Koropak.co.id – Usia boleh saja tua, tapi soal keahlian berani diadu dengan mereka yang masih muda. Memang tak sembarang orang bisa melukis di payung seperti ini. Sekilas tampak sederhana dan mudah, tapi setiap polesan menyimpan perjalanan panjang dari ikon Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, ini.
Perempuan berusia 61 tahun ini namanya Hasanah. Ia merupakan satu dari dua pelukis payung geulis yang sampai sekarang masih setia berkarya. Kebersamaannya dengan produk khas Kota Tasikmalaya itu bukan baru kemarin sore. Hampir seluruh usianya tak pernah lepas dengan payung geulis.
Salah satu kenangan yang hingga saat ini masih membekas di ingatannya adalah ketika Panyingkiran, kampung tempat tinggalnya, didatangi bule dari Eropa pada tahun 1970-an. Ia kaget dan takut melihat kedatangan orang-orang berkulit putih dengan postur tubuh tinggi. Maklum, saat itu ia masih duduk di bangku sekolah dasar.
Lahir dan besar di sentra pembuatan payung geulis membuat Hasanah paham betul perkembangan produk kerajinan tangan itu dari waktu ke waktu. Ia menjadi salah satu saksi hidup dari maju mundurnya usaha industri rumahan tersebut. Ia merasakan bagaimana naik turunnya industri payung geulis
“Yang suka ikut pameran itu Ibu. Ikut ke Jakarta, salaman dengan (Presiden) Soeharto. Dapat Kalpataru. Sampai sekarang ke Taman Mini (TMII) sudah bosan. Di Bandung, di Hotel Preanger. Di Jakarta, di Sahid Jaya Hotel. Sebulan (ikut pameran),” kata Hasanah.
Hasanah tampak semringah menceritakan pengalamannya membersamai kejayaan payung geulis. Kendati saat ini kondisinya tak lagi seperti dulu, ia bersyukur payung geulis masih bertahan setelah menghadapi segala gempuran. Pesona payung geulis tak lantas memudar walau sempat dihadapkan pada beragam keadaan yang tidak diharapkan.
Perjalanan panjang payung geulis yang dimulai sejak 1930an telah mengalami pasang surut, bahkan sempat vakum beberapa tahun. Namun, salah satu produk kebanggaan warga Kota Tasikmalaya ini kembali bangkit dan bertahan hingga sekarang.
Kendati jumlahnya tidak sebanyak dulu, saat ini masih ada beberapa perajin yang setia melukis potensi cantik payung geulis. Mereka masih membuat payung geulis sesuai pesanan. Bukan hanya dalam kota, pemesannya banyak yang berasal dari luar daerah, seperti Cirebon, Bandung, Jakarta, bahkan lintas pulau.
Baca: Raih Sertifikat WBTb, Begini Sejarah Payung Geulis Tasikmalaya
Salah satu perajin yang sampai sekarang masih berkarya adalah Budi Indra dengan bendera Nailah Collection. Kalau kondisi usaha sedang bagus, dalam sebulan Budi bisa memproduksi sekitar seribu payung geulis dengan beragam motif dan ukuran.
Masih banyaknya peminat payung geulis membuat para perajin optimistis bahwa usaha yang sebagiannya dilakukan turun-temurun ini akan tetap bertahan dan menjadi penggerak roda ekonomi. Kendati kondisinya tidak sebagus dulu, perlahan namun pasti para perajin masih terus melangkah.
Nanang Saepul Bahri, perajin payung geulis di Prima Art, menjelaskan, para pembuat kerajinan tangan berbahan utama bambu ini tengah merangkak bangkit setelah terpuruk dihantam pandemi Covid-19.
Dalam sebulan, saat ada pesanan yang masuk untuk beragam keperluan, Nanang bisa membuat sekitar 500 payung geulis. Namun, ada kalanya ia tidak mendapatkan pesanan sama sekali, sehingga dapur produksi terhenti. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia memilih bekerja di pasar sembari menunggu ada pesanan.
Kendati sudah beralih fungsi dibanding awal kemunculannya, hingga saat ini payung geulis masih bertahan. Dulu, payung geulis dimanfaatkan untuk keperluan harian, seperti menghalau teriknya panas matahari.
Tapi kini beda lagi. Payung geulis lebih dimanfaatkan sebagai aksesori dalam dan luar ruangan atau dijadikan cendera mata khas Kota Tasikmalaya. Soal harga, nominalnya berbeda-beda, mulai Rp25.000 sampai ratusan ribu rupiah, tergantung ukuran dan bahan yang digunakan.
Sebagai kerajinan tangan yang memiliki nilai sejarah, payung geulis telah terbukti menjadi industri rumahan yang mampu membuka diri pada setiap perkembangan zaman. Semula penutupnya menggunakan kertas, kini memakai kain dengan beragam warna dan bisa lebih tahan lama. Selain dilukis, kini mulai dipadupadankan dengan seni bordir, sehingga tampak lebih cantik seperti namanya; payung geulis.
Baca juga: Payung Geulis, Kerajinan Khas Tasikmalaya Turun Temurun