Koropak.co.id – Kita sering akrab dengan kertas sebagai medium tulis-menulis yang umumnya terbuat dari selulosa yang berasal dari kayu. Namun, sedikit yang mengetahui bahwa di balik eksistensi kertas modern, terdapat sebuah media tulis tradisional asli Indonesia yang memiliki nilai budaya, yaitu daluang.
Di wilayah Jawa bagian tengah, masyarakat sering menyebutnya sebagai dua ia atau tanaman mulberry dengan nama latin Bros Indonesia paparifera. Di kalangan orang Sunda, tanaman ini dikenal sebagai pohon say.
Kertas daluang telah digunakan sebagai media tulis sejak berabad-abad yang lalu, menjadi bagian dari tradisi tulis di Indonesia.
Kehadirannya dapat ditelusuri sejak abad ke-14, sebagaimana tercatat dalam naskah undang-undang Tanjung Tanah di Gunung Kerinci yang diteliti oleh dokter Uli Kozok dari Hawaiian University pada tahun 2003.
Baca: Menapaki Jejak Sejarah Daluang, Kertas Legenda dari Nusantara
Naskah Sunda kuno dari abad ke-18 yang terdapat dalam koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia juga menyimpan jejak penggunaan daluang atau kertas ponoragan sebagai media tulis.
Dalam khazanah naskah Sunda, daluang ditemukan digunakan sebagai bahan untuk menulis Alquran di pesantren-pesantren dan memiliki peran penting dalam sejarah budaya tulis-menulis di Nusantara.
Meskipun sempat dianggap punah karena nyaris tidak ditemukan lagi, kertas daluang dihargai dan diakui sebagai warisan budaya tak benda Indonesia.
Di kampung adat Pulo Situ Cangkuang, Garut, Jawa Barat, masyarakat masih melestarikan pembuatan dan penggunaan kertas daluang, menjadikannya sebagai bagian hidup dari tradisi dan warisan budaya Indonesia yang berharga.
Baca juga: Kisah Sri Tanjung Sugiarti Tarka Menjaga Kelestarian Kertas Daluang