Koropak.co.id – Koes Plus, sebuah ikon dalam sejarah musik Indonesia, muncul di panggung kehidupan pada tahun 1968. Mereka bukan sekadar grup musik; mereka adalah keluarga musik yang melanjutkan warisan dari Koes Bersaudara.
Dengan Tonny Koeswoyo di keyboard, gitar, dan bass, Yon Koeswoyo di gitar ritme dan vokal utama, Yok Koeswoyo di bass dan gitar utama, serta Murry yang menguasai drum, gitar, perkusi, dan berbagai alat musik pukul tradisional Jawa lainnya, Koes Plus lahir.
Album debut mereka muncul pada tahun 1969, mengawali perjalanan yang memikat pecinta musik Indonesia. Awalnya, mereka menghibur dengan lagu-lagu populer dari barat, terinspirasi oleh The Beatles, Led Zeppelin, Deep Purple, Grand Funk Railroad, dan Black Sabbath.
Kejayaan mereka mencapai puncaknya pada dekade 1970-an, menjadi pusat perhatian musik Indonesia dan salah satu perintis musik pop dan rock and roll di negeri ini.
Namun, seperti yang sering terjadi dalam sejarah, perjalanan Koes Plus tidak tanpa pergantian. Pergantian anggota terjadi setelah kepergian Tonny, sosok utama dalam kelompok ini. Namun, semangat Koes Plus tetap berkobar.
Semua anggota, tanpa terkecuali, ikut menyumbangkan suara dan menciptakan lagu. Mereka menjadi simbol keabadian dalam daftar “The Immortals: 25 Artis Indonesia Terbesar Sepanjang Masa” versi majalah Rolling Stone Indonesia.
Koes Plus lahir dari perpisahan dua anggota Koes Bersaudara, Nomo Koeswoyo dan Yok Koeswoyo, yang memilih jalur karier di luar dunia musik. Tonny, sebagai tokoh tertua, merekrut Murry dan Totok Adji Rachman (Totok A.R.) untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan.
Meskipun bukan bagian dari keluarga Koeswoyo, mereka menjadi bagian tak terpisahkan dari keluarga musik ini. Namun, perjalanan tidak selalu mulus. Totok memutuskan untuk meninggalkan grup ketika Yok kembali bergabung. Meskipun Tonny ingin mempertahankan Totok, dinamika kelompok membuatnya keluar.
Setelah kepergian Tonny pada tahun 1987, perubahan dalam formasi menjadi hal lumrah, terutama dalam peran yang dulunya diisi oleh almarhum. Namun, semangat Koes Plus terus mengalir.
Baca: Mengenang Trio Libels yang Menghiasi Musik Indonesia di Era 1980-an
Kendati Murry sempat tidak aktif karena sakit pada tahun 1992, dan Yok memilih untuk keluar pada tahun 1997, Yon Koeswoyo tetap setia bersama grup ini, mempertahankan keberlanjutan warisan musik mereka hingga ke ujung tahun 2018.
Gaya musik Koes Plus adalah perpaduan antara musik barat yang populer pada tahun 1960-an dan 1970-an, namun dengan keunikan yang tetap terpancar. Mereka berani mengeksplorasi beragam genre musik dalam berbagai album yang dirilis. Hal ini mencerminkan dinamika musik Indonesia pada era 1970-an.
Mereka tidak hanya terpaku pada aliran pop dengan sentuhan rock and roll, tetapi juga menelusuri genre dangdut/melayu, keroncong, pop berbahasa Jawa, bahasa asing, bahasa daerah, musik anak-anak, qasidah, dan folk. Bahkan, ada juga sentuhan jazz dan blues dalam karya-karya mereka.
Warisan musik Koes Plus tidak hanya tercermin dalam lagu-lagu mereka sendiri, tetapi juga dalam berbagai kolaborasi dan aransemen ulang yang dilakukan oleh musisi lain.
Lagu-lagu mereka menjadi inspirasi bagi banyak generasi, dengan berbagai grup band dan penyanyi yang mengabadikan kembali lagu-lagu legendaris mereka. Selain itu, acara radio khusus dan panggung tribute band menjadi bukti betapa kuatnya jejak Koes Plus dalam dunia musik Indonesia.
Dengan daftar diskografi yang panjang, Koes Plus tidak hanya meninggalkan jejak dalam bentuk lagu, tetapi juga dalam film dan penghargaan.
Majalah Rolling Stone Indonesia mengabadikan mereka sebagai salah satu dari “The Immortals: 25 Artis Indonesia Terbesar Sepanjang Masa” pada tahun 2008, sementara Anugerah Musik Indonesia memberikan penghargaan “Legend Award” kepada mereka pada tahun 2005.
Dengan demikian, Koes Plus pun tidak hanya menjadi grup musik, tetapi juga ikon dalam sejarah musik Indonesia yang tak terlupakan.