Insiden di Balik Helm, Kapan Mulai Dipakai di Indonesia?

Koropak.co.id, 10 September 2022 16:24:27
Penulis : Admin


Koropak.co.id - Inggris, 1935. Seorang perwira militer asal Britania Raya, Thomas Edward Laurence, mengalami kecelakaan lalu lintas. Saat melintasi jalan terjal dan menukik, lantaran terlalu kencang dan pandangannya sedikit terganggu, Laurence hampir menabrak anak-anak yang bermain di jalan. 

Sontak ia membanting setir, hingga motornya terpental cukup jauh. Akibat kecelakaan itu, Laurence menderita luka serius di bagian kepala hingga membuatnya koma dan meninggal dunia.

Lantaran kejadian itu, Huge Crains, dokter saraf yang menangani Laurence menyimpulkan ada yang tidak beres dengan perilaku pengendara sepeda motor di masa itu. Ia lantas memulai penelitian terkait dengan cedera kepala yang dialami pengendara motor hingga bagaimana upaya pencegahannya.

Setelah enam tahun melakukan pengkajian, Crains menerbitkan sebuah jurnal "Head Injuries in Motorcycle". Mulai dari sanalah seluruh konsep dan garis besar helm pertama mulai terbentuk.

Pada 1941-an, Crains merancang helm pertamanya yang terbuat dari material karet dan gabus. Selang beberapa tahun, profesor asal Carolina Selatan, Amerika Serikat, C. F. Lombard, melengkapi helm buatan Crains dengan cangkang berbahan keras di bagian dalamnya.

Sejumlah negara mulai menerapkan hukum menggunakan helm untuk pesepeda motor, termasuk di Indonesia. Penggunaan helm di Indonesia dimulai pada 1970-an yang digagas Kapolri, Jenderal Hoegeng Imam.



Baca: Tragedi Kelam Helm, Kapan Mulai Digunakan di Indonesia?


Sebelumnya, saat Kapolri Hoegeng menemani Presiden Soeharto berkunjung ke berbagai negara Eropa, ia merasa terkesan dengan ketertiban masyarakat di Eropa, khususnya dalam berlalu lintas. Ia mengamati para pemotor yang selalu menggunakan helm.

Dari kunjungannya itu, Hoegeng mendapatkan ide untuk menerapkan penggunaan helm di Indonesia. Terlebih, pada masa itu angka kecelakaan sepeda motor di Indonesia, khususnya di Jakarta, terbilang cukup tinggi. Angkanya mencapai 1.450 kecelakaan setiap bulannya.

Hoegeng bertekad, Polri harus segera melakukan langkah antisipatif dengan  menyesuaikan perkembangan zaman. Apalagi jumlah pemotor dari tahun ke tahunnya juga kian meningkat. Ia akhirnya membuat peraturan penggunaan helm di Indonesia dalam Maklumat Kapolri bertarikh 7 Agustus 1971.

Dalam maklumat itu ditegaskan, para pengendara sepeda motor wajib mengenakan helm. Ada sanksi bagi yang melanggar. Mereka yang tidak mematuhi aturan tersebut bakal dikurung tiga bulan atau dedenda sepuluh ribu rupiah.

Namun, aturan itu tidak serta merta diterima masyarakat. Mereka yang menolak berdalih ribet, tidak terbiasa, dan menyulitkan saat akan bepergian. Ada pula yang menggungat maklumat itu ke Mahkamah Agung. 

Gugatan itu di antaranya dilayangkan Asikin Kusumah Atmadja, seorang pakar hukum. Menurutnya, polisi tidak punya wewenang untuk membuat peraturan yang bersifat seperti undang-undang. Namun, Mahkamah Agung menolak gugatan tersebut, karena keselamatan masyarakat lebih utama.



Baca juga: Pelat Kendaraan; Sejak Kapan Dibuat dan Kenapa?


Komentar

6 Tokoh Kunci dalam Lahirnya Sumpah Pemuda

Koropak.co.id, 20 September 2023 13:45:59

Admin


Koropak.co.id - Selamat datang di saluran kami! Pada video ini, kita akan mengungkap peran penting dari 6 tokoh dalam peristiwa bersejarah, Sumpah Pemuda. Ikrar ini dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia.

Di balik sejarah lahirnya Sumpah Pemuda, ada sejumlah tokoh yang bersama-sama berjuang agar ikrar tersebut dapat tercapai. Sumpah Pemuda adalah bukti nyata akan peran penting para pemuda dalam perjuangan untuk meraih kemerdekaan Indonesia.

Sumpah Pemuda pertama kali diumumkan pada tanggal 28 Oktober 1928 sebagai hasil dari Kongres Pemuda 2.

Teks Sumpah Pemuda memuat nilai-nilai persatuan bangsa dan membuktikan bahwa perbedaan yang dimiliki bangsa Indonesia dapat disatukan dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika. Isi ikrar ini menjadi tonggak utama dalam sejarah pergerakan Indonesia.

Sekarang, mari kita kenali lebih dekat 6 tokoh utama di balik Sumpah Pemuda:

1. Sugondo Jojopuspito: Beliau memimpin jalannya Kongres Pemuda 2 sebagai ketua. Sugondo terpilih menjadi ketua Kongres atas persetujuan Muhammad Hatta karena ia adalah anggota Persatuan Pemuda Indonesia.

2. Djoko Marsaid: Tokoh pemuda dari Jong Java yang berperan sebagai wakil ketua Kongres Pemuda 2.



Baca: Peristiwa Bersejarah yang Mengubah Nasib Bangsa Indonesia Sebelum Kemerdekaan


3. Muhammad Yamin: Seorang pemuda asal Minangkabau yang dikenal sebagai sastrawan, sejarawan, budayawan, politikus, dan ahli hukum. Muhammad Yamin mengusulkan agar bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan dalam ikrar Sumpah Pemuda.

4. Sunario Sastrowardoyo: Pemuda asal Madiun, Jawa Timur, yang berperan sebagai penasehat panitia dalam merumuskan Sumpah Pemuda. Dalam Kongres, Sunario juga menjadi pembicara dengan makalah berjudul "Pergerakan Pemuda dan Persatuan Indonesia."

5. Wage Rudolf Supratman: Seorang wartawan, pemain biola, dan komponis asal Indonesia. Dia menciptakan lagu "Indonesia Raya" dan memainkannya tanpa lirik hanya dengan biola di hadapan peserta Kongres Pemuda 2.

6. Dolly Salim: Meskipun bukan anggota Kongres Pemuda 2, Dolly Salim, putri Agus Salim, yang pertama kali melantunkan lagu "Indonesia Raya." Ketika itu, kata "merdeka" diganti menjadi "Mulia" karena Kongres Pemuda diawasi oleh Polisi Belanda yang melarang penggunaan kata "merdeka."

Itulah sekilas tentang 6 tokoh penting dalam peristiwa Sumpah Pemuda dan peran penting yang mereka mainkan.

Itulah beberapa tokoh penting Sumpah Pemuda dan perannya bila mengetahui tokoh lainnya Silahkan tulis di kolom komentar semoga video ini bermanfaat dan jangan lupa untuk like share serta subscribe sampai jumpa di video selanjutnya.



Baca juga: Ce Mamat dan Jejak Pemberontakan Komunis di Banten


Pemindahan Ibukota Indonesia ke Kalimantan: Perjalanan Sejarah Menuju Nusantara Baru

Koropak.co.id, 16 September 2023 09:36:29

Admin


Koropak.co.id - Saat ini Ibukota Indonesia berada di DKI Jakarta dan sedang dalam persiapan pindah ke Kalimantan Timur ibukota baru Indonesia nantinya akan diubah nama menjadi Nusantara. 

Perpisahan pusat negara kita bukan kali ini saja terjadi melainkan sudah pernah dilakukan di masa lalu. Ternyata Indonesia bukanlah satu-satunya negara yang pernah memindahkan ibukotanya, negara-negara berikut ini juga pernah melakukannya.

Berikut 10 negara yang pernah berpindah ibukota selain Indonesia.

1. Malaysia, Malaysia juga pernah melakukan pemindahan ibukota yakni pada tahun 1999. Pemindahan tersebut dari Kuala Lumpur ke Putra Jaya namun yang dipindahkan hanyalah pusat pemerintahan Federal dan administrasinya saja sedangkan Kuala Lumpur tetap menjadi kota utama, ibukota Pusat budaya dan pusat ekonomi Malaysia.

Alasan pemindahan ibukota Malaysia adalah karena Kuala Lumpur memiliki berbagai masalah seperti banjir macet dan padat penduduk sehingga tidak bisa lagi menjadi pusat negara yang ideal sedangkan alasan pemilihan kota Putra Jaya adalah karena lokasinya yang tak jauh dari Kuala Lumpur dan luas serta dekat dengan laut.

2. Myanmar, negara di Asia Tenggara lainnya yang pernah memindahkan ibukota adalah Myanmar. Pemindahan tersebut dilakukan pada 5 Februari 2005 yakni dari Yangon ke Naypyidaw namun Kota Naypyidaw Baru secara resmi menjadi Ibukota Myanmar pada dua hari kemudian 

Alasan pemindahan tersebut adalah merupakan keinginan dari tamsui yang merupakan pimpinan militer dan penguasa negeri.



Baca: Perpindahan Ibu Kota Indonesia: Dari Dinamika Politik Hingga Isu Sosial-Ekonomi


3. India memindahkan ibukotanya yakni dari kota ke New Delhi yang masih berlaku hingga saat ini. Kolkata menjadi ibukota India sejak tahun 1833 sampai dengan 1912.

Pada akhir tahun 1912 ibukotanya berubah ke New Delhi dengan alasan karena Kolkata menjadi tempat pergerakan pemerintahan kolonial.

4 Australia Negeri kanguru dahulu memilih Melbourne sebagai pusat negaranya yakni pada tahun 1847 dan diresmikan oleh Ratu Britania Raya Victoria. 

Saat itu Australia masih belum memutuskan Apakah Melbourne akan menjadi ibukota karena ada kota besar lainnya yang juga ingin menjadi pusat negara yakni Sydney untuk mengatasi masalah tersebut pada tahun 1913 pusat administratif dipindahkan ke Canberra sekaligus menjadi pusat seluruh Departemen pemerintah federal dan militer.

Sayangnya pemindahan tersebut justru dinilai gagal dan pada tahun 1996 Perdana Menteri John Howard memindahkan rumah kediaman resminya ke Sydney secara rahasia.

5 Pakistan, Pakistan dulu bergabung dengan India selama masa penjajahan Inggris. Namun setelah merdeka pada Agustus 1947 Pakistan yang mayoritas Islam memisahkan diri dan menjadi negara berdaulat. 

Pada awalnya Pakistan memilih Karachi sebagai ibukotanya namun pindah ke Islamabad pada tahun 1960. Pemindahan ke Islamabad dikarenakan lokasinya yang berada di tengah-tengah negara waktu untuk membangun Islamabad sebagai ibukota pun cukup singkat yakni hanya 2 tahun dengan mengusung tema kota hijau rancangan dari seorang arsitek Yunan. 

6 Brazil berhasil merupakan negara di Amerika yang mana ibukotanya berada di Rio de Janeiro sejak 1763 dan bertahan hingga 1960. Ibukota dipindahkan ke Brasilia karena Rio de Janeiro sudah menjelma menjadi kota penuh masalah seperti padat penduduk dan juga macet.

Rencana pemindahan ibukota tersebut sudah disahkan sejak 1956. Brasilia dipilih karena dianggap sangat cocok secara geografis dan dinilai mampu memperbaiki keadaan ekonomi.



Baca: Melihat Kelahiran IKN Nusantara dalam Orkestra Simfoni Nusantara


7. Rusia Negara yang menempati 11% dari Total luas daratan bumi ini sejak tahun 1722, berpusat di San Pietersburg. ibukota pun dipindahkan ke Moskow sejak tahun 1918 tepatnya pada tanggal 2 November. Pemindahan ibukota tersebut terjadi setelah pertempuran sengit di Soviet pada masa kepemimpinan Vladimir Lenin karena merasa terancam terhadap invasi asing akhirnya Lenin memindahkan ibukota.

Sebelumnya Moskow sempat menjadi pusat dari kekaisaran yang membebaskan Rusia dari Mongol pada tahun 1480 namun dipindahkan karena serangan Tatar dan juga wabah serta bencana kelaparan. Saat ini terdengar kabar bahwa Rusia akan memindahkan ibukotanya ke Siberia namun masih sebatas wacana.

8. Tanzania tansania merupakan negara yang berada di benua Afrika bagian timur. Negara ini pada awalnya memiliki ibukota di kota Dar es salaam sampai tahun 1974 kemudian pindah ke dodoma.

Presiden melakukan pemindahan ibukota ke dodoma dengan alasan untuk memperbaiki masalah sosial dan ekonomi. Proses pemindahannya pun cukup lama dan baru diresmikan pada tahun 1996 sayangnya pemindahan tersebut dinilai tidak berhasil karena kota dodoma tidak berkembang begitu baik, justru Dar es salaam mengalami perkembangan 

9. Kazakhstan ibukota kazastan pada awalnya berada di almati yang merupakan kota terbesar di sana. Pada tahun 1997 ibukota Kazakhstan dipindahkan ke kota Astana yang berjarak 1.220 KM.

Nama Astana pun kini sudah berganti menjadi Nur Sultan sebagai bentuk penghargaan kepada mantan presidennya Astana juga bukan merupakan nama awal kota tersebut melainkan akmola yang berarti kuburan putih nama Astana digunakan setelah kota tersebut resmi menjadi ibukota yaitu pada Mei 1998. Alasan Nur Sultan dipilih adalah karena lokasinya yang berada di tengah negara.

10 Nigeria negara Nigeria yang berlokasi di Afrika juga pernah memindahkan ibukota dari kota Lagos ke abuja. Lagos menjadi pusat negara dan pemerintahan Nigeria sejak 1914 kemudian pindah ke Abuja pada 1980-an pada masa Presiden murtalar Muhammad.

Pemindahan ibukota tersebut dilakukan untuk meratakan ekonomi setiap daerah di Nigeria. Lagos dinilai sudah berkembang dari segi ekonomi kota abuja dipilih karena lokasinya yang lebih strategis dan juga lebih Netral bagi setiap etnis yang ada di Nigeria. Abuja secara resmi menjadi ibukota negara pada 12 Desember 1991.



Baca juga: Pemindahan IKN Selesai 2045, Wagub: Jakarta Terus Membangun


Mengungkap Makna Proklamasi Kemerdekaan Indonesia: Warisan Berharga dari Pahlawan Pejuang Bangsa

Koropak.co.id, 18 August 2023 18:36:36

Admin


Koropak.co.id - Bangsa Indonesia telah dijajah oleh bangsa lain selama lebih dari 350 tahun. Namun pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB, bangsa Indonesia dengan bangga memproklamirkan kemerdekaannya. 

Peristiwa proklamasi ini menjadi peristiwa paling bersejarah bagi masyarakat Indonesia, karena ini adalah awal dari kehidupan baru bagi bangsa Indonesia.

Makna Proklamasi Kemerdekaan Indonesia memiliki banyak aspek yang penting. Pertama, proklamasi ini merupakan hasil dari cita-cita para pahlawan pejuang bangsa. Mereka telah berjuang dengan penuh pengorbanan untuk mencapai kemerdekaan. Proklamasi ini menjadi wujud bahwa perjuangan panjang dan penuh penderitaan mereka telah terbayarkan.

Kedua, proklamasi kemerdekaan ini juga menandai kelahiran negara Indonesia yang baru. Setelah proklamasi ini, bangsa Indonesia memasuki babak baru dalam sejarahnya. 

Mereka kini dapat mengatur pemerintahan sendiri dan terbebas dari penjajahan. Masyarakat Indonesia memulai kerja keras untuk membangun sistem pemerintahan yang sesuai dengan rumusan dasar negara.

Ketiga, proklamasi ini menjadi puncak perjuangan bangsa Indonesia selama masa kolonialisme. Selama berabad-abad, bangsa Indonesia telah mengalami eksploitasi sumber daya alam oleh bangsa-bangsa asing.



Baca: 17 Agustus 1945: Dibacakannya Teks Proklamasi Jadi Penanda Hari Kemerdekaan Indonesia


Mereka juga harus menderita berbagai bentuk perlakuan tidak manusiawi, seperti kerja paksa dan kerja rodi. Proklamasi ini menjadi simbol puncak dari perjuangan rakyat Indonesia untuk mendapatkan kemerdekaan.

Keempat, proklamasi ini juga mengakhiri penderitaan rakyat Indonesia. Selama ini, bangsa Indonesia telah hidup dalam cengkraman penjajah tanpa memiliki rasa kemanusiaan. 

Dari sejarah kelam penjajahan Belanda yang melakukan kerja rodi, hingga penjajahan Jepang yang begitu menderita, bangsa Indonesia telah lama menderita. Proklamasi kemerdekaan ini menjadi titik akhir dari penderitaan tersebut.

Kelima, proklamasi ini juga meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia. Dengan merdeka, bangsa Indonesia memperoleh kemerdekaan yang sama dengan negara-negara lain yang telah merdeka. 

Ini menjadi awal bagi bangsa Indonesia untuk ikut maju dan berkembang seperti negara-negara maju lainnya. Maju atau tidaknya bangsa Indonesia sangat dipengaruhi oleh dukungan dan semangat rakyatnya.

Terakhir, proklamasi kemerdekaan ini juga membawa pembaharuan dalam hukum negara. Negara yang telah merdeka tentunya memiliki aturan-aturan sendiri. Sebagai negara yang merdeka, Indonesia membentuk sistem hukumnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.



Baca juga: Enam Tokoh Ini Berperan Penting dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia


Peristiwa Bersejarah yang Mengubah Nasib Bangsa Indonesia Sebelum Kemerdekaan

Koropak.co.id, 16 August 2023 18:36:09

Admin


Koropak.co.id - Kalian pasti sudah tahu bahwa Indonesia adalah negara yang tidak hanya dijajah oleh satu bangsa saja. Kondisi ini menyebabkan bangsa Indonesia harus berjuang selama berabad-abad lamanya untuk mencapai kemerdekaannya. Kini, mari kita telusuri beberapa peristiwa penting bersejarah di Indonesia sebelum kemerdekaan.

Pertama mari kita bahas tentang penjajahan bangsa Portugis. Portugis menjadi negara kesatu yang menjajah Indonesia. Bangsa Portugis pertama kali tiba di daerah Malaka pada tahun 1509. Dibawah pimpinan Alfonso de Albuquerque, Portugis berhasil menguasai Malaka pada tanggal 10 Agustus tahun 1511. 

Bangsa ini juga memperluas area kekuasaannya dari Madura hingga Ternate. Salah satu bentuk perlawanan yang terkenal adalah perlawanan dibawah komando Fatahillah, yang berasal dari Demak di Sunda Kelapa. Selanjutnya, penjajahan bangsa Spanyol juga berperan penting. 

Kedatangan Portugis ke Indonesia menumbuhkan keinginan bangsa Eropa lainnya, seperti Spanyol. Spanyol lebih fokus untuk bersekutu dengan Tidore, sehingga terjadi persaingan antara Portugis yang berfokus pada Ternate, dan Spanyol di kawasan Maluku. 

Spanyol bahkan mendirikan benteng di Tidore, yang semakin mempertajam persaingan antara Portugis dan Ternate dengan Spanyol dan Tidore. Berikutnya, ada penjajahan bangsa Belanda. Perjuangan melawan Portugis berakhir pada tahun 1602, namun Belanda kemudian datang untuk menguasai Indonesia. 

Belanda mendirikan VOC atau Vereenigde Oostindische Compagnie demi menguasai perdagangan rempah-rempah di Indonesia. Pada awalnya, VOC hanya berkuasa di Banten, namun kemudian bersaing dengan Inggris dan Tiongkok dalam bidang perdagangan. Markas VOC pun dipindahkan ke Sulawesi Selatan. Namun, VOC mendapat perlawanan secara besar-besaran dari Sultan Hasanuddin.

Selanjutnya, bangsa Jepang juga pernah menjajah Indonesia. Mereka datang setelah Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Pada tahun 1942 hingga 1945, Jepang membentuk beberapa organisasi saat melakukan penjajahan di Indonesia. 

Organisasi-organisasi bentukan Jepang di antaranya adalah Putra Heiho, pasukan Indonesia buatan Jepang, peta pembela tanah air dan Jawa, dan Hokokai, pengganti Putra.

Pada masa penjajahan Jepang inilah, terbentuklah BPUPKI atau badan penyelidik usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. BPUPKI dibubarkan oleh Jepang pada tanggal 7 Agustus 1945, dan kemudian Jepang membentuk PPKI atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia untuk menindaklanjuti BPUPKI.



Baca: 17 Agustus 1945: Dibacakannya Teks Proklamasi Jadi Penanda Hari Kemerdekaan Indonesia


Anggota PPKI berjumlah 21 orang yang mewakili seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Namun, pada tanggal 6 Agustus 1945, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom ke Kota Hiroshima, dan pada tanggal 9 Agustus, Jepang kembali dihancurkan dengan bom atom di kota Nagasaki oleh Amerika Serikat. 

Pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang akhirnya menyerah kalah kepada sekutu. Insinyur Soekarno, Muhammad Hatta, dan Radjiman Wedyodiningrat segera terbang ke Dalat setelah mengetahui peristiwa pengeboman tersebut. Mereka mendapat kabar bahwa Jepang sedang berada di ujung tanduk kekalahan dan akan memberikan hak kemerdekaan kepada rakyat Indonesia. 

Marsekal Terauchi pada tanggal 12 Agustus 1945, di Vietnam, menyatakan bahwa Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada rakyat Indonesia dan menginginkan Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 24 Agustus 1945.

Sesampainya Soekarno, Hatta, dan Radjiman ke tanah air, Sutan Syahrir langsung mendesak Soekarno untuk memproklamasikan kemerdekaan. Dia menilai bahwa hasil pertemuan di Dalat merupakan salah satu tipu muslihat pihak Jepang. Para golongan muda pun mendesak golongan tua untuk memproklamasikan kemerdekaan sesegera mungkin. 

Bahkan, mereka menolak rapat yang dibentuk oleh PPKI, karena mereka hanya menginginkan kemerdekaan Indonesia bukan karena hadiah dari Jepang. Pada tanggal 16 Agustus 1945, dini hari, para golongan muda menculik Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok. 

Peristiwa ini lebih dikenal dengan peristiwa Rengasdengklok, yang bertujuan untuk menjaga agar Soekarno dan Hatta tidak dipengaruhi oleh Jepang. Dan pada tanggal 17 Agustus 1945, dimulailah pembacaan proklamasi oleh Insinyur Soekarno di kediamannya, yaitu Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta.

Demikianlah beberapa peristiwa bersejarah sebelum kemerdekaan Indonesia dinyatakan. Walaupun setelah Merdeka, Belanda masih ingin mengambil alih kekuasaan di Indonesia, namun para pahlawan berjuang sampai mati untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Semoga peristiwa bersejarah ini bisa menjadikan kita lebih cinta tanah air Indonesia.



Baca juga: 16 Agustus 1945; Diculiknya Bung Karno dan Hatta yang Dikenal dengan Peristiwa Rengasdengklok


Mencari 7 Permata yang Hilang (?) di Tanah Sunda

Koropak.co.id, 03 July 2023 19:07:21

Admin


Koropak.co.id - Apa yang dilakukan anak-anak ketika libur sekolah? Jika pertanyaan itu diajukan sekarang, jawabannya pasti main ponsel alias telepon seluler. Mereka pasti asyik main gim daring. Umumnya begitu. Dari bangun tidur sampai mau tidur lagi tidak jauh dengan ponsel. Zamannya memang seperti itu.

Beda dengan saat dunia belum dikepung kemajuan teknologi. Dulu, ketika televisi masih menjadi barang mahal, sehingga tidak semua rumah memiliki si kotak ajaib itu, anak-anak mengisi waktu liburnya di lapang atau sawah. Mereka menghabiskan waktunya dengan main bersama yang tidak hanya menguras tenaga, tapi juga mengasah otak dan solidaritas.

Sekarang sudah beda cerita. Kemajuan teknologi yang menyasar semua lini telah membuat keadaan berubah 180 derajat. Berikut ini adalah tujuh permata yang semoga tidak hilang di tanah Sunda lantaran digilas era digitalisasi:

#1 Kaulinan Barudak

Seperti diulas tadi, untuk mengisi waktu luang atau libur sekolah, anak-anak zaman dulu asyik main bersama di lapang atau di sawah. Ada banyak permainan yang bisa dilakukan bersama, seperti gatrik, jajangkungan, galah, sapintrong, ucing-ucingan, dan sorodot gaplok.

Semua permainan itu tidak bisa dilakukan sendiri. Selain menyenangkan, anak-anak diajarkan untuk membangun kerja sama. Coba bandingkan dengan gim ponsel. Waktu anak bisa habis sendiri memainkan gim daring. Sudah mah terkurung tidak bersosialisasi, uang bisa habis dipakai beli kuota.

Semua kaulinan barudak tempo dulu tidak begitu. Selain murah, juga banyak manfaatnya. Juga ada banyak permainan yang tidak memandang gender. Anak laki-laki dan perempuan bisa main bersama. Semua saling kerja sama untuk memenangi permainan.

#2 Seni Budaya

Bukan hanya permainan, salah satu permata di tanah Sunda yang jarang dimainkan bahkan hilang dari peredaran adalah kesenian tradisional. Hal itu di antaranya lantaran seni budaya warisan para leluhur kurang diminati kaum muda saat ini.

Berdasarkan data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat, dari 234 seni budaya yang tercatat pada 2012, sekitar sepuluh persennya hampir punah. Selain kuatnya pengaruh kebudayaan asing, hal itu juga dikarenakan kurangnya minat generasi muda, sehingga tidak terjadi regenerasi seni.

Akibatnya, beberapa kesenian Sunda jadi punah, seperti topeng gong dari Sukabumi, wayang mojang Cianjur, bongbangan Ciamis, reog cirebonan, wayang tambung Bekasi, dan tari ondol-ondol dari Karawang.

#3 Someah ka Semah

Ini adalah permata urang Sunda yang semestinya selalu ada dan mengakar di semua kalangan: someah ka semah. Namun faktanya tidak demikian. Tidak sedikit orang Sunda yang tak lagi mengedepankan sopan santun.

Anak kecil bicara seenaknya kepada orang dewasa. Bahasanya pun tidak dijaga. Atau saat kedatangan orang yang tidak dikenal, bukannya menyambutnya dengan keterbukaan dan dilandasi sikap percaya, yang muncul dalam benak malah kecurigaan. 

Bersyukur, kondisi seperti itu tidak dominan di masyarakat. Hingga saat ini masih banyak urang Sunda yang menjalankan prinsip someah ka semah. Filosofi silih asah, silih asih, dan silih asuh harus terus mewangi di tanah Sunda.

#4 Basa Sunda

Bahasa Sunda Terancam Punah? Lima Tahun Lagi Bahasa Sunda Punah. Bahasa Sunda Punah Tahun 2026? Judul-judul dalam berita daring itu semestinya membangunkan urang Sunda yang merupakan salah satu suku terbesar di Indonesia.

Bagaimana bisa basa indung dikatakan bakal punah? Kekhawatiran seperti itu tentu bukan tanpa alasan. Berdasarkan penelitian Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat, hanya sekitar 40 persen anak-anak di Jawa Barat yang mengetahui dan bisa berbahasa Sunda.



Baca: Delapan Fakta Menarik yang Hanya Dimiliki Orang Sunda


Hal itu disebabkan oleh orang tua tidak membiasakan bahasa Sunda dalam percakapan sehari-hari. Rumah yang semestinya menjadi ruang untuk mengajarkan dan melestarikan basa indung tak lagi memiliki tempat luas. 

Dalam pergaulan di luar rumah, anak-anak muda lebih senang menggunakan bahasa Indonesia, bahkan tak jarang diselingi bahasa asing. Itu tidak sepenuhnya salah. Namun, jika basa indung lantas dilupakan, bahasa Sunda yang disebut-sebut terancam punah bisa jadi kenyataan.

#5 Ngagaru ku Munding

Dulu, ngagaru atau membajak sawah biasa dilakukan dengan bantuan munding atau kerbau. Pemandangan itu kerap menjadi pelipur lelah sepulang sekolah. Petani yang berada di balik kemudi selalu mengajak bicara kerbau yang ada di depannya atau melontarkan ungkapan-ungkapan penyemangat. 

Kini, pemandangan seperti itu sudah jarang terlihat. Peran kerbau diganti oleh traktor yang lebih cepat dan praktis. Padahal, di balik kemudahan itu ada "kerugian" yang tak kecil. Membajak sawah dengan traktor memang cepat, tapi tidak ramah lingkungan.

Bila membajak sawah menggunakan kerbau, selain akan memertahankan humus tanah dan menjaga kualitas padi, tekstur lumpurnya pun lebih halus dan tidak tercemari limpahan bahan bakar dan oli. 

Kotoran kerbau pun bisa menjadi pupuk organik, sehingga tanah tetap subur. Jika dengan traktor, semua manfaat itu tidak didapat. Kendati bisa cepat dan praktis, penggunaan traktor terbilang mahal, beda dengan menggunakan kerbau. 

#6 Sabilulungan

Sabilulungan atau bisa dimaknai gotong royong merupakan salah satu permata mahal yang dimiliki urang Sunda. Ada juga istilah lain yang serupa, yakni rereongan. Kendati berbeda istilah, keduanya bermuara pada satu kondisi yang sama, yaitu membantu sesama.

Ini ada kisah menarik yang terjadi pada akhir tahun 80-an. Kala itu, tetangga terkena musibah. Rumahnya kebakaran. Barang-barang dagangan dan beberapa perabotan rumah habis dilahap si jago merah. Aktivitas ekonominya lumpuh seketika. Mereka tak lagi bisa jualan ke pasar seperti biasanya. 

Masyakarat lantas berembuk dan satu suara untuk memberikan bantuan. Semuanya rereongan sesuai kemampuan masing-masing. Mereka bergotong royong membangun lagi rumah tetangga yang kebakaran itu. Bukan hanya tenaga, banyak warga yang memberi bantuan barang dan uang, sehingga rumah tersebut bisa ditinggali lagi dan lebih bagus dibanding sebelumnya.

Namun kini, seiring perjalanan waktu, semangat seperti itu perlahan pudar dan sirna. Entah apa penyebabnya. Kehidupan masyarakat jadi terkotak-kotak, hingga terkurung pada ruang individualistis.

#7 Beas Perelek

Nah, ini pun sama. Coba tanya anak-anak milenial tentang beas perelek. Kebanyakannya pasti geleng kepala. Istilah itu terdengar asing di telinga mereka. Wajar saja, karena kini aktivitas itu sudah jarang dilakukan. 

Beda dengan dulu. Di banyak kampung, beas perelek menjadi salah satu nadi gotong royong yang memberi manfaat besar. Tidak seberapa, tapi dampaknya tak terkira. Satu gelas beras dari satu rumah bisa menyelamatkan perut banyak orang.

Di hari-hari tertentu, biasanya sepekan sekali, ada petugas khusus yang datang untuk mengambil beas perelek. Beas atau beras itu kemudian dikumpulkan di satu tempat, biasanya di rumah RT atau RW, kemudian nanti dibagikan kepada yang berhak menerimanya.

Tapi kini, suara petugas yang biasa mengambil beas perelek sudah tak lagi terdengar. Namun, di beberapa tempat dikabarkan ada yang menghidupkannya kembali. Itu menjadi kabar baik, karena memang penting dilakukan agar salah satu permata yang ada di tanah Sunda tidak lantas hilang ditelan keegoisan zaman.



Baca juga: Pangsi dan Filosofi Pakaian Sunda


Dari Al-Munir Sampai SNO; Media Dakwah Sebelum Merdeka

Koropak.co.id, 26 June 2023 17:52:39

Admin


Koropak.co.id - Media dakwah dari masa ke masa tidak pernah surut. Ia selalu ada di setiap perkembangan zaman. Dulu, saat media massa cetak merupakan primadona yang paling memberikan pengaruh, para aktivis dakwah menggunakannya untuk syiar Islam.

Seperti yang dilakukan para tokoh dari Minangkabau, yakni Abdullah Ahmad, Abdul Karim Amrullah, Sutan Muhammad Salim, dan Muhammad Thaib. Mereka membuat majalah bernama Al-Munir pada 1911, dan itu disebut-sebut sebagai majalah Islam pertama di Indonesia.

Kala itu, majalah atau media cetak lainnya bukan surat kabar yang berfungsi menginformasikan beragam peristiwa semata, tapi lebih dari itu. Majalah atau surat kabar dimanfaatkan sebagai media adu pikir, berdebat saling asah gagasan di antara orang-orang berpengaruh yang berbeda sikap.

Selain ceramah mimbar, majalah merupakan media dakwah yang paling efektif. Bukan hanya bisa didokumentasikan, majalah juga mampu menyebar hingga pelosok dan menyasar banyak kalangan. Tak jarang, majalah menjadi "arena pertempuran" di antara dua pihak yang berbeda pikir.

Begitupun dengan al-Moenir. Kehadiran majalah yang terbit perdana pada awal April 1911 itu membuat gejolak sosial di Sumatra Barat. Tulisan-tulisannya dianggap melawan kebiasaan, lantaran berisi ajakan kepada umat Islam untuk meninggalkan taklid, bidah, dan khurafat.

K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, merupakan salah seorang pembaca Al-Munir, karena menyukai tulisan-tulisan Haji Rasul atau Abdul Karim Amrullah, ayahanda Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau Hamka.

Para ulama yang aktif dalam al-Munir tergolong sebagai Kaum Muda yang berpikiran progresif. Bukan hanya mengkritik keras praktik-praktik beribadah yang dinilai tidak sejalan dengan contoh dari Rasulullah, tapi juga menentang kolonial Belanda. 

Terbit dua pekan sekali, penyebaran majalah Al-Munir yang ditulis dengan abjad Jawi bukan hanya di Sumatra, tapi juga di Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Semenanjung Malaya. Luasnya penyebaran majalah tersebut lantaran memanfaatkan jaringan al-Iman, majalah asal Singapura, yang sudah berhenti terbit.

Lantaran isinya yang berlawan arus dengan kebiasaan masyarakat, para ulama sepuh yang disebut Kaum Tua membuat majalah tandingan, seperti Soeloeh Melajoe yang sengaja dibuat untuk membendung pengaruh Al-Munir. Kedua majalah itu menjadi arena "perang" tulisan yang dimotori ulama Kaum Muda dan Kaum Tua.

Namun, Al-Munir berhenti terbit pada 1915, lantaran diduga akibat kekurangan dana. Kendati begitu, media-media dakwah di tanah Sumatra tidak lantas hilang lenyap. Masih ada penerbitan-penerbitan lain, termasuk Al-Munir Al-Manar yang terbit pada 1918.

Selain di Sumatra, media-media dakwah mulai menjamur di Jawa. Pada 1912, Hadji Omar Said Tjokroaminoto menerbitkan Oetoesan Hindia di Surabaya, dan itu menjadi media penyalur aspirasi umat Islam yang melibatkan para ulama serta kalangan pesantren.



Baca: Nahdlatul Ulama dan Isyarat Tongkat dari Kiai Kholil Bangkalan


Pun, dalam surat kabar itu, para aktivis Sarekat Islam menumpahkan gagasan-gagasan, seperti menentang kebijakan-kebijakan kapitalisme. Oetoesan Hindia hadir sebagai media massa yang memperjuangkan nasib rakyat pribumi.

Bukan hanya di Surabaya, di Semarang, Bandung, dan Jakarta pun sama. Di cabang-cabang Sarekat Islam itu menerbitkan pula surat kabar. Pergerakan Sarekat Islam semakin kencang setelah menerbitkan Al Islam pada 1916. Al Islam menyatakan diri sebagai "Tempat soeara anak Hindia yang tjinta igama dan tanah ajernjya".

Berada dalam Gerakan yang senapas, Muhammadiyah, organisasi yang dibentuk K.H. Ahmad Dahlan pada 1912, menerbitkan majalah bernama Suara Muhammadiyah dengan pemimpin redaksi Haji Fachrodin, murid K.H. Ahmad Dahlan.

Dilansir dari laman Suara Muhammadiyah, terbit perdana pada 1915, Suara Muhammadiyah diorientasikan sebagai media dakwah yang tidak membidik keuntungan layaknya perusahaan pers, karena memang majalah tersebut tidak dijual alias gratis.

Selain memuat artikel, Suara Muhammadiyah edisi tahun pertama juga menyediakan rubrik tanya jawab agama dan kisah kepahlawanan Islam. Dikemas dalam dua bahasa, Melayu dan Jawa, pada awalnya majalah ini dibuat untuk kalangan internal. Namun, sejak 1940 mulai dipublikasikan untuk masyarakat umum dan bertahan hingga sekarang.

Selain Muhammadiyah, Persatuan Islam dan Nahdlatul Ulama pun punya media massa sendiri. Persatuan Islam yang didirikan di Bandung pada 1923 punya majalah Pembela Islam. Sedangkan Nahdlatul Ulama menerbitkan Swara Nahdlatoel Oelama (SNO).

Dua organisasi yang berbeda pemahaman dalam beragama itu sama-sama memperjuangkan keyakinan melalui media massa. Majalah Pembela Islam yang terbit perdana pada 1929 dibuat untuk melawan tuduhan-tuduhan yang tidak benar kepada Islam.

Pembela Islam digunakan sebagai media dakwah untuk mengkritisi bidah, khurafat, dan tahayul. Selain itu, majalah ini pun menjadi corong Persatuan Islam dalam menentang Ahmadiyah. Namun, pada 1935, Pembela Islam berhenti terbit lantaran banyak sebab.

Adapun majalah Swara Nahdlatoel Oelama yang mulai terbit pada 1927 membahas masalah keagamaan, organisasi, hingga peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di dunia kala itu, termasuk sikap politik nahdiyin dalam merespons penjajah.

Dengan berbagai pertimbangan, Swara Nahdlatoel Oelama bertransformasi menjadi Berita Nahdlatoel Oelama di bawah komando K.H. Mahfudz Siddiq. Selain membahas masalah keagamaan, dalam majalah yang terbit dua kali dalam sebulan itu juga diinformasikan persoalan sosial politik di dalam dan luar negeri.



Baca juga: Sejarah 29 Maret; Nasional Borneo Kongres Ke-2 Digelar di Banjarmasin


Haji Purwa; Mualaf di India, Muslim Pertama dari Tatar Sunda

Koropak.co.id, 10 June 2023 09:15:48

Admin


Koropak.co.id - Kita tahu kalau Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim paling banyak di dunia. Dari sekitar dua miliar pemeluk Islam di dunia, berdasarkan data Desember 2021, penduduk muslim di Indonesia tercatat sebanyak 238,09 juta jiwa.

Dan, provinsi yang paling banyak muslimnya adalah Jawa Barat dengan jumlah 46,92 juta jiwa. Pertanyaannya, tahukah kita siapa orang Sunda yang pertama kali tercatat sebagai pemeluk agama Islam?

Nina H Lubis dan kawan-kawan dalam "Sejarah Perkembangan Islam di Jawa Barat" menulis, orang pertama di Jawa Barat yang tercatat sebagai muslim adalah Haji Purwa, seorang saudagar dari Kerajaan Galuh.

Dalam sumber lain dijelaskan, sebelum memeluk agama Islam, Haji Purwa bernama Bratalegawa. Ia yang lahir pada 1350 masehi itu merupakan putra kedua dari raja Bunisora atau Kuda Lalean, penguasa Kerajaan Galuh yang bertakhta sekitar abat ke-13.

Berbeda dengan putra mahkota lainnya, Bratalegawa lebih senang berdagang ketimbang mengincar kekuasaan. Ia punya banyak kapal dagang dan sering berlayar ke tempat jauh dan biasa berlabuh di China, Campa, India, Sri Langka, Persia, hingga ke Semenanjung Arab.

Saat melakukan perjalanan dagang ke India, ia banyak berinteraksi dengan para pedagang lain, termasuk dengan mereka yang berasal dari tanah Arab. Dari interaksi itulah ia tertarik pada Islam hingga menjadi mualaf dan menikahi Farhana, anak seorang saudagar kaya.

Mereka lantas berangkat ke Mekkah untuk beribadah haji, dan Bratalegawa berganti nama menjadi Haji Baharudin al-Jawi. Namun, ia lebih dikenal dengan sebutan Haji Purwa, lantaran merupakan orang Galuh yang pertama kali menjalankan ibadah haji. Dalam Bahasa Sunda, purwa berarti awal mula.

Ia kemudian mengajak saudara kandungnya dan kalangan istana untuk masuk Islam. Namun, karena pengaruh Hindu di kala itu masih kuat, ajakan tersebut bertepuk sebelah tangan. Haji Purwa memilih meninggalkan Galuh dan menetap di Caruban Girang, wilayah Cirebon.

Dari sinilah salah satunya Islam menyebar di Jawa Barat. Selain Cirebon, tulis Nina H Lubis et al penyebaran Islam di Jawa Barat, tidak dapat dilepaskan dari daerah Banten dan Sunda Kalapa. Ketiga daerah tersebut menjadi sentral setting spasial masuk dan berkembangnya Islam di Jawa Barat pada masa-masa awal.



Baca: Kartono, Sang Alif dengan Ilmu Kantong Bolong


Haji Purwa punya andil besar dalam membangun pondasi penyebaran Islam di Cirebon. Ia berhasil membuat simpul-simpul komunitas muslim, sehingga Cirebon menjadi pusat penyebaran Islam di Kerajaan Galuh dan Sunda.

Selain Haji Purwa, ada dua tokoh lain yang berjasa dalam penyebaran Islam di Jawa Barat pada masa-masa awal. Mereka ada Syekh Hasanuddin atau Syekh Quro, muslim dari Campa, dan Syekh Datuk Kahfi, seorang muslim berkebangsaan Arab yang datang ke Tatar Sunda sebagai utusan raja Parsi.

Namun, seperti yang ditulis Nina H Lubis dkk, ketiga tokoh tersebut tidak menjadi pelaku langsung tersebarnya agama Islam ke seluruh wilayah di Jawa Barat. Mereka lebih berperan sebagai peletak dasar agama Islam di Cirebon.

Adapun tersebarnya agama Islam ke seluruh daerah di Tatar Sunda lebih berkait dengan dua sosok bernama Syarif Hidayat dan Fatahillah.

Setelah menimba ilmu kepada banyak guru, Syarif Hidayat yang lahir di Makkah pada tahun 1448 Masehi, diberi tugas oleh Syekh Rahmat atau Sunan Ngampel untuk menjadi guru agama dan menyebarkan Islam di Cirebon.

Setelah tiba di Cirebon pada 1470 Masehi, ia yang diberi gelar Maulana Jati atau Syekh Jati, langsung melaksanakan titah gurunya. Bukan hanya di Cirebon, Syarif Hidayat yang juga dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati berkeliling ke seluruh Tanah Sunda untuk menyebarkan agama Islam.

Dalam Carita Purwaka Caruban Nagari disebutkan, daerah-daerah di Jawa Barat yang diislamkan oleh Sunan Gunung Jati adalah Cirebon, Banten, Kuningan, Sindangkasih, Talaga, Luragung, Ukur, Cibalagung, Kluntung Bantar, Pagadingan, Indralaya, Batulayang, dan Imbanganten. Adapun daerah Priangan Selatan diislamkan oleh Haji Abdullah Iman, uwaknya Sunan Gunung Jati.

Selain Syarif Hidayat, tokoh lain yang juga berjasa dalam penyebaran agama Islam di Tanah Sunda adalah Faletehan atau Fadhilah Khan atau Fatahillah yang lahir di Pasai, Sumatra, tahun 1490 Masehi. 

Setelah tinggal di Makkah selama tiga tahun untuk mendalami ilmu agama, ia berencana pulang ke Pasai. Namun, setelah tahu kalau tanah kelahirannya dikuasai oleh Portugis, ia mengalihkan perjalanannya ke Demak.

Oleh Sultan Demak, Fatahillah ditugaskan menyebarkan agama Islam di daerah Banten. Kedatangannya di sana mendapat sambutan baik dari penguasa setempat, sehingga pemimpin Banten masuk Islam.



Baca juga: Tjipto Mangoenkoesoemo, Sang Tiga Serangkai Pendiri Organisasi Indische Partij


Sopo Tresno, Cara Siti Walidah Buka Pikiran Kaum Hawa

Koropak.co.id, 25 May 2023 10:06:48

Admin


Koropak.co.id - Pernah mendengar nama Siti Walidah? Belum, ya? Bagaimana kalau Muhammad Darwis? Belum juga? Wajar saja, karena kedua nama itu memang terkenalnya dengan nama yang lain. Dua nama itu tidak bisa dipisahkan dengan Muhammadiyah, salah satu ormas keagamaan terbesar di Indonesia yang didirikan pada 1912.

Muhammad Darwis adalah nama semula pendiri Muhammadiyah sebelum diubah. Sepulang dari Makkah pada 1888, Muhammad Darwis berganti nama menjadi Ahmad Dahlan dan dikenang sampai sekarang.

Lalu, siapa Siti Walidah? Nah, beliau adalah istri K.H. Ahmad Dahlan, sehingga lebih dikenal dengan nama Nyai Ahmad Dahlan. Ia menikah saat dirinya berusia 17 tahun. Namanya mungkin tidak setenar Kartini yang sering diulang-ulang dalam pelajaran sejarah. 

Namun, peran Nyai Ahmad Dahlan tidak bisa dipandang sebelah mata. Sumbangsihnya terhadap negara dan bangsa ini sangatlah besar. Tak heran, pada 1971, Presiden Soeharto memberinya gelar Pahlawan Nasional.

Perempuan kelahiran Yogyakarta, 3 Januari 1872, itu merupakan putri Kiai Muhammad Fadhil, seorang penghulu di Keraton Yogyakarta. Ia adalah anak keempat dari tujuh bersaudara. Sejak kecil, kendati pergaulannya terbatas dan tidak belajar di sekolah formal, ia sangat giat dalam menuntut ilmu keislaman.

Fahmi Riady, dosen UIN Antasari Banjarmasin, dalam tulisannya memaparkan, Siti Walidah menaruh perhatian besar pada masalah perempuan, terutama dalam hal kesetaraan pendidikan dengan laki-laki.

Untuk itu, pada 1914, ia merintis kelompok pengajian wanita yang diberi nama Sopo Tresno atau siapa cinta. Kegiatannya berupa pengajian ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis yang mengupas tentang hak dan kewajiban perempuan. 

Sebelumnya, ia membuat perkumpulan bernama Wal Ashri sebagai wadah pengajian kaum hawa. Ia rela keluar masuk kampung mulai dari Kauman, Lempuyangan, Karangkajen, hingga Pakualam.

Melalui kajian seperti itu, kaum hawa diharapkan sadar seputar kewajibannya sebagai manusia, istri, hamba Allah, dan sebagai warga negara. Ikhtiar yang dilakukan Nyai Dahlan juga menjadi tameng dari masifnya Kristenisasi di Jawa melalui sekolah yang disponsori pemerintah kolonial.



Baca: Mengenal Siti Walidah, Sang Fajar yang Terbit dari Muhammadiyah


Setelah berjalan cukup lama, K.H. Fakhruddin, salah seorang pengurus Muhammadiyah, menyarankan untuk mengubah nama Sopo Tresno dan dijadikan organisasi wanita yang dikelola lebih baik. Maka, sejak 22 April 1917, namanya diganti menjadi Aisyiyah, dan pada 1922 resmi menjadi bagian dari Muhammadiyah. 

Pergerakan Nyai Ahmad Dahlan dalam memberikan pencerahan dan mengangkat harkat martabat kaum hawa semakin luas. Terlebih, setelah menjadi bagian dari Muhammadiyah, Aisyiyah punya banyak cabang di berbagai daerah.

Salah satu fokus gerakannya adalah pemberantasan buta huruf arab dan latin. Bukan hanya melalui tatap muka, spektrum dakwah diperluas dengan membuat majalah bernama Suara Aisyiyah dan melalui amal-amal usaha yang beragam.

Selain ilmu agama, Nyai Ahmad Dahlan pun kerap menyampaikan tentang pentingnya budi pekerti kaum perempuan, seperti hormat pada orang tua, jujur dalam keseharian, sederhana, dan tidak boros.

Salah satu nasihatnya adalah "Apa yang diberikan oleh suamimu, maka terimalah dengan senang hati. Jangan merengek, karena itu bisa membebani suamimu. Janganlah kamu minta untuk dibelikan ini dan itu, karena itu bisa membuat suamimu bersusah hati, sehingga suamimu mencari-cari uang yang tidak halal. Sungguh, ini adalah pantangan besar. Camkanlah pelajaran saya ini, Insya Allah kamu akan selamat."

Selain itu, "Apa yang dipunya, syukurilah dengan hati gembira, dan dirawatlah dengan gembira pula. Jangan mengajukan banyak permintaan dan tuntutan. Itulah pesanku. Nanti kamu akan hidup dengan tentram. Lihatlah saya, tidak memakai apa-apa. Tidak punya banyak tuntutan. Ya, seperti yang kamu lihat."

Keterampilan hidup pun tak luput ia ajarkan. Para perempuan yang diajarkan berpidato, berwirausaha, membuat kue, menjahit dan lain-lain. Selain untuk kemandirian, keterampilan-keterampilan seperti itu penting dikuasai agar perempuan bisa turut bergerak dalam bidang sosial.

Nyai Ahmad Dahlan selalu mendorong dan memberi semangat kepada generasi muda untuk berjuang demi kepentingan negara dan bangsa. Bukan hanya bicara, ia memberikan keteladanan secara nyata. Ia tanpa lelah memperjuangkan hak-hak kaum perempuan yang kala itu terpinggirkan. 

Setelah Nyai Ahmad Dahlan meninggal dunia pada 31 Maret 1946, roda Aisyiyah tidak lantas terhenti malah sebaliknya. Kini, setelah berusia lebih dari seratus abad, cabang Aisyiyah telah tersebar di seantero negeri dan memiliki amal usaha yang bergerak di berbagai bidang, seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, pemberdayaan masyarakat, dan kesejahteraan sosial.



Baca juga: Rahmah El Yunusiyah, Berjuang Demi Terang Martabat Perempuan


Boedi Oetomo Tolak Persatuan: Cina Eropa Oke, Luar Jawa No!

Koropak.co.id, 22 May 2023 20:16:02

Admin


Koropak.co.id - Satu dari sedikit tanggal peringatan yang menempel kuat di ingatan adalah Hari Kebangkitan Nasional. Orang-orang menyebutnya Harkitnas yang diperingati setiap tanggal 20 Mei. Peringatan itu berpijak pada pendirian organisasi modern pertama di nusantara yang bernama Boedi Oetomo. 

Begitulah informasi yang didapat dalam pelajaran sejarah saat sekolah, dan dari dulu sampai sekarang masih mengingatnya. Tapi hanya itu yang menempel di ingatan. Hanya ada tanggal dan nama. Detailnya seperti apa, ya tidak tahu.  

Dan ternyata, ada satu hal yang belum banyak orang tahu, yakni sikap Boedi Oetomo yang ekslusif atau menutup diri pada entitas lain. Organisasi yang didirikan di Batavia oleh Soetomo dan mahasiswa STOVIA, sekolah dokter yang diperuntukkan bagi pribumi, itu hanya boleh diikuti bangsa Jawa dan Madura.

Ahmad Mansur Suryanegara dalam Api Sejarah 1 menjelaskan, Boedi Oetomo menutup diri bagi orang nonJawa, meskipun yang bersangkutan merupakan bangsawan. Tapi tidak begitu kepada warga Cina dan Eropa. Boedi Oetomo menyambut dengan tangan terbuka.

Saat Soekarno dan tokoh lainnya membentuk Permoefakatan Perhimpoenan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI), di Yogyakarta, pada 17 Desember 1927, Boedi Oetomo punya sikap sendiri.

Di saat organisasi yang lain satu suara untuk membangun Indonesia dalam persatuan, Boedi Oetomo tidak begitu. Mereka menolak pelaksanaan cita-cita persatuan Indonesia, sedangkan PPPKI meyakini tentang keharusan menyatukan ide melalui permufakatan di tengah keragaman organisasi.

Dalam Kongres di Surakarta, 6 April s.d. 9 April 1928, Boedi Oetomo menolak persatuan Indonesia. Itu lantaran mereka punya cita-cita sendiri, yakni mengembangkan bahasa Jawa, kesenian Jawa, dan agama Jawa dalam lingkup Djawa Raja.



Baca: 20 Mei Hari Kebangkitan Nasional Dipersoalkan, Kenapa?


Selang tujuh bulan dari kongres Boedi Oetomo, Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) menggelar Kongres Pemuda pada 28 Oktober 1928 di Kramat Raya, Jakarta. Dalam kongres yang dihadiri sekitar 750 orang itu lahirlah keputusan yang terkenal itu: Sumpah Pemuda.

Terkait sikap Boedi Oetomo yang menolak persatuan, Ricklefs, seperti ditulis Ahmad Mansur Suryanegara dalam Api Sejarah 1, menjelaskan, Soetomo dan rekan-rekannya dalam Boedi Oetomo merupakan golongan priyayi ekslusif yang bersikap kooperatif dengan pemerintah kolonial Belanda, lebih cenderung pada aliran kejawen, sekuler, dan antiIslam.

Sementara itu, Husaini Husda dari Universitas Islam Negeri Ar Raniry Banda Aceh, memaparkan, dalam kongres di Solo tahun 1928, Boedi Oetomo menolak pelaksanaan cita-cita persatuan Indonesia, dan bersikeras menjadikan organisasi tertutup bagi segenap suku bangsa Indonesia lainnya.

Ada pula bukti lain soal pendirian Boedi Oetomo merupakan kebijakan balance of power dari pemerintahan Hindia Belanda. Organisasi tersebut didirikan untuk mengimbangi gerakan kebangkitan pendidikan Islam yang dipelopori oleh Jamiatul Khair yang didirikan oleh kelompok bangsawan Arab pada 17 Juli 1905.

Lantaran itulah banyak pihak yang menggugat pendirian Boedi Oetomo pada 20 Mei dijadikan sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Penetapan tanggal itu menjadi polemik. Mungkinkah Boedi Oetomo melawan penjajahan, sementara mereka sangat dekat dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda?

Terlepas dari polemik itu, kehadiran Boedi Oetomo dinilai telah memberikan andil dalam bidang pendidikan dan kebudayaan. Dua hal itu diyakini sebagai instrumen penting dalam memajukan suatu bangsa.



Baca juga: Sejarah Hari Kebangkitan Nasional dan Kelahiran Organisasi Boedi Oetomo


Ce Mamat dan Jejak Pemberontakan Komunis di Banten

Koropak.co.id, 20 May 2023 21:12:27

Admin


Koropak.co.id - Nama Ce Mamat mungkin kurang familier di telinga banyak orang. Namun, kisah hidup pria bernama asli Mohamad Mansur itu memiliki jejak tersendiri dalam sejarah perjalanan Banten. Ia memotori pemberontakan di Banten, hingga membuat murka Soekarno-Hatta.

Tak lama setelah Indonesia dinyatakan sebagai negara merdeka, Banten bergejolak. Ce Mamat membuat gerakan dengan membentuk Dewan Rakyat yang menginginkan perubahan. Mereka di antaranya mendesak agar pemerintahan tidak diisi oleh orang-orang lama.

Pada awal kemerdekaan, Banten merupakan satu dari lima keresidenan di Provinsi Jawa Barat, dan dibagi menjadi tiga kabupaten, yakni Serang, Lebak, dan Pandeglang. Adapun empat keresidenan lainnya adalah Jakarta, Priangan, Bogor, dan Cirebon.

Untuk mengisi kekosongan kekuasaan di Banten, Pemerintah Pusat menunjuk Achmad Chatib sebagai residen Banten. Ia lantas menyusun staf pemerintahan keresidenan dan mempertahankan bupati-bupati lama.

Keputusan Achmad Chatib itu ditentang sebagian warga Banten yang menginginkan perubahan. Mereka menolak dipilihnya bupati-bupati lama, karena dinilai masih bagian dari pemerintahan Belanda atau Jepang. Namun, residen tidak menanggapi permintaan tersebut. Pasalnya, dibanding yang baru, orang-orang lama lebih memahami tugas-tugas pemerintahan.

Alasan itu tidak diterima kelompok penentang. Kebencian mereka terhadap orang-orang lama tidak lantas hilang dengan alasan tersebut, bahkan semakin menjadi dengan dibentuknya laskar gulkut atau gulung bukut. 

Laskar itu dibentuk ntuk menggulung atau membunuh para pamong praja yang biasa memakai bukut atau penutup kepala. Bukan hanya kepada pamong praja dan polisi, mereka juga membidik orang-orang Jepang dan Eropa untuk dihabisi.

Beberapa priyayi turut ditangkap dan dibunuh. Dua di antaranya adalah wedana Anyer dan asisten wedana Paburuan. Mereka juga bergerak ke Baros, Petir, dan Ciruas untuk mengganggu roda pemerintahan di sana, dan membunuh para pejabatnya.

Tujuan gerakan Ce Mamat dan Dewan Rakyatnya itu cuma satu, yakni mengambil alih kekuasaan. Puncaknya, pada 27 Oktober 1945, sekitar pukul sepuluh pagi, mereka mendatangi kantor keresidenan dan memaksa Achmad Chatib untuk menyerahkan kekuasaan kepada Dewan Rakyat.



Baca: Sejarah Hari Kebangkitan Nasional dan Kelahiran Organisasi Boedi Oetomo


Terjebak pada kondisi terdesak, Achmad Chatib memenuhi permintaan Ce Mamat cs. Maka, sejak 28 Oktober 1945 kekuasaan Keresidenan Banten beralih ke tangan Dewan Rakyat. Pada malam harinya, Laskar Gulkut menangkap dan memenjarakan Bupati Serang, Hilman Djajadiningrat.

Selain itu, mereka juga menyerbu Detasemen Polisi Serang, merebut jawatan-jawatan vital, seperti pos, telepon, listrik dan lain-lain. Pemberontakan mereka semakin masif hingga tersiar kabar kalau Banten akan memisahkan diri dari Indonesia.

Kabar itu sampai ke telinga Presiden Soekarno. Pada 9 Desember 1945, Soekarno-Hatta datang langsung ke Banten. Di hadapan ribuan rakyat, mereka menyampaikan kegeramannya pada Dewan Rakyat lantaran tindakan-tindakannya sangat berlebihan.

Mohammad Hatta pun bersikap tegas dengan menyatakan bahwa Dewan Rakyat tidak berguna dan harus dibubarkan. Alih-alih melunak, gerakan Ce Mamat cs kian beringas. Ia menculik serta membunuh bupati Lebak, Hardiwinangoen, dan mayatnya dibuang ke sungai. Beberapa orang-orang sentral di pemerintahan pun ditangkap. 

Tapi, lantaran tindakan-tindakannya itu, Dewan Rakyat mulai ditinggalkan para pendukungnya. Keresidenan Banten pun mulai melakukan perlawanan. Achmad Chatib memerintahkan Komandan Tentara Keamanan Rakyat Banten, KH Syam'un, untuk menumpas Dewan Rakyat.

Awal Januari 1946, tepatnya tanggal 8 Januari, tentara menyerang markas besar Dewan Rakyat di Ciomas. Pertempuran pun tak terelakan, dan berlangsung selama lebih dari 24 jam. Setelah melarikan diri ke Lebak dan Bogor, Ce Mamat akhirnya berhasil ditangkap.

Siapa sebenarnya Mohamad Mansur atau Ce Mamat itu? Selain dikenal sebagai jawara, ia juga pernah menjadi sekretaris Partai Komunis Indonesia Cabang Anyer. Setelah pemberontakan komunis terhadap pemerintah kolonial pada 1926 gagal, orang-orang PKI diburu. Ce Mamat melarikan diri ke Malaya lalu bergeser ke Palembang, dan pulang lagi ke Banten pada kisaran 1932. 

Di Banten, ia menjadi pengacara yang membela para jawara saat berperkara di pengadilan. Ia pun aktif melakukan gerakan-gerakan sosial. Muaranya, pria yang punya hubungan dengan Tan Malaka itu membentuk Dewan Rakyat. 

Ce Mamat mengklaim, Dewan Rakyat merupakan satu-satunya badan yang sejatinya mewakili demokrasi rakyat, sementara yang lain merupakan warisan kolonial. Namun, dengan organ itu pula mereka melakukan pemberontakan dan tak segan melakukan pembunuhan, hingga akhirnya Dewan Rakyat ditumpas Tentara Keamanan Rakyat.



Baca juga: 23 Mei 1920, Sejarah Berdirinya Partai Komunis Indonesia


Gerakan Kiai Asnawi Banten Lawan Belanda, Dituding PKI

Koropak.co.id, 13 May 2023 10:04:35

Admin


Koropak.co.id - Banten, 15 November 1926. Gerakan protes sosial tak terbendung. Masyarakat geram dan tak mau tinggal diam melihat polah kesewenangan pemerintah kolonial. Saat konvoi serdadu Belanda melewati jembatan Sanggoma, Caringin, Labuan Banten, para pejuang melemparkan granat tangan ke arah serdadu Belanda. 

Serangan itu menewaskan lima orang dan belasan lainnya terluka. Serdadu Belanda membalas dengan tembakan, sehingga para pejuang banyak yang gugur dan terluka. Mereka yang syahid dimakamkan massal di pinggir sungai Sanggoma.

Salah satu sosok yang menjadi motor dalam gerakan perlawanan itu adalah K.H. Tubagus Muhammad Asnawi. Lantaran berasal dari Kampung Caringin, Banten, namanya lebih dikenal dengan sebutan Kiai Asnawi Caringin.

Ia tak pernah lelah mengobarkan semangat juang kepada masyarakat, termasuk membentuk Laskar Mujahidin dan mengumpulkan para jawara agar selalu selangkah seperjuangan dalam menghadapi Belanda.

Namun, Pemerintah kolonial pun tidak tinggal diam. Sehari pasca serangan di jembatan Sanggoma, Belanda menerjunkan ratusan serdadunya untuk mengejar dan menangkap para pejuang.

Kiai Asnawi dan anggota keluarganya ditangkap dan diasingkan ke Jakarta selama setahun, kemudian dipindahkan ke Cianjur. Selama di pengasingan, ia tetap berdakwah kepada masyarakat.

Selain dicap pemberontak, oleh Belanda Kiai Asnawi dituduh sebagai antek PKI. Benarkah? 

Dalam laman Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Banten, dijelaskan siapa sosok Kiai Asnawi Caringin. Pria kelahiran 1850 itu merupakan putra dari pasangan Syekh Abdurrahman dan Ratu Sabi'ah. Orang tuanya itu diketahui keturunan langsung dari Sultan Agung Mataram dan Sultan Maulana Hasanuddin Banten.

Sejak kecil, Asnawi tampak berbeda dengan anak-anak seusianya. Kecerdasannya di atas rata-rata. Ayahnya sangat menyayanginya dan menaruh harapan yang besar agar putranya kelak menjadi seorang pemimpin.



Baca: Nahdlatul Ulama dan Isyarat Tongkat dari Kiai Kholil Bangkalan


Tak heran, ia dididik sangat ketat dengan mengajarinya ilmu agama dan yang lainnya. Jika Asnawi terlihat malas belajar, ayahnya tak segan memberi hukuman yang terbilang cukup keras, seperti direndam di kolam masjid atau dijemur di atap masjid.

Didikan ayahnya itu menorehkan hasil positif. Pada usia sebelas tahun, Asnawi mampu menghafal Al-Qur'an dan bisa menyerap dengan baik disiplin ilmu lainnya. Untuk memantapkan keilmuannya, Asnawi dikirim ke Makkah.

Saat menimba ilmu di tanah suci, ia mendapat kabar kalau ayahnya meninggal dunia. Dengan berat hati, setelah sekitar enam tahun di sana, ia berpamitan kepada guru dan teman-temannya untuk kembali pulang ke Tanah Air.

Di tanah kelahirannya, Kiai Asnawi tak lantas berdiam diri, tapi berdakwah mengingatkan dan mengajak masyarakat pada kebaikan. Ia melihat banyak masyarakat yang bermaksiat terang-terangan, lantaran minim ilmu dan mudah diprovokasi Belanda untuk melakukan kejahatan, sehingga keadaan menjadi tidak kondusif.

Perjudian, pelacuran, hingga penjarahan dan pembunuhan dilakukan secara terang-terangan. Kiai Asnawi bergerak. Setelah menikah dengan Ratu Halimah, putri seorang pejabat Kabupaten Banten Kulon, ia mendirikan Madrasah Masyarikul Anwar yang dikenal sebagai pesantren ilmu fikih, tasawuf, dan ilmu beladiri.

Selain pesantren yang ada di Kampung Caringin, Kecamatan Labuan itu, peninggalan Kiai Asnawi yang masih ada dan dapat dirasakan manfaatnya sampai sekarang adalah Masjid Agung Caringin.

Febri Jiwandana, mahasiswa UIN Bandung pada 2021 menulis, masjid tersebut dibangun kembali pada 1884, setelah tersapu tsunami besar seiring terjadinya letusan Gunung Krakatau pada Agustus 1883.

Kiai Asnawi membangun kembali masjid tersebut sebagai pusat syiar agama Islam dan menjadi pusat perjuangan rakyat Banten melawan penjajahan Belanda. Hingga kini, kendati Kiai Asnawi telah meninggal dunia pada 1937, masjid dan tapak-tapak perjuangannya masih membekas di bumi pertiwi ini.



Baca juga: Diajukan Jadi Pahlawan Nasional, Ini Profil Kiai Bisri Syansuri


Empat Syarat Pemimpin Tersirat dalam Carita Parahyangan

Koropak.co.id, 03 May 2023 19:20:48

Admin


Koropak.co.id - Masyarakat Indonesia bakal memilih Presiden baru melalui pemilihan umum yang akan dilangsungkan pada 2024. Sejumlah nama sudah santer disebut, dan beberapa di antaranya dipastikan bakal menjadi calon yang telah diusung partai-partai politik.

Di republik ini, suksesi kepemimpinan seperti itu sudah terjadi sejak era kerajaan. Salah satunya dipaparkan dalam naskah Carita Parahyangan yang ditulis sekitar tahun 1580 masehi. Dalam naskah Sunda kuno itu diceritakan penggantian raja di kerajaan-kerajaan di tanah Sunda, seperti Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh.

Agus Heryana, dalam jurnal Patanjala edisi Juni 2014, memaparkan penyebab-penyebab penggantian seorang raja, di antaranya karena gering lampah atau salah perilaku, lantaran polahna resep ngarusak nu tapa atau sebab kelakuannya senang merusak kebaikan, ngarampas tanpa rasrasan atau merampas hak orang tanpa perikemanusiaan, dan ngahina pandita atau menghina kaum agamawan.

Menurutnya, salah satu intisari dari amanat Carita Parahyangan adalah soal keruntuhan sebuah kerajaan yang disebabkan pemimpinnya tidak berorintasi pada kehidupan akhirat. Mereka lebih mementingkan kesenangan pribadi ketimbang kesejaheraan rakyatnya.

Soal kepemimpinan, dalam naskah Carita Parahyangan mengisyaratkan empat syarat yang harus dipenuhi seorang pemimpin. Syarat pertama adalah memiliki kekuatan. Seorang pemimpin selalu berhubungan dengan kekuasaan yang diperolehnya melalui kekuatan atau kemampuan dirinya.

Kedua, pemimpin harus sehat jasmani rohani. Sehat jasmani berarti tidak cacat badan dan sehat rohani bisa membedakan baik dan buruk, salah dan benar. Naskah Carita Parahyangan menginformasikan dua orang raja yang gagal naik takhta disebabkan cacat tubuh, yaitu Rahiang Sempakwaja dan Rahiyang Kidul.

Ketiga, pendidikan. Keberhasilan seorang pemimpin erat kaitannya dengan pendidikannya, dan sangat bergantung pada kualitas guru.

Syarat keempat adalah musyawarah sebagai jalan mencapai kesepakatan dalam mengambil keputusan.

Dalam tulisannya itu, Agus Heryana memaparkan, Niskala Wastukancana tidak akan menjadi besar dan wangi namanya jika ia tidak didik oleh seorang guru yang saleh, yaitu Sang Bunisora. Ia ditinggal wafat ayahnya, Prabu Linggabuana, pada usia 9 tahun. 

Ayahnya meninggal pada peristiwa Bubat tahun 1357 masehi. Usia yang masih muda tidak memungkinkan menjabat kedudukan sebagai Raja Sunda. Oleh karena itu, pemerintahan dipegang oleh pamannya, Sang Bunisora. 



Baca: Selir dan Ki Seh Bodin; Sepenggal Cerita dalam Babad Sinelan Nasekah


Ia sangat tekun mendalami agama sehingga dipandang sebagai seorang raja-pendeta. Penulis Carita Parahyangan menggelarinya satmata. Menurut kropak 630 tingkat batin manusia dalam pendalaman agama adalah acara, adigama, gurugama, tuhagama, satmata, surakloka, dan nirawerah. 

Satmata adalah tingkat kelima dan tahap tertinggi bagi seseorang yang masih ingin mencampuri urusan duniawi. Setelah mencapai tingkat keenam, surakloka, orang sudah menertawakan dunia, dan pada tingkat ketujuh, nirawerah, akan padamlah segala hasrat dan nafsu.

Setelah berusia 23 tahun, Wastukancana naik takhta menggantikan Bunisora. Ajaran yang ditingggalkanya adalah membiasakan diri berbuat kebajikan dan mendorong kesejahteraan sejati. 

Selain Wastukancana, ada raja lain yang menonjol dan dianggap berhasil dalam kepemimpinannya, yaitu Prabu Darmasiksa. Ia adalah tokoh yang meletakkan dasar-dasar pandangan hidup secara tertulis berupa nasihat yang dikenal dengan sebutan Amanat Galunggung.

Salah satu amanatnya adalah harus bersama-sama mengerjakan kemuliaan melalui perbuatan, ucapan, dan itikad yang bijaksana. Selain itu kuat pendirian, tidak mudah terpengaruh, dan berkonsentrasi pada cita-cita yang ingin dicapai.

Ia pun mengamanatkan untuk tidak merasa diri yang paling benar, jangan membunuh yang tidak berdosa, jangan merampas hak orang lain, jangan menyakiti orang yang tidak bersalah, dan jangan berebut kedudukan.

Sementara itu, dalam ajaran Sanghyang Siksakandang Karesian ditekankan tentang pentingnya berpegang teguh pada kebenaran dalam menjalankan setiap tugas. Hal itu diperlukan untuk mencapai kesejahteraan lahir batin.

Ajaran lainnya adalah seseorang yang melakukan tugas demi kebajikan dan kesejahteraan harus rela dan bersedia menerima kritik dari orang lain. Kritik itu ibarat air untuk mandi bagi orang yang dekil, ibarat minyak bagi orang yang burik, bagaikan nasi bagi orang yang lapar, bagaikan air minum bagi orang yang sedang haus, dan ibarat sirih pinang bagi orang yang sedang kesal.

Bila pancaparisuda atau lima penawar yang terdapat dalam kritik diterima dengan baik, seorang pemimpin akan seperti padi yang runduk atau tunduk karena berat berisi.



Baca juga: Raja Galuh di Kala Banjir Nabi Nuh: Tutur Purwaning Jagat