Koropak.co.id, Jawa Barat – Dodol dan Garut seperti dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Dimana ada dodol, disitu nama Garut tersemat.
Padahal sebetulnya bukan cuma dodol yang identik dengan Garut. Teh rakyat bernama “Teh Kejek” satu diantaranya.
Teh dengan cita rasanya yang sangat khas ini memang banyak keistimewaan. Rasa yang unik dihasilkan dari proses produksi yang tak biasa. Memang, cara pengolahan dari teh kejek ini masih mempertahankan cara tradisional.
Diyakini muncul sejak awal 1900-an, proses pembuatan teh asli Garut ini masih memesona sampai dengan saat ini. Diketahui, kata kejek dalam bahasa Sunda sendiri berarti diinjak.
Mari tengok cara membuat teh legendaris ini. Pertama, daun teh yang sudah disangrai lalu diinjak-injak di sebuah parit panjang dengan tujuan untuk menyempurnakan proses pengeluaran getah daun teh. Hal itu juga dilakukan agar bisa mendapatkan hasil fermentasi yang lebih baik.
Biasanya, para pengolah teh kejek ini akan menginjak daun teh layaknya seperti gerakan orang yang tengah berjalan di atas treadmill. Injak terus dengan penuh tenaga dan gembira.
Setelah diinjak, teh pun akan masuk dalam tahap pengeringan. Daun teh nantinya akan disimpan di atas tungku api. Setelah dikeringkan, untuk memastikan benar-benar kering, daun teh akan kembali di sangrai.
Kemudian setelah itu masuk pada proses pengayakan. Proses ini dilakukan untuk memisahkan daun teh dengan tangkainya. Namun dikarenakan jumlah pesanan teh yang semakin tinggi, biasanya pabrik tek juga akan menggunakan mesin untuk mempercepat proses produksinya.
Akan tetapi jangan salah sangka dulu, penggunaan mesin itu juga tetap tidak menghilangkan cara tradisionalnya dan hanya dipakai untuk mempercepat waktu produksinya saja. Untuk teh yang sudah selesai diproses pun selanjutnya akan didistribusikan ke pasar tradisional.
Proses pembuatan teh secara tradisional ini tentunya menjadi potret bagaimana masyarakat pedesaan masih mempertahankan tradisi mereka di tengah derasnya kemajuan zaman yang semakin berkembang pesat.
Meski dalam kesederhanaannya, proses produksi teh secara manual ini tetap bisa menghasilkan teh dengan cita rasa khas yang membuatnya mampu bertahan sampai dengan saat ini. Lantas, bagaimana dengan sejarah dari teh kejek asli Garut ini?
Sayangnya, tidak ada data atau catatan yang pasti mengenai asal-usul dari teh kejek Garut. Akan tetapi, diduga pembuatan teh kejek sendiri muncul seiring dengan kemunculan usaha perkebunan teh Waspada pada 1865-an, yang dirintis oleh Karel Frederik Holle di daerah yang kini masuk wilayah Cikajang dan Cigedug.
Baca: Ada Cerita Jam Gadang di Balik Nikmat Teh Talua
Kala itu, Holle merekrut warga setempat yang dibantu juga dengan pekerja asal Tiongkok yang berpengalaman dalam pembudidayaan dan pengolahan teh menjadi siap seduh. Sehingga, ada kemungkinan bahwa teh kejek ini merupakan hasil kolaborasi antara Holle dan pekerja asal negeri tirai bambu itu.
Hal itu dikarenakan dalam proses pembuatan teh kejek, sama dengan yang biasa dilakukan oleh pembuat teh di Tiongkok atau Eropa hingga saat ini. Namun perbedaannya hanya terletak dari segi teknologinya saja.
Jika proses pembuatan teh di perusahaan lain sudah menggunakan mesin pemanas dan penggilingan raksasa yang digerakkan oleh listrik, namun untuk proses pembuatan teh kejek di Kabupaten Garut itu masih dilakukan secara manual dengan peralatan tradisional, kayu bakar dan dengan cara diinjak-injak.
Meskipun dibuat secara tradisional, siap sangka teh kejek justru banyak sekali penggemarnya. Bahkan, kegemaran itu juga secara perlahan telah melahirkan kebiasaan minum teh baru di Garut yang dikenal dengan “tradisi Nyaneut”. Tradisi minum teh tersebut berguna untuk menghangatkan tubuh di tengah dinginnya udara malam.
Sayangnya, ledakan komoditas teh itu justru tak bertahan lama. Saat itu, kualitas teh rakyat termasuk di Jawa Barat anjlok akibat minimnya harga jual teh. Akibatnya, teh pun menjadi usaha yang tidak menguntungkan khususnya bagi petani yang hanya memiliki lahan kurang dari 0,5 hektare hingga banyak petani yang menelantarkan kebunnya.
Kondisi ini juga semakin diperparah dengan adanya perlakuan pasca panen yang buruk dari kebun teh yang masih tersisa. Jika sebelumnya pemetikan pucuk daun teh dilakukan dengan teliti menggunakan tangan, sebagian petani saat ini justru tergoda menggunakan mesin pemotong dengan alasan efisiensi. Tak jarang ada juga petani yang membabat teh menggunakan parang.
Semua itu pun menjadi penyebab sulitnya mendapat bahan baku teh dengan kualitas yang baik. Hal ini jugalah yang membuat banyak usaha pembuatan teh kejek, baik yang berada di Cigedug maupun di Cikajang gulung tikar. Kendati demikian, hingga kini masih ada yang mencoba untuk bertahan.
Karena, mereka mempercayai bahwa usaha ini layak untuk diteruskan karena dapat memberikan penghidupan yang lebih baik bagi masyarakat setempat. Terlebih lagi, teh kejek ini memiliki cita rasa yang khas dibandingkan dengan teh lain yang diproduksi menggunakan mesin. Hal itu tentunya membuat teh kejek memiliki pasarnya sendiri.
Silakan tonton berbagai video menarik di sini: