Memoar

Kartono, Dari Wartawan di Eropa Jadi Penerjemah PBB

×

Kartono, Dari Wartawan di Eropa Jadi Penerjemah PBB

Sebarkan artikel ini

Koropak.co.id – Perundingan antara Jerman dan Perancis itu berlangsung sangat tertutup. Hanya pihak-pihak tertentu yang tahu, karena dilakukan di atas gerbong kereta api yang diparkir di tengah hutan. Seorangpun tidak ada yang boleh menyebarluaskan hasilnya. Siapa yang melanggar akan ditembak mati tanpa melalui proses pengadilan.

Ancaman itu tidak membuat nyali Raden Mas Panji Sosrokartono menjadi ciut. Putra ketiga bupati Jepara Adipati Ario Sosroningrat, yang juga kakak kandung Raden Ajeng Kartini itu mendapatkan informasi yang sangat rahasia tersebut. 

Kartono yang saat itu bekerja sebagai wartawan The New York Herald biro Eropa memperoleh kabar rahasia tentang Jerman yang menyerah kepada Perancis. Ia lantas memuatnya dalam surat kabar asal Amerika Serikat itu.

Lantaran berita tersebut, seperti ditulis Minanur Rohman Mahrus Maulana dalam tesisnya yang ditulis pada 2017, nama Sosrokartono semakin melejit dan mendapat apresiasi tinggi dari kalangan jurnalis internasional.

Bukan hanya para wartawan, banyak orang penting di Eropa yang mengapresiasi kecerdasan Sosrokartono. Itu di antaranya terbukti dengan dipilihnya Sosrokartono menjadi juru bahasa tunggal blok Sekutu pada tahun 1918. 

Sosrokartono memang punya kecerdasan dalam penguasaan banyak bahasa. Bukan satu dua atau tiga, ia menguasai puluhan bahasa asing, termasuk bahasa Slavia dan Rusia. Karena itulah ia ditunjuk menjadi juru bicara setelah melalui proses seleksi yang ketat.

Sebagai juru bicara, ia bertugas menjelaskan berbagai hal kepada banyak pihak. Namun, lantaran harus menyampaikan informasi sesuai dengan kepentingan Sekutu, nuraninya berontak. Apalagi, tidak semua informasi yang disebarluaskan itu benar. Sosrokartono mengundurkan diri. Ia memutuskan berhenti jadi juru bicara.

Baca: Kartono, Orang Jawa yang Jadi Wartawan di Eropa

Tak lama setelah itu, pada 1919, Sosrokartono dipilih menjadi Atase pada kedutaan besar Perancis di ibukota kerajaan Belanda di Den Haag. Ia menjadi satu-satunya orang Jawa yang mendapatkan kedudukan tinggi di kedutaan tersebut.

Ia bertugas melakukan komunikasi dengan banyak pihak mewakili Pemerintah Perancis. Namun lantaran yang dilakukannya bukan untuk mewakili kepentingan bangsa Nusantara yang sedang dijajah Eropa, nurani Kartono kembali berontak. Ia mengundurkan diri sebagai atase kedutaan dan merencanakan pulang ke Tanah Air.

Namun, rencananya pulang ke Indonesia tidak bisa langsung dijalankan. Ia diangkat menjadi juru bahasa di Liga Bangsa-Bangsa yang berkedudukan di kota Genewa Swiss. Di tempat barunya itu, Sosrokartono mulai bergaul dengan diplomat-diplomat dan negarawan-negarawan dari banyak negara di dunia. 

Dibentuknya Liga Bangsa-Bangsa yang kemudian berganti nama jadi Persatuan Bangsa-Bangsa pada 1921 adalah untuk menciptakan perdamaian dunia. Namun, pada kenyataannya tidak begitu. Ada beberapa negara yang mendorong terjadinya perang, dan menjadikan PBB sebagai alat bagi negara-negara kuat untuk menguasai dunia.

Lagi-lagi, nurani Sosrokartono berontak. Kendati jabatannya sudah mapan, ia memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya sebagai penerjemah di PBB. Setelah lama mengembara di negara-negara Eropa, Sosrokartono akhirnya pulang ke Tanah Air pada 1925.

Setelah menemui ibu dan saudara-saudaranya, termasuk ziarah ke makam ayahnya dan Kartini, Sosrokartono memutuskan tinggal di Bandung. Salah satu aktivitas yang dilakukannya di Kota Kembang itu adalah membuka Daroes Salam atau rumah yang damai. Di tempat itu, Sosrokartono menapaki jalan spiritual dan membuka praktik pengobatan.

Silakan tonton berbagai video menarik di sini:

error: Content is protected !!