Koropak.co.id – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) mengemban sejarah yang teguh sebagai organisasi kemahasiswaan ekstrakampus yang berhaluan nasionalis dan berakar pada prinsip marhaenisme di negeri ini.
Dalam pengawalannya, GMNI melahirkan hasil peleburan tiga entitas mahasiswa yang telah berdiri terlebih dahulu. Gerakan Mahasiswa Marhaen berpusat di Yogyakarta, Gerakan Mahasiswa Merdeka di Surabaya, dan Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia di Jakarta.
Semua oraganisasi yang berdiri itu bersatu dalam wadah GMNI atas gagasan S.M. Hadiprabowo pada tahun 1953. Tepat pada tanggal 23 Maret, GMNI mengukir sejarah dengan lahirnya sebagai organisasi pada tahun 1954 di Surabaya.
Meskipun berawal dari gagasan di Jakarta, kongres perdana GMNI diselenggarakan di Surabaya pada tanggal tersebut, dengan restu dari Presiden Soekarno, dan S.M. Hadiprabowo ditetapkan sebagai ketua pertamanya.
Baca: Penuh Arti, Ini Sejarah Panjang Organisasi WALHI
Kini, kantor pusat GMNI menetap di Jakarta. Moto “pejuang pemikir-pemikir pejuang” menggambarkan semangat GMNI yang selalu berpikir tentang perjuangan rakyat dan mengabdikan ilmu untuk kepentingan rakyat.
GMNI melambangkan semangatnya dalam sebuah lambang perisai segi enam, dengan tiga sudut di atas mewakili trisila marhaenisme: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, dan ketuhanan yang berkebudayaan.
Sementara tiga sudut di bawah melambangkan tridharma perguruan tinggi: pendidikan, penelitian, dan pengabdian. Warna merah putih, serta simbol banteng dan bintang, mengandung makna yang dalam tentang semangat, kesucian, keluhuran cita-cita, dan semangat membela rakyat marhaen.
Meskipun pada awalnya GMNI terafiliasi dengan Partai Nasional Indonesia (PNI), keterkaitannya ini putus setelah rezim Orde Baru menerapkan kebijakan fusi partai pada tahun 1973. Kendati demikian, GMNI terus memelihara semangat dan idealismenya sebagai garda terdepan perjuangan kaum marhaen di Indonesia.
Baca juga: PMI, Organisasi “Darah” Pertama dan Terbesar di Indonesia