MESKIPUN dalam masa pandemi Covid-19, akhirnya perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 telah usai. Namun, terlepas dari pro dan kontra dalam pelaksanaannya, kita patut bersyukur bahwa pesta rakyat ini berjalan dengan lancar dan aman.
Ada optimisme yang diharapkan masyarakat pasca Pilkada 2020 yakni lahirnya pemimpin-pemimpin yang amanah serta mampu mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat.
Sejatinya, menjadi seorang pemimpin bukanlah hanya memiliki kemampuan sebagai Leadership. Akan tetapi, seorang pemimpin itu harus memiliki keimanan dan ketaqwaan yang kuat, harus menjadi teladan, bisa bekerja sebagai pelayan rakyat, bukan penikmat serta pengambil hak dan uang rakyat. Apalagi, dalam situasi budaya korupsi yang tengah menjamur bak jamur di musing hujan.
Ketika seorang pemimpin tidak memiliki keimanan dan ketaqwaan yang kuat, maka ada banyak kekhawatiran bagi masyarakatnya dimana pemimpin tidak bisa keluar dari situasi yang tidak menguntungkan, tertekan berbagai kepentingan, dan rasa cinta terhadap kursi jabatan yang kian menguat.
Sebagai bagian dari ikhtiar mewujudkan optimisme, baiknya kita membuka lembaran sejarah Islam tentang bagaimana Khalifah Umar bin Khattab tampil menjadi figur pemimpin yang adil serta cinta terhadap rakyatnya seperti yang dinarasikan oleh Syaikh Khalid Muhammad Khalid (Cholis Akbar, 2014).
Umar bin Khattab adalah sosok pemimpin yang tidak banyak rekayasa pencitraan terhadap dirinya. Beliau hadir dan menjadi solusi nyata dalam setiap persoalan yang menimpa seluruh rakyatnya. Selain itu, beliau juga memiliki lima gaya kepemimpinan yang dapat dijadikan pelajaran bagi para pemimpin saat ini dan masa yang akan datang.
Musyawarah
Umar bin Khattab tidak pernah memosisikan dirinya sebagai penguasa. Ia meletakkan dirinya sebagai manusia berkedudukan sama dengan masyarakat lain. Ketika ia meminta pendapat mengenai satu urusan, ia tidak pernah menunjukkan bahwa ia adalah pemegang kekuasaan.
Namun, Umar selalu menanamkan perasaan bahwa mereka adalah guru yang akan menunjukkannya kepada jalan kebaikan, menyelamatkannya dari kesengsaraan hisab di akhirat, karena mereka membantunya dengan pendapat-pendapat mereka untuk memperjelas kebenaran.
APBN untuk rakyat
Semua kekayaan milik negara dipergunakan untuk melayani rakyat. Kala itu, sesuai kebutuhan jaman, Umar mendirikan tembok-tembok dan benteng untuk melindungi kaum muslimin dan membangun kota-kota untuk kesejahteraan seluruh rakyatnya.
Umar tidak pernah berpikir mengambil kesempatan atau keuntungan dari APBN itu untuk kesenangan diri dan keluarganya. Umar yang hidup dengan sangat zuhud, sehingga tidak tertarik dengan kemewahan, kenikmatan, dan segala bentuk pujian manusia yang mudah kagum dengan harta benda.
Menjunjung tinggi kebebasan
Dalam satu muhasabahnya, Umar berkata kepada dirinya sendiri, “Sejak kapan engkau memperbudak manusia, sedangkan mereka dilahirkan ibunya dalam keadaan merdeka?”
Menurut Umar, semua orang memiliki kemerdekaan sejak lahir ke dunia dan beliau sendiri tidak takut sama sekali akan kebebasan bangsanya serta tidak khawatir akan mengancamnya. Bahkan, ia mencintai kebebasan manusia itu sendiri, seperti cinta seorang yang mabuk kepayang serta menyanjungnya dengan penuh ketulusan.
Pemahaman kebebasan menurut Umar sangat sederhana dan bersifat universal dimana kebebasan adalah kebebasan kebenaran. Artinya, kebenaran berada di atas semua aturan. Kebenaran yang seperti apa? Tentunya kebenaran Islam, bukan kebenaran kebebasan yang disandarkan pada logika liberalisme.
Siap mendengar kritik
Suatu hari, Umar terlibat percakapan dengan salah seorang rakyatnya yang bersikeras dengan pendapatnya. Orang itu pun berkata kepada Amirul Mukminin, “Takutlah engkau kepada Allah”. Dan, orang itu mengatakan hal itu berulang kali.
kemudian, salah seorang sahabat Umar membentak laki-laki itu dengan berkata, “Celakalah engkau, engkau terlalu banyak bicara dengan Amirul Mukminin!”. Menyaksikan hal itu, Umar justru berkata, “Biarlah dia, tidak ada kebaikan dalam diri kalian jika kalian tidak mengatakannya, dan kita tidak ada kebaikan dalam diri kita jika tidak mendengarnya.”
Terjun langsung mengatasi masalah rakyatnya
Di kalangan umat Islam, Umar bin Khattab adalah sosok pemimpin yang benar-benar merakyat. Pada tengah malam dimana orang terlelap tidur, ia justru berpatroli untuk mengecek kondisi rakyatnya.
“Jangan-jangan ada yang tidak bisa tidur karena lapar,” begitu mungkin pikirnya.
Saat beliau menemukan seorang ibu yang anak-anaknya menangis karena lapar, sedangkan tidak ada bahan makanan yang bisa dimasak dan disuguhkan, dengan segenap daya Umar pergi ke Baitul Maal dan memikul sendiri sekarung gandum untuk kebutuhan makan keluarga tersebut.
Seperti itulah, setidaknya setiap pemimpin Muslim di negeri ini, bekerja atas dasar iman sehingga tidak ada yang didahulukan selain iman, takwa dan kesejahteraan rakyatnya.
Tidak sampai disitu, ia pun âblusukanâ di malam hari, bukan siang hari. Apalagi hanya sekedar agar dilihat oleh orang lain.
Dari lima gaya kempimpinan Umar bin Khattab bisa di implementasikan oleh para pemimpin terpilih pasca Pilkada 2020 ini, tentunya kita optimis dan percaya kemakmuran, kesejateraan, dan penyediaan pendidikan yang berkualitas bagi seluruh rakyat sebagaimana diamantkan UUD 1945 akan terwujud. Semoga.
Tulisan ini adalah kiriman pembaca Koropak, Isi dari Opini di luar tanggung jawab redaksi, Cara kirim tulisan, klik disini!