KOROPAK.CO.ID – Program ambisius Presiden Prabowo Subianto untuk menyediakan makan bergizi gratis bagi jutaan anak Indonesia bukanlah gagasan baru.
Ide ini mengakar jauh ke masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, yang meluncurkan Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) dengan tujuan meningkatkan gizi anak-anak sekolah, terutama dari TK hingga SD.
Program tersebut memberikan makanan tambahan bergizi seperti susu dan bubur kacang dengan harapan menunjang kecerdasan anak-anak Indonesia.
Berdasarkan rekaman pidato yang beredar, Soeharto menjelaskan bahwa kecerdasan anak sangat dipengaruhi asupan makanan bergizi, sehingga pemerintah memutuskan untuk menyediakan asupan gizi yang memadai tiga kali seminggu kepada siswa SD.
Program ini dijalankan dengan bantuan para guru, kepala sekolah, serta organisasi PKK dan LKD. Untuk memastikan kelancaran implementasinya, Soeharto menunjuk putrinya, Siti Hardijanti Rukmana atau lebih dikenal sebagai Mbak Tutut, sebagai Menteri Sosial pada tahun 1998.
Tutut pun menerapkan kebijakan kupon makan gratis. Program makan bergizi ini juga menjadi sangat relevan seiring dengan krisis moneter yang melanda Indonesia tahun 1997-1998.
Baca: Sejarah Presiden Soeharto Mencanangkan Program Wajib Belajar 9 Tahun
Krisis tersebut menyebabkan angka pengangguran melonjak drastis, dari sekitar 3 juta orang menjadi 13,8 juta pada tahun 1998, seperti dicatat dalam kajian “Krisis Moneter Indonesia: Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran” oleh Wakil Kepala Kajian APEC UI, Lepi Tarmizi.
Dalam upaya membantu masyarakat terdampak, kebijakan makan bergizi pun diperluas, menyediakan bantuan makan bagi orang-orang yang mengalami PHK dan sejumlah warung sederhana.
Untuk mendanai program ini, pemerintah Orde Baru mengumpulkan dana dari pemotongan gaji presiden dan para menteri selama setahun, serta sumbangan pihak swasta.
Di DKI Jakarta, sebanyak 15 ribu kupon makan gratis dibagikan, dengan nilai satu kupon Rp1.500 yang setara dengan Rp7.300 pada tahun 2024. Dengan nilai tersebut, penerima manfaat bisa mendapatkan seporsi nasi, telur, dan sayur dari 300 warung sehat yang sudah terdata.
Namun, berbagai kendala menghadang keberhasilan program ini. Karena terbatas hanya di Jakarta, tidak semua warga yang berhak dapat terjangkau.
Selain itu, kesalahpahaman pun sering terjadi antara pemegang kupon dan pemilik warung, beberapa di antaranya merasa rugi karena ada warga yang meminta makanan tanpa menunjukkan kupon. Program makan bergizi gratis ini akhirnya dihentikan seiring dengan berakhirnya Orde Baru.