Koropak.co.id – Tepat 26 tahun silam, pada 21 Mei 1998, Indonesia menyaksikan salah satu momen paling penting dalam sejarahnya. Pada pagi hari Kamis itu, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya dari jabatan Presiden Republik Indonesia.
Setelah memerintah selama 32 tahun sejak mendapat “mandat” melalui Surat Perintah 11 Maret 1966, Soeharto mengucapkan kata-kata penutupnya di Istana Merdeka sekitar pukul 09.00 WIB.
Dalam pidatonya, Soeharto mengakui bahwa langkah ini diambilnya setelah mempertimbangkan “perkembangan situasi nasional” saat itu.
Tuntutan reformasi dari rakyat, terutama permintaan untuk pergantian kepemimpinan nasional, menjadi alasan utama di balik keputusannya untuk mundur. Dengan demikian, Soeharto menyerahkan kekuasaan kepresidenan kepada Wakil Presiden BJ Habibie, sesuai dengan Pasal 8 UUD ’45.
Gerakan reformasi yang dipimpin oleh mahasiswa merupakan pendorong utama di balik jatuhnya Soeharto dari kekuasaannya. Aksi demonstrasi ini dimulai setelah Soeharto menyatakan keinginannya untuk kembali menjadi presiden setelah partainya, Golkar, memenangkan Pemilu 1997.
Keadaan politik semakin memanas setelah Peristiwa 27 Juli 1996 di kantor DPP PDI, Jakarta, di mana Megawati Soekarnoputri dicopot dari jabatan Ketua Umum PDI, menimbulkan dualisme partai.
Baca: Sejarah Kelam Bangsa dan Akhir Tragedi Kerusuhan Mei 1998
Mahasiswa, semula hanya melakukan demonstrasi di kampus, mulai terlibat di luar kampus pada Maret 1998. Terpilihnya kembali Soeharto sebagai presiden untuk periode ketujuh dalam Sidang Umum MPR pada 10 Maret 1998 memicu mahasiswa untuk menuntut pergantian kepemimpinan nasional.
Namun, tindakan represif aparat keamanan terhadap aksi damai mahasiswa mengubah suasana menjadi tragedi. Kerusuhan terjadi di berbagai tempat, termasuk Yogyakarta, di mana seorang mahasiswa meninggal akibat pukulan benda tumpul pada 8 Mei 1998.
Pada 12 Mei 1998, empat mahasiswa Universitas Trisakti tewas tertembak oleh aparat keamanan, sementara lebih dari 200 orang lainnya terluka akibat kekerasan tersebut. Kerusuhan berlanjut pada 13-15 Mei 1998 di Jakarta dan kota-kota besar lainnya.
Meskipun demikian, mahasiswa tetap melanjutkan perlawanan mereka. Pada 18 Mei 1998, mereka berhasil menguasai gedung DPR/MPR, yang menyebabkan posisi Soeharto semakin tergoyahkan.
Pimpinan DPR/MPR meminta Soeharto untuk mundur, tetapi dia berusaha bertahan dengan menawarkan pembentukan Komite Reformasi sebagai pemerintahan transisi hingga pemilu berikutnya.
Namun, penolakan terhadap Komite Reformasi dari sejumlah tokoh dan menteri, serta tekanan yang semakin besar, membuat Soeharto akhirnya memutuskan untuk mundur pada 21 Mei 1998. Ini menandai akhir dari era panjang kekuasaannya dan awal dari periode reformasi yang baru bagi Indonesia.
Baca juga: 18 Mei 1998: Aksi Mahasiswa Bersatu di Gedung DPR