Video

Puputan Klungkung 1908: Kisah Heroik Raja Bali Melawan Penjajah Belanda

×

Puputan Klungkung 1908: Kisah Heroik Raja Bali Melawan Penjajah Belanda

Sebarkan artikel ini

Koropak.co.id – Jenderal Yohannes Benedictus Van Huts, mantan gubernur militer Aceh, diangkat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda menggantikan Willem Rousbum. Masa jabatan Van Huts selama lima tahun dipenuhi dengan ambisi untuk menguasai seluruh nusantara dan menerapkan pemerintahan seragam di bawah bendera Hindia Belanda.

Namun, pandangan Van Huts bertentangan dengan realitas di berbagai wilayah, termasuk Bali. Di Bali, struktur pemerintahan kerajaan masih dihormati, dan Van Huts sangat ingin menguasai kerajaan-kerajaan Bali serta menempatkan mereka di bawah pemerintahannya.

Niat Van Huts terhambat oleh perjanjian 13 Juli 1849 yang menjamin kemerdekaan urusan dalam negeri kerajaan Bali. Meski demikian, pemerintah kolonial terus mencari cara untuk menguasai kerajaan-kerajaan tersebut.

Salah satu hasil dari usaha ini terjadi pada 1906 di Kerajaan Badung, ketika Raja dan pengikutnya melakukan Puputan, menyebabkan kerajaan tersebut jatuh ke tangan Belanda, diikuti oleh Kerajaan Tabanan yang berpihak pada Badung.

Setelah peristiwa Puputan Badung, hanya dua kerajaan Bali yang masih mempertahankan kemerdekaan: Bangli dan Klungkung. Raja Klungkung, Dewa Agung Jambe, memegang jabatan sebagai raja Klungkung dan susuhunan Bali dan Lombok sejak 1903.

Meskipun Raja Klungkung dianggap sebagai yang paling senior di antara raja-raja Bali dan memiliki posisi ritual tertinggi, kekuasaannya terbatas dalam mempengaruhi raja-raja Bali lainnya.

Setelah Puputan Badung, Raja Klungkung dan Raja Bangli menandatangani perjanjian baru dengan Belanda yang secara radikal mengurangi kekuasaan para raja. Perjanjian tersebut memberikan hak kepada Residen Bali dan Lombok untuk campur tangan dalam urusan pemerintahan kedua kerajaan.

Raja Dewa Agung Jambe, yang dikenal sebagai orang yang sabar dan cenderung menghindari konflik dengan Belanda, akhirnya terpaksa menghadapi ketegangan yang meningkat akibat tindakan Belanda.

Salah satu pemicu ketegangan adalah keputusan Belanda pada 1 April 1908 untuk memonopoli perdagangan candu di Bali. Kebijakan ini membuat marah raja-raja dan rakyat Bali, yang sebelumnya mengandalkan perdagangan candu untuk pendapatan dan kebutuhan sehari-hari.

 

Baca: Puputan Bayu: Sejarah Perlawanan Ganas Kerajaan Blambangan Menghadapi VOC

 

Kerusuhan pecah di Kerajaan Klungkung pada 16 April 1908, ketika penduduk Gelgel menyerang kantor penjualan candu, menyebabkan kematian seorang petugas dan penutupan kantor.

Pasukan Belanda segera membalas dengan serangan ke Gelgel dan menduduki Puri. Pada 28 April 1908, Dewa Agung Jambe, bersama lebih dari 200 pengikutnya, termasuk wanita dan anak-anak, tampil berani di medan perang dengan tombak di tangan.

Meskipun menghadapi tembakan meriam dan senapan Belanda, Dewa Agung dan pengikutnya tetap bertahan dalam pertempuran hingga akhirnya gugur sebagai pahlawan.

Peristiwa Puputan Klungkung yang berdarah ini dicatat secara detail oleh politikus Belanda, Van Collo. Beliau menggambarkan pertempuran yang sangat tidak seimbang dan keberanian Raja Dewa Agung Jambe yang memilih untuk berkorban daripada menyerah kepada penjajah.

Setelah Puputan, Belanda menduduki Klungkung, mengakhiri kekuasaan Kerajaan Klungkung yang sudah berdiri selama sekitar 600 tahun. Kejadian ini menandai akhir kekuasaan Kerajaan Klungkung sebagai susuhunan Bali dan Lombok. Setelah peristiwa tersebut, Belanda juga menguasai Kerajaan Bangli dan seluruh Bali.

Baru pada tahun 1920-an, pemerintah kolonial menghidupkan kembali pemerintahan kerajaan-kerajaan yang pernah ditaklukkan, termasuk Klungkung. Setelah kemerdekaan Indonesia pada 1945, Klungkung menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sejarah menegaskan bahwa Belanda membutuhkan waktu sekitar seratus tahun untuk menaklukkan seluruh Bali, dimulai dari perjanjian pertama dengan Kerajaan Badung pada 1808 hingga jatuhnya Kerajaan Klungkung pada 1908-1909.

Proses ini melibatkan perjanjian dagang, tipu muslihat, dan akhirnya kekerasan bersenjata, yang mengakibatkan ribuan rakyat Bali gugur sebagai pahlawan yang membela kehormatan tanah air mereka.

 

Baca juga: Kisah Heroik Puputan Badung, Kebangkitan Bali Melawan Kolonialisme

 

error: Content is protected !!