Video

Kerak Telor, Makanan Khas Betawi Dijual Orang Garut

×

Kerak Telor, Makanan Khas Betawi Dijual Orang Garut

Sebarkan artikel ini

 

Koropak.co.id – Berpeci merah, menjual kerak telor, gaya bicaranya Jakarta punya, siapapun pasti akan menyangka kalau lelaki yang satu ini adalah orang Betawi. Salah. Dugaan itu salah. Kendati menjual makanan khas Betawi, pria bernama Usep ini orang asgar alias asli Garut.

Ia sudah lebih dari sepuluh tahun melakoni usahanya ini. Dagang dari satu tempat ke tempat lain. Di mana ada keramaian, di sana ada pedagang kerak telor. Begitulah Usep dan rekan-rekannya. Dia tidak sendirian memang. Ada puluhan orang yang menjalani usaha serupa. Semuanya orang Garut.

Kebanyakan orang menyangka kalau penjual kerak telor itu dari Jakarta, karena memang makanan tersebut Betawi punya. Di bagian depan pikulannya dipasang spanduk bertuliskan huruf besar: KERAK TELOR khas BETAWI.

Di mana ada keramaian, di situ ada penjual kerak telor. Seperti itulah mereka. Di tempat asalnya, setiap ada Pekan Raya Jakarta, misalnya, pasti ada pedagang kerak telor. Bukan hanya di ibu kota, mereka biasa “menyerbu” daerah-daerah lain yang menggelar acara tahunan, seperti festival atau pameran. Para penjual kerak telor dari Garut pasti ada di sana.

Usep mengaku sudah menjual kerak telor sejak 2012. Kali ini ia bersama sepuluh rekannya berjualan di area Masjid Al Jabbar, Bandung. Tak lama sejak masjid tersebut diresmikan dan banyak orang datang ke sana, radar usaha Usep bergerak cepat.

Ia segera merapat ke Masjid Al Jabbar, menyewa mobil untuk bawa pikulan, mencoba peruntungan menjual kerak telor. Jika sedang bagus, dalam sehari ia bisa menjual lebih dari 50 kerak telor. Harga satunya antara Rp20.000 sampai Rp25.000, tergantung telur yang dipilih.

 

Baca: Awalnya Dibuat Tak Sengaja, Begini Sejarah Kerak Telor

 

Jika harganya Rp20.000 lalu dikali 50 porsi, berarti omzetnya mencapai Rp1 juta. Bila melihat bahan-bahan yang digunakan, seperti telur, ketan, dan kelapa sangrai, untungnya bisa berlipat-lipat dari modal yang dikeluarkan. Apalagi dimasaknya cuma pakai arang, tanpa gas dan minyak goreng.

Tak heran, para pedagang kerak telor tidak pernah absen jika ada keramaian berjadwal, seperti pameran-pameran atau festival. Mereka sengaja berangkat dari Garut, meninggalkan pekerjaan harian untuk meraup untung dari kerak telor. Bila sedang tidak ada pameran, mereka kembali ke rutinitas semula, seperti bertani, menjadi buruh dan lainnya.

Ditilik dari sejarahnya, perjalanan kerak telor tidaklah sependek penggalan. Ada cerita panjang yang menyertainya. Dulu, makanan yang satu ini dibuat tanpa sengaja. Masyarakat Betawi mencoba mengolah beragam makanan berbahan kepala.

Waktu itu di Betawi atau Batavia memang banyak kelapa. Dari percobaan itu, jadilah kerak telor. Bukan hanya warga pribumi, orang Belanda pun suka. Hanya kalangan elite yang bisa menikmati kerak telor.

Namun, seiring perjalanan waktu, terutama setelah dijual untuk masyarakat umum, kerak telor bisa disantap oleh beragam kalangan. Siapapun bisa menikmatinya dengan harga yang relatif terjangkau. Bukan cuma rasanya yang unik, dalam satu porsi kerak telor ini ada fragmen sejarah kuliner dari Betawi yang sudah terkenal ke seantero negeri.

 

Baca juga: Mi Juhi, Kuliner Khas Betawi yang Keberadaannya Kini Semakin Langka

 

error: Content is protected !!