Seni Budaya

Sakral dan Bersejarah, Begini Filosofi Rumah Adat Suku Tetun NTT

×

Sakral dan Bersejarah, Begini Filosofi Rumah Adat Suku Tetun NTT

Sebarkan artikel ini
Sakral dan Bersejarah, Begini Filosofi Rumah Adat Suku Tetun NTT
Doc. Foto: Wikimedia Commons

KOROPAK.CO.ID – Rumah adat suku Tetun, yang juga dikenal sebagai suku Belu, menyimpan sejarah panjang dan keunikan yang mencerminkan budaya dan identitas mereka.

Suku Tetun tersebar di wilayah Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, dan juga di enklave Oecussi-Ambeno, Timor Leste. Namun, fokus utama kita kali ini adalah suku Tetun yang berada di NTT, Indonesia.

Setiap perkampungan suku Tetun dihuni oleh penduduk dari dua atau lebih klan atau subsuku Tetun. Masing-masing subsuku ini memiliki rumah adat dengan ciri khas tersendiri, yang memudahkan identifikasi identitas mereka.

Rumah adat suku Tetun bervariasi dalam bentuk dan detail, namun tetap menunjukkan karakteristik budaya yang sama. Dalam struktur masyarakat, kumpulan beberapa kampung akan menjadi satu desa yang memiliki pemerintahan layaknya kerajaan kecil dan dipimpin oleh seorang raja atau fukun.

Sebagai simbol kekuasaan, desa-desa ini memiliki rumah-rumah adat yang menjadi identitas klan atau subsuku Tetun, seperti rumah adat Nonot-Fore Na’in di Desa Babulu, Kecamatan Kobalima, dan Uma Buahan di Desa Maneikun, Kecamatan Lasiolat.

Rumah adat suku Tetun umumnya berbentuk panggung dengan atap yang menyerupai perahu terbalik. Atap ini sering kali menjulur hingga menyentuh tanah, memberi kesan monumental dan kokoh.

Rumah adat tersebut disangga oleh dua tiang utama yang terletak di pusat rumah, melambangkan nenek moyang laki-laki (bei mane) dan perempuan (bei feto).

Baca: Krong Bade: Elegansi Rumah Adat Aceh yang Mencerminkan Keseimbangan Alam

Kayu untuk tiang diambil dari hutan suci dengan ritual khusus, menjadikan tiang-tiang ini sakral dan dihormati. Tata ruang rumah adat suku Tetun biasanya terdiri dari tiga bagian utama: kolong, ruang tengah, dan loteng.

Dinding rumah dihiasi ukiran yang memiliki makna simbolis, seperti motif makanan pokok (padi, jagung, umbi-umbian), hewan (buaya, ayam jantan, cicak), hingga payudara perempuan yang melambangkan kehidupan dan kesuburan.

Ukiran-ukiran ini bukan hanya hiasan, melainkan merupakan ekspresi nilai-nilai kehidupan dan kepercayaan suku Tetun. Rumah adat suku Tetun juga memiliki hierarki yang mencerminkan status sosial klan dalam masyarakat, seperti rumah adat raja (uma na’i), rumah pembantu raja (uma vetor), hingga rumah rakyat biasa (uma renu).

Rumah adat raja yang besar sering dilengkapi dengan anyaman bambu berbentuk mahkota di puncak atap dan sebuah teras sebagai tempat pertemuan.

Bagi suku Tetun, rumah adat bukan sekadar tempat tinggal. Rumah adat memiliki dua jenis utama: uma timur dan uma lulik. Uma timur berfungsi sebagai tempat tinggal sehari-hari, sementara uma lulik dianggap suci dan menjadi pusat kehidupan spiritual masyarakat Tetun.

Kesakralan uma lulik muncul dari kepercayaan animisme dan penghormatan terhadap arwah leluhur. Di dalam rumah ini tersimpan peninggalan leluhur, seperti pedang dan kayu-kayu yang digunakan dalam perang, menjadikan uma lulik sebagai simbol kebesaran dan identitas suku Tetun.

Dengan segala makna dan nilai yang terkandung di dalamnya, rumah adat suku Tetun tidak hanya menjadi simbol budaya dan sejarah, tetapi juga menjadi cerminan jati diri dan keberagaman tradisi yang tetap lestari hingga kini.

error: Content is protected !!