Video

Pesan Tiga Kiai dalam Reuni Alumni Al-Manshuriyyah Cibodas

×

Pesan Tiga Kiai dalam Reuni Alumni Al-Manshuriyyah Cibodas

Sebarkan artikel ini

 

Koropak.co.id – Usia pondok pesantren yang satu ini sudah lebih dari satu abad. Tak heran, dari Pondok Pesantren Al-Manshuriyyah yang berdiri sejak 1918 ini telah melahirkan banyak alim ulama yang tersebar di sejumlah daerah.

Tiga di antaranya adalah K.H. Eros Rosikin pimpinan Pondok Pesantren Al-Ikhwan Karawang, K.H. Syarif Hidayatullah pengasuh Pondok Pesantren Al-I’tihad Pagerageung, dan K.H. Ade Purnama Alam dari Karawang.

Ketiga kiai tersebut hadir dan memberikan tausiah dalam silaturahmi akbar dan temu alumni Pondok Pesantren Al-Manshuriyyah, Senin, 1 Agustus 2022. Turut hadir para alumus dari berbagai daerah, dan banyak di antara mereka yang mengaku pangling karena baru datang lagi ke pesantren setelah puluhan tahun lalu keluar dari pondok.

Ada kehangatan dalam temu alumni yang digelar di kompleks pesantren yang berada di Kampung Cibodas, Desa Mekarwangi, Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat ini. Ada banyak ilmu yang disampaikan para penceramah.

Dalam tausiahnya, K.H. Eros Rosikin memaparkan tentang rida Allah Subhanahu wata’ala. Menurutnya, setiap muslim pasti berharap mendapat rida Allah, namun tak sedikit yang tidak tahu apa dan bagaimana mendapatnya rida-NYA.

“Rida Allah itu di mana adanya? Ternyata setelah dipelajari, rida Allah, definisinya adalah hati merasa bahagia tatkala menerima nasib yang kurang baik. Ketika datang bencana, ketika sakit, rugi dalam usaha, hati tetap bahagia. Itu maqam rida. Mana kala seseorang sudah berada di dalam level rida, di manapun berada selalu bahagia,” katanya.

“Jadi pedagang, bahagia. Jadi petani, bahagia. Jadi kiai, bahagia. Begitu kalau sudah mencapai level rida. Lalu yang jadi pertanyaan, di mana adanya Rida Allah? Ternyata adanya dalam sidik dan makrifat. Di sana adanya (rida Allah),” tambahnya.

Kiai Eros menegaskan, rida Allah tidak akan bisa diraih kalau seseorang tidak sidik atau tidak benar. Sidik berarti menerima dan menjalankan setiap hukum Allah. Sidik itu berarti benar; benar dalam syariat, benar dalam tarekat, benar dalam hakikat.

Ia lantas mencontohkan seorang copet yang berdalih melakukan perbuatannya itu lantaran untuk menafkahi keluarga. Alasan itu tidak bisa diterima, dan pasti tidak akan mendatangkan rida Allah, karena tidak memenuhi syarat benar.

Menurutnya, perlu usaha yang sungguh-sungguh untuk bisa mendapatkan rida Allah. Salat tidak bisa hanya asal salat, ibadah yang lain tidak bisa hanya asal ibadah. Semua harus bermuara kepada Allah. Hati hanya tertuju kepada Allah, sehingga rida-NYA bisa diraih. Syaratnya adalah menjadi orang yang benar dan makrifat.

 

Baca: Wapres RI, Ma’ruf Amin Resmikan 1.004 BLK Komunitas di Ponpes Cipasung Tasikmalaya

 

“Mudah-mudahan kita benar-benar mendapat rida Allah Subhanahu wata’ala. Pulang dari sini mendapat rida Allah. Syaratnya, pertama, jadi orang yang benar. Benar dalam syariat, benar dalam tarekat, dan benar dalam hakikat. Dua, jadi orang yang makrifat. Insya Allah, pulang ke rumah masing-masing membawa rida Allah Subhanahu wata’ala,” harapnya.

Sementara itu, K.H. Ade Purnama Alam, mengingatkan jemaah tentang hakikat tauhid. Tidak ada yang boleh disembah selain Allah Subhanahu wata’ala; Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi. Tidak ada yang berhak dipuja dan dipuji selain Allah.

Begitupun dalam urusan rezeki. Bukan bertani yang membuat orang jadi kaya, bukan pula karena dagang orang punya banyak harta, tapi semua karena Allah Subhanahu wata’ala. Hanya Allah yang memberi harta, karena IA yang mempunyai segala kekayaan.

“Dalam Al-Qur’an dijelaskan, sembahlah Allah dan jangan mempersekutukanNYA. Bagaimana tafsirnya? Tegasnya, beribadah itu harus bertauhid. Lahirnya bertauhid, batinnya bertauhid, ruhaninya juga bertauhid. Lahirnya bertauhid, ucapkan Allah, kita harus selalu ingat Allah dalam segala urusan. Mau bekerja, awali dengan Bismillah. Setelahnya, ucapkan Alhamdulillah. Itu tauhid. Kita zikir ke Allah,” tuturnya.

Pesan senada disampaikan K.H. Syarif Hidayatullah. Pimpinan Pondok Pesantren Al-I’tihad Pagerageung itu menekankan tentang pentingnya meminta maaf kepada manusia agar selalu mendapat rida Allah Subhanahu wata’ala.

Menurutnya, rezeki seorang hamba akan terhalang oleh kesalahan atau dosanya kepada sesama manusia. Selama belum meminta maaf, maka itu akan menjadi penghalang rezeki, baik rezeki dunia atau rezeki batin. Sering-sering beristigfar adalah kuncinya.

Hal lain yang tak kalah penting adalah selalu memerhatikan makanan yang masuk ke dalam perut. Semua yang dimakan dan diminum harus dipastikan halal. Jangan ada barang haram yang dimakan atau dipakai, sehingga tidak ada hijab atau penghalang turunnya rida Allah Subhanahu wata’ala.

“Ingat! Dosa itu menjadi penghalang rezeki: rezeki dunia, rezeki batin. (Dosa) Jadi penghalang. Susah mencari rezeki halal, dapatnya yang haram, gara-gara punya dosa tidak diampuni Allah lantaran belum beristigfar,” ujarnya.

“Kalau yang dimakan barang riba, ingat perkataan para ulama, setiap yang masuk ke dalam perut, timbul dari hati. Kelakuan hati tergantung apa yang dimakan. Kalau yang dimakan halal, hati akan baik. Kalau yang dimakan barang riba, hati akan jelek,” tambahnya.

“Bagaimana hati yang baik? Satu, terus-menerus eling. Kalau sedang punya uang tidak ingat (Allah), ketika tidak punya uang baru ingat. Hati seperti itu tidak sehat. Punya uang, orang tua tak punya, tapi tidak mau memberi, itu tidak punya hati. Terus-menerus eling. Sedang punya uang eling, tidak punya uang juga eling. Di masjid eling, di luar masjid juga eling,” lanjutnya.

 

Baca juga: Kiai Abun dan Kiai Juhadi, Jadi Wajah Baru Pimpin PWNU Jabar Lima Tahun Kedepan

 

error: Content is protected !!