Koropak.co.id – Setiap tahun, pada tanggal 10 November, bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan Nasional. Tanggal yang kini menjadi bagian penting dari sejarah nasional tersebut diabadikan melalui Keputusan Presiden No. 316 Tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur, yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno.
Kepres yang dihasilkan dari penandatanganan tersebut menetapkan tanggal 10 November sebagai hari untuk merenungkan jasa para pahlawan sekaligus mengenang tragedi berdarah yang melanda Surabaya pada tanggal tersebut.
Seperti yang diuraikan dalam pedoman Hari Pahlawan Nasional, tanggal 10 November 1945 merupakan saksi bisu dari pertempuran epik antara pasukan Indonesia dan pasukan Inggris.
Pertempuran ini mempunyai makna sejarah yang mendalam, karena menjadi perang pertama yang melibatkan pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pertempuran ini juga menjadi salah satu yang terbesar dan paling berat dalam kronik Revolusi Nasional Indonesia, mencitrakan semangat perlawanan sengit Indonesia terhadap cengkraman kolonialisme.
Setelah gencatan senjata di antara pihak Indonesia dan Inggris disepakati pada tanggal 29 Oktober 1945, situasi mulai mereda perlahan. Akan tetapi, bentrokan bersenjata tetap meletus antara rakyat Indonesia dan pasukan Inggris di Surabaya.
Ketegangan mencapai puncaknya saat Brigadir Jenderal Mallaby, pemimpin Tentara Inggris di Jawa Timur, tewas pada tanggal 30 Oktober 1945. Kematian Mallaby menjadi titik awal kemarahan Inggris terhadap Indonesia dan memicu dikeluarkannya ultimatum oleh Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh pada tanggal 10 November 1945.
Baca: Sejarah Hari Pahlawan dan Pertempuran Surabaya 10 November 1945
Ultimatum ini menuntut pihak Indonesia untuk menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan terhadap tentara AFNEI dan administrasi NICA. Ancaman serius pun disuarakan, mengancam akan dilancarkannya serangan darat, laut, dan udara terhadap kota Surabaya jika perintah Inggris tidak diindahkan.
Namun, rakyat Surabaya, yang lebih memilih berperang daripada menyerah, memilih untuk tidak mematuhi ultimatum tersebut. Pertempuran Surabaya yang sangat sengit pun meletus pada tanggal 10 November 1945, dan berlanjut selama lebih dari tiga minggu.
Medan perang di Surabaya kemudian mendapat julukan “neraka” akibat kerugian besar yang dihasilkan oleh pertempuran tersebut. Tidak kurang dari 20.000 warga Surabaya tewas, dengan mayoritas di antaranya adalah warga sipil yang tidak bersalah.
Selain itu, sekitar 150.000 orang terpaksa meninggalkan kota Surabaya, dan sekitar 1.600 prajurit Inggris tewas, hilang, atau terluka, dengan puluhan peralatan perang yang rusak atau hancur.
Dengan pengorbanan besar pejuang dan warga sipil serta semangat perlawanan yang tak kenal lelah yang ditunjukkan oleh rakyat Surabaya, Inggris merasa seakan terperangkap dalam situasi yang sangat sulit.
Inilah yang kemudian mengabadikan Surabaya sebagai “Kota Pahlawan,” menggambarkan semangat perjuangan dan pengorbanan rakyatnya dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Baca juga: Hari Pahlawan; Peran Santri dan Ulama untuk Negara