Koropak.co.id – Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, seorang tokoh Islam Indonesia, menorehkan namanya dalam sejarah sebagai pelopor pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) dari tahun 1949 hingga 1962.
Langkahnya ini melahirkan Negara Islam Indonesia (NII) yang berdasarkan hukum syariah Islam, diumumkan pada tanggal 7 Agustus 1949. Terbentuknya NII dipicu oleh kekecewaan Kartosoewirjo terhadap pemerintah pusat.
Kartosoewirjo lahir di Cepu, Blora, Jawa Tengah, pada tanggal 7 Januari 1905, sebagai putra dari Kartodikromo, seorang lurah di Cepu.
Meskipun lahir dalam lingkungan yang tidak terlalu mapan, Kartosoewirjo mendapat kesempatan untuk bersekolah di pendidikan modern berkat kedudukan ayahnya yang cukup berpengaruh.
Dia mulai menapaki pendidikannya di usia 8 tahun di Inlandsche School der Tweede Klasse (ISTK) sebelum melanjutkan ke Europeesche Lagere School (ELS) di Bojonegoro, sebuah sekolah untuk anak-anak Eropa.
Di Bojonegoro, ia bertemu dengan tokoh Islam modern, Notodihardjo, yang memengaruhi pemikiran dan pandangannya terhadap Islam.
Setelah menyelesaikan ELS, Kartosoewirjo melanjutkan studinya di Perguruan Tinggi Kedokteran Nederlands Indische Artsen School. Selama masa perkuliahan, ia aktif dalam organisasi Syarikat Islam di bawah pimpinan HOS Tjokroaminoto.
Bergabung dengan Tjokroaminoto, bahkan tinggal bersamanya, telah membentuk landasan kuat bagi pemikiran dan aksi politik Kartosoewirjo. Namun, ketertarikannya dalam politik membuatnya diusir dari sekolah kedokteran pada tahun 1927 karena dianggap sebagai aktivis politik.
Baca: Mengenang Gerakan Darul Islam: Perlawanan Politik Awal Indonesia
Setelah meninggalkan sekolah kedokteran, Kartosoewirjo memasuki dunia jurnalistik sebagai pemimpin redaksi koran harian Fadjar Asia. Di sini, ia menyoroti ketidakadilan yang dialami rakyat Jawa di bawah kekuasaan bangsawan yang bersekongkol dengan Belanda.
Karier politiknya semakin cemerlang setelah ia bergabung dengan Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) dan menjabat sebagai sekretaris jenderal.
Meskipun terlibat aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, Kartosoewirjo sering berseberangan dengan pemerintah pusat, termasuk saat menolak perintah agar seluruh Divisi Siliwangi mundur ke Jawa Tengah.
Bahkan, ia menolak tawaran posisi menteri dari Perdana Menteri Amir Sjarifuddin. Karena kekecewaannya terhadap pemerintah pusat, Kartosoewirjo memimpin gerakan separatisme DI/TII di Jawa Barat, yang menyebabkan pembentukan Negara Islam Indonesia.
Langkah ini bertujuan untuk mengatasi kekecewaan terhadap pemerintah pusat, khususnya terkait Perjanjian Renville yang dinilainya merendahkan martabat para pejuang kemerdekaan.
Pemberontakan DI/TII yang dipimpin oleh Kartosoewirjo di Jawa Barat memunculkan tantangan besar bagi pemerintah Indonesia. Untuk menindaknya, pemerintah menurunkan pasukan Kodam Siliwangi dan menerapkan taktik Pagar Betis serta melancarkan Operasi Brata Yudha.
Akhirnya, pada tahun 1962, Kartosoewirjo berhasil ditangkap oleh pasukan Kodam Siliwangi di bawah pimpinan Letda Suhanda, menandai akhir dari pemberontakan DI/TII yang dipelopori olehnya.
Baca juga: Perjalanan Hidup Kartosoewirjo: Pendiri Gerakan Darul Islam