusia 77 tahun ini terdapat beragam budaya dan tradisi yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lain. Tak terkecuali dalam urusan memerlakukan mayat.
Umumnya, mayat di kubur di dalam tanah, dengan atau tanpa peti, kemudian diberi batu nisan. Namun, di beberapa daerah tidak seperti itu. Di Bali, misalnya, ada upacara ngaben atau membakar jenazah yang dilakukan umat Hindu. Ngaben atau palebon merupakan ritual untuk mengembalikan roh leluhur ke tempat asalnya.
Di Tana Toraja, Sulawesi Selatan, lain lagi. Di sana, tepatnya di Lemo, pemakaman dilakukan di tebing batu. Tradisi tersebut sudah berlangsung sejak 1650. Di tebing cadas itu ada sekitar 75 lubang yang dijadikan tempat pemakaman.
Jenazah disimpat dalam peti, kemudian peti itu dimasukkan ke dalam lubang batu di tebing tinggi yang sebelumnya sudah dipahat secara manual. Biasanya, satu lubang diisi oleh satu keluarga dan ditutup kayu.
Ada pula tao-tao atau patung pahat berbentuk manusia yang merupakan simbol orang yang meninggal. Namun, tidak semua lubang ada tao-tao, karena itu hanya diperuntukkan bagi kaum bangsawan dan ketua adat. Patung pahat itu berupa boneka kayu yang didandani lengkap dengan baju dan aksesori menyerupai almarhum.
Baca: Makam Lemo Toraja, Lebih Tinggi Semakin Dekat dengan Tuhan
Selain penghormatan kepada orang yang sudah tiada, masyarakat di sana percaya bahwa jika letak makamnya lebih tinggi maka yang telah meninggal dunia itu akan lebih dekat dengan Tuhan. Begitupun dengan pembuatan tao-tao yang diyakini sebagai bekal untuk menjalani kehidupan bersama dewa.
Sebagai wadah untuk menampung jiwa orang yang meninggal, tao-tao terbuat dari bahan tahan lama. Selain menggunakan kayu nangka, ada juga yang memakai bambu. Posisi tangan dari tao-tao itu ada yang menghadap ke atas dan ke bawah. Ada dua tafsir dari posisi tangan itu. Pertama, sebagai pembeda antara yang masih hidup dan yang sudah meninggal dunia. Kedua, ke atas berarti memohon, ke bawah artinya memberkati.
Selain sebagai situs yang sudah berusia lebih dari 3,5 abad, makam lemo ini merupakan destinasi wisata unik dan menarik untuk dikunjungi. Namun, ada perarturan yang harus dipatuhi saat berziarah ke kompleks pemakaman ini.
Salah satu aturannya pintu makam hanya boleh dibuka sebelum dan sesudah panen. Jika itu dilanggar, masyarakat di sana percaya akan terjadi petaka. Selain akan menyebabkan gagal panen, pelanggar bakal dikenakan sanksi berupa upacara penyembelihan beberapa ekor babi.
Baca juga: Rambu Solo, Upacara Pemakaman Unik dari Tana Toraja