Muasal

Jembatan Rajamandala: Awal Sejarah Jalan Tol Indonesia

×

Jembatan Rajamandala: Awal Sejarah Jalan Tol Indonesia

Sebarkan artikel ini

Koropak.co.id – Jembatan Rajamandala, yang juga dikenal dengan nama Sasak Rajamandala, memperlihatkan dirinya sebagai jalur vital yang menghubungkan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. 

Sebagai sebuah simbol kejayaan infrastruktur, jembatan ini memiliki sejarah yang kaya, menjadi saksi bisu pertama bagi kemajuan jalan tol di Indonesia.

Pada tahun 1972, konstruksi megah sepanjang 200 meter ini mulai dibangun, menjadi cikal bakal jalan tol pertama di tanah air. Namun, baru pada tahun 1979, setelah diresmikan oleh Presiden Soeharto, jembatan ini mulai beroperasi. 

Fungsi utamanya adalah menggantikan peran jembatan Citarum Lama sebagai akses utama yang menghubungkan Cianjur dengan Bandung.

Saat pertama kali dibuka, pengguna jalan yang melintasi jembatan ini harus membayar tol. Meskipun tidak menjadi rute umum, tarif dikenakan sebesar Rp50 untuk sepeda motor dan Rp100 untuk mobil.

“Jembatan ini bukanlah jalur umum, melainkan jalan tol. Itulah sebabnya disebut jembatan tol. Pada tahun 1979 hingga tahun 80-an, tarifnya adalah Rp100 untuk mobil,” ungkap seorang warga Desa Mandalawangi sebagaimana dilansir dari laman Detik.

Seiring berjalannya waktu, tarif untuk melewati tol ini mengalami kenaikan menjadi Rp100 untuk sepeda motor dan Rp500 untuk mobil. Pada era 90-an, volume kendaraan yang melintasi jembatan ini mulai meningkat signifikan.

“Pada tahun 90-an, volume kendaraan meningkat pesat ketika tarifnya mencapai Rp500 untuk mobil. Oleh karena itu, banyak yang menyebutnya dengan istilah tol gopek, dengan tol seharga Rp500,” tambahnya.

Baca: Sejarah Jembatan Merah

Pintu tol terletak di kawasan Rajamandala, baik untuk arah Bandung menuju Cianjur maupun sebaliknya, dengan total delapan pintu tol, termasuk enam pintu untuk mobil dan dua pintu untuk sepeda motor.

“Pintu tol terbagi menjadi empat pintu di masing-masing jalur, namun semuanya terletak di wilayah Rajamandala,” lanjutnya.

Pengendara yang tidak membayar tol akan dihentikan oleh petugas di pintu penjagaan sekitar 100 meter dari pintu tol. Suara sirine akan menggema jika ada kendaraan yang tidak membayar.

Tol ini memiliki panjang sekitar 2 kilometer, mulai dari pos PJR hingga pintu tol. Namun, jembatan sebenarnya hanya memiliki panjang 200 meter, menjadikannya tol terpendek di Indonesia.

Fungsi tol dari jembatan ini berakhir pada tahun 2003, ketika dinyatakan sebagai jalan umum berdasarkan Keppres Nomor 37 Tahun 2003. 

Meskipun telah berubah menjadi jalan umum, kawasan ini kini digunakan sebagai lokasi wisata bungee jumping, yang menawarkan pengalaman ekstrem melompat dari ketinggian 30 meter, dengan latar belakang pemandangan alam yang menakjubkan dari pegunungan dan Sungai Citarum. 

Wisatawan dari berbagai penjuru telah mencoba wahana ekstrem ini, menambah kesan tersendiri pada sejarah yang kaya dari Jembatan Rajamandala.

Baca juga: Mengurai Sejarah Aliran Sungai dan Jembatan

error: Content is protected !!