Koropak.co.id – Masyumi, singkatan dari Majelis Syuro Muslimin Indonesia, adalah sebuah organisasi masyarakat yang berdiri di bawah pengaruh pendudukan Jepang tahun 1943, bertujuan untuk mengendalikan dan meredam potensi pemberontakan yang dapat muncul dari kelompok-kelompok Islam di Indonesia.
Keanggotaan Masyumi terdiri dari berbagai perkumpulan Islam yang telah mendapat pengakuan legal dari pemerintah serta para ulama yang direkomendasikan oleh Shumubu (Biro Urusan Agama).
Pemilihan nama “Masyumi” terjadi dalam Kongres Umat Islam yang diadakan pada 7-8 November di Gedung Madrasah Mu’alimin Yogyakarta. Pada kesempatan tersebut, Sukiman Wirjdosandjojo terpilih sebagai ketua Pengurus Besar, sementara KH Hasyim Asy’ari menjadi ketua Majelis Syuro.
Dalam Anggaran Dasar Masyumi, terdapat pernyataan tujuan organisasi, yaitu mewujudkan implementasi ajaran dan hukum Islam dalam kehidupan masyarakat dan negara Republik Indonesia dengan mendekati keridaan Ilahi.
Baca: Masyumi: Jejak Panjang Partai Politik Islam dalam Sejarah Indonesia
Selain kelompok-kelompok yang sudah terafiliasi, anggota Masyumi juga terdiri dari berbagai organisasi Islam dan individu yang kemudian bergabung. Sistem dualisme keanggotaan diperbolehkan dengan pertimbangan untuk memperluas basis anggota Masyumi tanpa diskriminasi kelompok tertentu.
Namun, dinamika ini menyebabkan perpecahan internal dalam Masyumi, khususnya di antara kelompok sosialis-religius yang dipimpin oleh Mohammad Natsir, Sjafruddin Prawiranegara, dan Mohammad Roem, dengan kelompok konservatif dan golongan tua yang dikoordinasikan oleh Sukiman dan Jusuf Wibisono.
Pertentangan internal ini akhirnya membentuk citra ganda Masyumi, yaitu sebagai partai oposisi dan sekaligus membiarkan anggotanya, atas nama individu, bergabung dengan kabinet Sjahrir. Meskipun ada keikutsertaan anggota dalam kabinet, perpecahan ini sebagian besar terkait dengan sikap oposisi partai itu sendiri.
Baca juga: 4 April 1952; Masyumi dan PNI Berkuasa dalam Kabinet Wilopo