Koropak.co.id – Satu dari sedikit tanggal peringatan yang menempel kuat di ingatan adalah Hari Kebangkitan Nasional. Orang-orang menyebutnya Harkitnas yang diperingati setiap tanggal 20 Mei. Peringatan itu berpijak pada pendirian organisasi modern pertama di nusantara yang bernama Boedi Oetomo.
Begitulah informasi yang didapat dalam pelajaran sejarah saat sekolah, dan dari dulu sampai sekarang masih mengingatnya. Tapi hanya itu yang menempel di ingatan. Hanya ada tanggal dan nama. Detailnya seperti apa, ya tidak tahu.
Dan ternyata, ada satu hal yang belum banyak orang tahu, yakni sikap Boedi Oetomo yang ekslusif atau menutup diri pada entitas lain. Organisasi yang didirikan di Batavia oleh Soetomo dan mahasiswa STOVIA, sekolah dokter yang diperuntukkan bagi pribumi, itu hanya boleh diikuti bangsa Jawa dan Madura.
Ahmad Mansur Suryanegara dalam Api Sejarah 1 menjelaskan, Boedi Oetomo menutup diri bagi orang nonJawa, meskipun yang bersangkutan merupakan bangsawan. Tapi tidak begitu kepada warga Cina dan Eropa. Boedi Oetomo menyambut dengan tangan terbuka.
Saat Soekarno dan tokoh lainnya membentuk Permoefakatan Perhimpoenan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI), di Yogyakarta, pada 17 Desember 1927, Boedi Oetomo punya sikap sendiri.
Di saat organisasi yang lain satu suara untuk membangun Indonesia dalam persatuan, Boedi Oetomo tidak begitu. Mereka menolak pelaksanaan cita-cita persatuan Indonesia, sedangkan PPPKI meyakini tentang keharusan menyatukan ide melalui permufakatan di tengah keragaman organisasi.
Dalam Kongres di Surakarta, 6 April s.d. 9 April 1928, Boedi Oetomo menolak persatuan Indonesia. Itu lantaran mereka punya cita-cita sendiri, yakni mengembangkan bahasa Jawa, kesenian Jawa, dan agama Jawa dalam lingkup Djawa Raja.
Baca: 20 Mei Hari Kebangkitan Nasional Dipersoalkan, Kenapa?
Selang tujuh bulan dari kongres Boedi Oetomo, Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) menggelar Kongres Pemuda pada 28 Oktober 1928 di Kramat Raya, Jakarta. Dalam kongres yang dihadiri sekitar 750 orang itu lahirlah keputusan yang terkenal itu: Sumpah Pemuda.
Terkait sikap Boedi Oetomo yang menolak persatuan, Ricklefs, seperti ditulis Ahmad Mansur Suryanegara dalam Api Sejarah 1, menjelaskan, Soetomo dan rekan-rekannya dalam Boedi Oetomo merupakan golongan priyayi ekslusif yang bersikap kooperatif dengan pemerintah kolonial Belanda, lebih cenderung pada aliran kejawen, sekuler, dan antiIslam.
Sementara itu, Husaini Husda dari Universitas Islam Negeri Ar Raniry Banda Aceh, memaparkan, dalam kongres di Solo tahun 1928, Boedi Oetomo menolak pelaksanaan cita-cita persatuan Indonesia, dan bersikeras menjadikan organisasi tertutup bagi segenap suku bangsa Indonesia lainnya.
Ada pula bukti lain soal pendirian Boedi Oetomo merupakan kebijakan balance of power dari pemerintahan Hindia Belanda. Organisasi tersebut didirikan untuk mengimbangi gerakan kebangkitan pendidikan Islam yang dipelopori oleh Jamiatul Khair yang didirikan oleh kelompok bangsawan Arab pada 17 Juli 1905.
Lantaran itulah banyak pihak yang menggugat pendirian Boedi Oetomo pada 20 Mei dijadikan sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Penetapan tanggal itu menjadi polemik. Mungkinkah Boedi Oetomo melawan penjajahan, sementara mereka sangat dekat dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda?
Terlepas dari polemik itu, kehadiran Boedi Oetomo dinilai telah memberikan andil dalam bidang pendidikan dan kebudayaan. Dua hal itu diyakini sebagai instrumen penting dalam memajukan suatu bangsa.
Baca juga: Sejarah Hari Kebangkitan Nasional dan Kelahiran Organisasi Boedi Oetomo