KOROPAK.CO.ID – CIAMIS – Pada Kamis, 19 September 2024, Pondok Pesantren Riyadlush Sholawat memperingati Milad ke-16 yang dirangkaikan dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW 1446 Hijriah. Kegiatan ini berlangsung meriah di Dusun Bangbayang, Desa Bangbayang, Kecamatan Cipaku, Kabupaten Ciamis.
Perhelatan ini dihadiri oleh berbagai tokoh penting, termasuk Pimpinan Ponpes Riyadlush Sholawat, H. Nana Najmudin, perwakilan Keraton Kanoman Cirebon, Elang Akis, perwakilan Dewan Kebudayaan Ciamis, Aip, unsur Forkopimca, Ketua Jaga Baya Galuh, serta para sesepuh dan kiai setempat.
Acara ini juga diisi dengan tradisi Kawinan Cai, sebuah ritual sakral yang melibatkan enam Cai Kahuripan dari berbagai sumber mata air, seperti Cijengkol, Cilimus, 7 Muara, Gerba Menak, Manglid, Cipicung, hingga Cai Kahuripan Gunung Djati.
Tradisi ini menjadi simbol perayaan kebersamaan dan kesejahteraan yang dipelihara turun temurun di kalangan masyarakat setempat.
H. Nana Najmudin menjelaskan alasan mengapa milad pesantren ini dirangkaikan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad. Menurutnya, kelahiran Nabi adalah sumber kebahagiaan bagi umat Islam.
Oleh karena itu, kata H. Nana, Ponpes Riyadlush Sholawat merayakan kebahagiaan tersebut bukan dengan pengajian biasa, tetapi dengan cara yang lebih ekspresif dan bermakna.
Baca: Kabuyutan dan Pemerhati Budaya Galuh Ciamis Gelar Sawala Mengenang Wafatnya Rd. Hanif Radinal
“Lahirnya Nabi Muhammad adalah kebahagiaan bagi kita sebagai umatnya. Kami ingin menunjukkan rasa syukur dan kebahagiaan itu dengan cara yang lebih mendalam,” ungkap H. Nana.
Selain itu, tema acara yang mengangkat “Eksistensi Pondok Pesantren dalam Merawat Tradisi Salaf dan Adaptif Terhadap Modernitas” mencerminkan komitmen pesantren untuk merawat tradisi lama sembari menerima modernitas.
H. Nana menjelaskan bahwa falsafah ini diambil dari ajaran Nahdlatul Ulama yang mendorong perpaduan antara tradisi dan inovasi baru yang bermanfaat. Ia juga menekankan pentingnya harmoni antara agama dan budaya, yang menurutnya sering terabaikan oleh masyarakat saat ini.
“Agama dan budaya adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Leluhur kita dulu menggunakan budaya sebagai sarana untuk memasukkan ajaran syariat Nabi Muhammad. Tradisi yang baik seharusnya dilestarikan jika dapat mendekatkan kita pada Allah,” ujarnya.
Ia berharap, para santri lulusan pondok pesantren ini akan tetap menjunjung tinggi budaya leluhur mereka dan tidak terjebak dalam dikotomi antara agama dan budaya. Pesantren Riyadlush Sholawat berkomitmen untuk menyatukan ajaran agama, budaya, dan nasionalisme dalam jiwa para santrinya.
Dengan ditutupnya acara ini, pesan yang tersirat adalah betapa pentingnya menjaga keseimbangan antara tradisi dan modernitas serta memelihara harmoni antara agama dan budaya dalam kehidupan sehari-hari.