Koropak.co.id – Jakarta, awalnya hanya sebuah kota kecil, telah bermetamorfosis menjadi megapolis yang memukau. Perjalanan sejarahnya dipenuhi dengan dinamika perkembangan yang mengubahnya menjadi pusat kegiatan ekonomi, politik, dan budaya di Indonesia.
Di tengah gemerlapnya perkotaan, lalu lintas menjadi salah satu cerminan utama dari perkembangan yang cepat.
Pada tahun 1969, sebuah fenomena menarik terjadi di jalanan Jakarta: oplet, kendaraan umum berukuran kecil, mulai mengungguli angkutan penumpang lainnya.
Mereka membanjiri jalan-jalan dengan jumlah mencengangkan: 6.128 unit oplet berjalan di ibu kota. Kendaraan-kendaraan lain seperti bis kota, bis antarkota, dan bemo menjadi pesaing yang tangguh.
Tidak seperti kendaraan umum lainnya yang diimpor secara langsung, oplet dibuat secara lokal dari mobil-mobil bekas seperti Jeep Willys, Wagon, Morris, Austin, Fiat, Chevrolet, dan lainnya. Mereka menjadi milik para pengusaha kecil yang mencari nafkah untuk keluarga mereka.
Baca: Jejak Bersejarah: Pembentukan Pemerintah Stad Batavia di Jayakarta
Sebelum mobil-mobil ini diubah menjadi oplet, kekuatan mereka harus diperiksa oleh otoritas lalu lintas, seperti Jawatan Lalu Lintas Jalan Raya (JLLJ). Proses konversi ini, bersama dengan pembayaran uang kir sebesar Rp2.000, menjadi langkah pertama menuju operasionalnya sebagai angkutan umum.
Penyewaan oplet menjadi kegiatan umum, dengan harga sewa sekitar Rp1.000 hingga Rp1.500 per hari. Namun, pendapatan para sopir tidak selalu stabil, bergantung pada jumlah penumpang dan kemacetan lalu lintas.
Sementara pengeluaran harian mencapai Rp1.000 hingga Rp2.500, pendapatan bisa bervariasi antara Rp3.000 hingga Rp3.600. Meskipun dengan segala ketidakpastian, menjadi sopir oplet dianggap sebagai pekerjaan yang memberi kebebasan.
Tanpa terikat oleh perintah majikan, sopir oplet dapat mengatur waktu dan rute mereka sendiri. Namun, kebebasan ini juga menimbulkan masalah, seperti kemacetan dan protes dari masyarakat.
Perkembangan lalu lintas di Jakarta terus berlanjut, dengan peningkatan jumlah bis kota dan pembatasan gerak oplet sebagai respon terhadap kemacetan yang semakin parah. Dengan demikian, jalanan ibu kota terus mengalami transformasi yang mencerminkan dinamika perkembangan Jakarta sebagai kota metropolitan yang maju.
Baca juga: Kala Fatahillah Usir Portugis dari Sunda Kelapa, Cikal Bakal Lahirnya Jakarta