Koropak.co.id – Suku Alas, yang mendiami wilayah Aceh Tenggara, memiliki warisan budaya yang kaya dan unik, salah satunya adalah pakaian tradisional yang dikenal dengan nama mesikhat.
Pakaian adat ini tidak hanya berfungsi sebagai busana, tetapi juga menjadi simbol kebanggaan dan identitas suku yang kental dengan makna historis.
Keunikan mesikhat terletak pada perpaduan warnanya yang cerah dan kontras, mencerminkan kompleksitas budaya suku Alas yang kaya akan nilai dan filosofi.
Jika dibandingkan dengan pakaian tradisional dari wilayah Sumatera lainnya, seperti Palembang dan Minang yang didominasi warna merah dan emas, mesikhat menonjol dengan pilihan warna yang lebih beragam dan kompleks.
Warna-warna dalam mesikhat bukan sekadar hiasan, tetapi masing-masing warna memiliki makna mendalam. Warna merah melambangkan keberanian, hijau melambangkan kesuburan, kuning menunjukkan kejayaan, putih mewakili kesucian, dan hitam sebagai simbol kepemimpinan.
Istilah mesikhat sendiri berasal dari bahasa Suku Alas, yakni “tesikhat”, yang berarti mengaplikasikan motif hias secara spontan tanpa sketsa.
Sejak awalnya, motif-motif ini diterapkan pada rumah adat suku Alas, dan seiring waktu, penggunaannya meluas ke berbagai objek lain seperti pakaian, tas, dan aksesoris.
Baca: Mengenal Lontong Lidi Kutacane, Kreasi Hidangan Unik dari Aceh
Sejak tahun 1910, pakaian mesikhat telah ada dan awalnya merupakan busana istimewa yang hanya dikenakan oleh raja-raja. Namun, seiring berjalannya waktu, pakaian ini juga dikenakan oleh masyarakat luas sebagai lambang identitas budaya mereka.
Selain pada pakaian, motif mesikhat juga ditemukan pada payung tradisional suku Alas yang kerap digunakan dalam upacara-upacara adat, seperti perkawinan dan peusijuk (selamatan).
Payung ini tidak hanya indah secara visual, tetapi juga sarat dengan cerita-cerita bermakna yang digambarkan melalui sulaman.
Misalnya, dalam upacara pernikahan, payung mesikhat menceritakan tahapan-tahapan penting dalam kehidupan seorang wanita, mulai dari masa gadis hingga menikah, dan bahkan kematian.
Pengakuan atas keunikan dan nilai budaya mesikhat tercermin ketika payung mesikhat dari Aceh diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2017.
Pengakuan ini menegaskan bahwa mesikhat bukan sekadar artefak budaya, melainkan sebuah warisan yang kaya akan sejarah, makna, dan estetika yang terus hidup di tengah masyarakat Suku Alas hingga saat ini.
Baca juga: Sembilan Warisan Budaya Aceh Resmi Jadi WBTb Nasional