Video

Teka Teki Silsilah Haji Muhammad Soeharto

×

Teka Teki Silsilah Haji Muhammad Soeharto

Sebarkan artikel ini

KOROPAK.CO.ID – Inilah desa yang sangat berkesan bagi Presiden kedua Indonesia, Haji Muhammad Soeharto, bahkan mungkin yang paling dicintainya.

Di salah satu sudut desa ini, ia lahir dan dibesarkan di sebuah rumah sederhana berdinding gedek. Dari seorang anak petani yang sering memandikan kerbau, Soeharto kemudian tumbuh menjadi presiden Republik Indonesia.

Di rumah masa kecilnya, terdapat sebuah sumur kuno yang tak biasa, bahkan bisa disebut ajaib. Sumur itu tak pernah mengering selama ratusan tahun. Hingga kini, pengunjung masih bisa melihat dan memanfaatkannya.

Mari kita berkunjung ke sana untuk mengenang Presiden Soeharto, sembari menelusuri teka-teki seputar silsilahnya. Apakah benar Pak Harto sebenarnya adalah seorang pangeran yang tersisih dari Kerajaan Yogyakarta?

Presiden kedua Indonesia, Haji Muhammad Soeharto, lahir pada 8 Juni 1921 di Dusun Kemusuk, Desa Argomulyo, Yogyakarta. Dusun ini terletak sekitar 20 kilometer dari pusat kota Yogyakarta. Suasana pedesaan di tempat kelahiran Pak Harto tampak asri, tertata rapi, dan bersih.

Nuansa pedesaan masih kental terasa, meskipun di beberapa sudut sudah mulai hadir sentuhan kehidupan pinggiran kota.

Desa Kemusuk juga menyimpan sejarah kelam. Sebanyak 202 warganya pernah menjadi korban pembantaian oleh Belanda, termasuk ayah tiri Presiden Soeharto, Atmo Prawiro.

Peristiwa ini terjadi setelah Serangan Umum 1 Maret, ketika Belanda yang marah memburu Soeharto di desa kelahirannya. Namun, karena tidak menemukan Soeharto, para serdadu Belanda menembaki semua lelaki yang mereka temui.

Atmo Prawiro naas tertangkap Belanda saat berusaha melarikan diri ke pematang sawah. Ia ditembak tepat di kepala. Sementara itu, Soeharto berhasil menyelamatkan diri.

Rumah masa kecil Soeharto saat itu hanyalah rumah sederhana berdinding gedek atau bambu, jauh lebih kecil dari bangunan yang ada sekarang.

Adik Soeharto, Probosutedjo, kemudian merenovasi dan memperluas rumah masa kecilnya, menjadikannya Museum Jenderal Soeharto yang kini berdiri di atas lahan seluas sekitar 3.000 meter persegi.

Sebuah rumor menarik pernah mencuat. Konon, Soeharto sebenarnya adalah keturunan bangsawan, anak dari salah satu pangeran Kerajaan Yogyakarta. Klaim ini pertama kali diungkap oleh majalah POP pada Oktober 1974 dalam artikel berjudul Teka-teki Sekitar Garis Silsilah Soeharto.

Baca: Peristiwa 26 Maret 1968: Awal Era Soeharto

Dalam artikel tersebut disebutkan bahwa Soeharto sebenarnya adalah putra Padmodipuro, seorang bangsawan keturunan Sri Sultan Hamengkubuwono II, bukan anak desa seperti yang selama ini ia akui.

Menurut artikel majalah POP tersebut, saat Soeharto berusia 6 tahun, Padmodipuro menitipkan istri dan anaknya kepada seorang warga desa bernama Kerto Sudiro, karena ia hendak menikahi anak seorang wadana yang berpengaruh.

Berita ini membuat Soeharto marah besar. Majalah POP segera dibredel, dan pemimpin redaksinya dipenjara selama tiga tahun.

Menanggapi artikel itu, Soeharto menggelar konferensi pers, menghadirkan beberapa saksi orang tua dari Desa Kemusuk dan mengundang puluhan wartawan, baik dari dalam maupun luar negeri, untuk membantah rumor tersebut.

Selama dua jam, Soeharto menjelaskan asal-usulnya, menegaskan bahwa ia dilahirkan di Desa Kemusuk, sebuah desa terpencil di sebelah barat Yogyakarta. Pernyataan ini sesuai dengan data yang tersimpan di museum tersebut.

Kondisi rumah Pak Harto saat ini telah bertransformasi menjadi museum, dengan banyak bangunan baru yang mengelilinginya, termasuk rumah Joglo yang terletak di depan.

Rumah Joglo ini berfungsi sebagai tempat menerima tamu dan menyediakan akomodasi bagi keluarga Cendana atau tamu penting yang berkunjung ke museum.

Di antara anak-anak Pak Harto, Titik Soeharto menjadi yang paling sering mengunjungi lokasi bersejarah ini. Menurut informasi yang beredar, sejumlah pengunjung museum sering membawa pulang air dari sumur yang ada di lokasi.

Tujuannya mungkin beragam, namun banyak yang percaya bahwa dengan melakukan hal tersebut, mereka akan mendapatkan “Wahyu Pak Harto” untuk menjadi pemimpin atau setidaknya memperoleh jabatan.

Rumah bersejarah yang kini berfungsi sebagai museum, yang dibangun oleh Probosutedjo, dibuka setiap hari kecuali hari Senin.

Jam operasionalnya dimulai dari pukul 08.30 hingga 16.00, dan pengunjung tidak dikenakan biaya masuk. Pada hari libur, museum ini ramai dikunjungi, terutama oleh rombongan siswa yang ingin mempelajari sejarah.

error: Content is protected !!