Koropak.co.id – Di sebuah nagari di Provinsi Sumatera Barat, tradisi menarik mengenai hewan itik telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Tak hanya sebagai hewan ternak, melainkan juga menjadi peserta dalam sebuah permainan tradisional yang dikenal sebagai Pacu Itik.
Meskipun namanya mungkin tidak sepopuler pacu kuda atau pacuan sapi, namun pesonanya telah menarik minat banyak orang karena mengandung banyak filosofi yang mendalam.
Sejarah perlombaan pacu itik ini dimulai sekitar 90 tahun yang lalu oleh seorang petani bernama Jamin. Suatu sore, ketika Jamin sedang menggiring itik-itiknya menuju kandang, kejadian menarik terjadi.
Beberapa itik tiba-tiba terbang menjauh dari kawanan mereka, menciptakan pemandangan yang menghibur bagi Jamin. Kejadian ini, yang awalnya hanya sebuah anekdot, akhirnya menyebar di kalangan masyarakat setempat.
Cerita tentang itik yang bisa terbang ini akhirnya menjadi permainan tradisional yang disukai banyak orang. Jamin, yang awalnya hanya pemilik itik, kemudian dipercaya menjadi joki dalam perlombaan pacu itik.
Baca: Pacu Itiak Payakumbuh, Bukan Sembarang Itik yang Ikut Lomba
Perlombaan ini pun berkembang menjadi sebuah ajang kompetisi yang menarik dengan hadiah-hadiah yang menggiurkan. Namun, tidak semua itik bisa ikut serta dalam perlombaan ini. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi, seperti usia, kondisi fisik, dan bahkan jumlah gigi pada itik tersebut.
Perawatan khusus juga diberikan kepada itik yang akan diikutsertakan dalam perlombaan, mulai dari mandi rutin hingga pemberian makanan bergizi. Perlombaan pacu itik diselenggarakan oleh Persatuan Olahraga Terbang Itik (Porti) dengan dukungan dari dinas pariwisata setempat.
Meskipun tidak semua kampung di Sumatera Barat memiliki tradisi pacu itik, namun ada beberapa kampung yang secara aktif mengadakan perlombaan ini, seperti Sawah Padang Aua Kuniang, Aie Tabik di Kota Payakumbuh, Tanjung Haro Sikabu-kabu Padang Panjang, dan Sungai Kamuyang di Kabupaten Lima Puluh Kota.
Perlombaan ini tidak hanya sekadar ajang kompetisi, tetapi juga mengandung banyak filosofi yang mendalam. Para penonton belajar tentang kejujuran dari gerakan itik yang lurus menghadap ke langit, serta kesederhanaan tanpa memandang status sosial, usia, atau jenis kelamin.
Para peternak juga mengandung makna kedisiplinan dan ketekunan, yang tercermin dari persiapan yang matang agar itik yang ikut dalam perlombaan tetap sehat dan bebas dari penyakit.
Baca juga: Tradisi Pacuan Kuda Khas Sumbawa, Ada Sejak Zaman Belanda