Sejarah Pakaian Shimmer dan Keseruan Lebaran, Kompeni ikut Halal Bihalal

Koropak.co.id, 16 April 2024 13:10:29
Penulis : Admin


Koropak.co.id - Pakaian shimmer kini jadi tren gaya baju lebaran di Indonesia. Ternyata punya sejarah panjang, bahkan sudah ada sejak berabad-abad silam. Sejak sebelum lebaran, pembicaraan mengenai pakaian shimmer sudah ramai di kalangan warganet. Sejumlah media juga melaporkan bahwa pedagang meraup untung dari penjualan pakaian shimmer.

Secara bahasa, shimmer artinya "berkilau". Ya. Pakaian shimmer memang terbuat dari kain khusus yang menimbulkan efek berkilau apabila diterpa cahaya. Meski sedang tren saat ini, sebenarnya pakaian shimmer sudah ada sejak lama. 

Sejarah Pakaian Shimmer

Pakaian shimmer sejak sangat lama. Seperti dicatat Vogue Arabia, pada masa itu pakaian yang berkilau adalah simbol atas status sosial dan kekuasaan orang yang mengenakannya.

Saat Dinasti Tudor berkuasa di Inggris dan Wales pada abad ke-15 hingga 17. Kala itu, orang-orang dari kalangan atas suka menjahit perak pada pakaian mewah mereka. Itulah salah satu contoh bagaimana pakaian shimmer jadi perlambang status dan kekuasaan.

Pakaian shimmer tidak selalu berarti penanda status sosial, kedudukan tinggi, atau hal yang bermakna kemewahan. Gaya pakaian ini juga pernah menjadi lambang bagi perlawanan atas nilai dan norma yang sudah mapan di masyarakat.

Pada era 1970-an, pakaian shimmer kerap dikenakan oleh penyanyi David Bowie. Dengan gaya tersebut, ia menantang norma gender tradisional dan untuk menciptakan daya tarik dunia lain. Dengan kata lain, pakaian shimmer menjadi simbol budaya tandingan dan kebebasan berekspresi.



Baca: Inspirasi dari Masa Lalu: Jejak Pakaian Shimmer di Tren Fashion


Hari Raya Lebaran dirayakan secara meriah pada zaman kolonial. Koran De Preanger-bode tanggal 9 Juni 1921 menyebut jalan-jalan di Bandung telah ramai sejak pagi. Warga berkumpul di masjid sejak pukul setengah enam pagi hingga delapan pagi untuk salat Ied.

Pada momen itu, bupati mengumumkan berakhirnya puasa pada masyarakat di depan pejabat asisten residen di Pendopo. Hal ini lalu ditutup dengan saling bersalaman antar warga sekitar. Pemandangan kota terlihat semarak. Warga yang lalu-lalang mengenakan pakaian terbaiknya untuk saling berkunjung pada tetangga dan kerabatnya.

Orang-orang Eropa juga ikut serta dalam perayaan Lebaran itu, salah satunya adalah tradisi halal bihalal. Seorang misionaris Belanda, Verhoeven menceritakan kewajiban orang-orang Eropa yang bekerja di kantor pemerintah ikut perayaan di kediaman bupati setempat.“Hari Raya Lebaran bagi orang-orang Eropa yang tinggal di Nusantara dianggap sebagai hari perayaan setelah satu bulan menjalankan ibadah puasa.”

Setelah itu bupati akan duduk di kursi utama pendopo. Semua pengiringnya mengikuti duduk di lantai di belakang bupati dalam urut-urutan mengikuti jabatannya. Asisten residen kemudian bangkit berdiri dan berpidato dalam bahasa Melayu.

Setelah itu, mereka saling berjabat tangan dan mengucapkan selamat. Di antara orang-orang Eropa dan pejabat pribumi, makanan khas lebaranpun disajikan sambil mendengarkan irama gamelan.

Kemudian, giliran masyarakat untuk bertemu dengan bupati. Dimulai dengan patih, mereka bergantian mendekati dengan langkah hati-hati. Mereka memberikan penghormatan dengan membungkuk dan menyembah, lalu perlahan-lahan keluar dengan gerakan yang hampir merangkak.



Baca juga: Meriahnya Hari Raya Lebaran pada Zaman Kolonial