KOROPAK.CO.ID – Speech delay, atau keterlambatan berbicara, telah menjadi perhatian penting dalam perkembangan anak. Istilah ini merujuk pada kondisi di mana seorang anak menunjukkan keterlambatan dalam kemampuan berbicara dan berbahasa yang tidak sejalan dengan tahap perkembangan usia mereka.
Kondisi ini sering kali menyebabkan kesulitan bagi anak dalam mengekspresikan pikiran dan perasaan, yang pada gilirannya bisa berimbas pada keterbatasan dalam interaksi sosial dan komunikasi.
Sejak zaman dahulu, pengetahuan tentang perkembangan anak dan komunikasi telah ada dalam berbagai bentuk. Banyak budaya kuno, dari Mesir hingga Yunani, mencatat pentingnya kemampuan bahasa dalam perkembangan kognitif anak.
Namun, hingga abad ke-20, perhatian terhadap masalah seperti speech delay baru mulai mendapatkan pengakuan yang lebih luas dalam bidang kesehatan dan pendidikan anak.
Ahli perkembangan anak mulai mengidentifikasi tanda-tanda keterlambatan bahasa, yang sering kali bisa terdeteksi sebelum anak mencapai usia satu tahun. Dalam pengamatan awal, orang tua diharapkan waspada jika bayi tidak menunjukkan respons terhadap suara atau tidak terlibat dalam interaksi verbal.
Misalnya, pada usia 12 bulan, seorang anak seharusnya mulai menggunakan gerakan seperti menunjuk atau melambaikan tangan. Jika mereka tidak melakukannya, itu bisa menjadi sinyal awal adanya keterlambatan dalam komunikasi.
Memasuki usia 18 bulan, anak diharapkan dapat meniru suara dan memahami ucapan sederhana. Namun, jika mereka lebih memilih gerakan tubuh untuk berkomunikasi dan mengalami kesulitan dalam meniru suara, maka tindakan evaluasi lebih lanjut mungkin diperlukan.
Ketika anak mencapai usia dua tahun, mereka seharusnya mampu menghasilkan kata-kata atau frasa secara spontan. Jika tidak, seperti hanya mampu meniru ucapan tanpa memahami maknanya, ini merupakan indikasi adanya masalah yang lebih serius.
Baca: Mengenal Misi dan Kiprah Federasi Hemofilia Dunia
Tanpa intervensi yang tepat dan tepat waktu, speech delay dapat menyebabkan dampak jangka panjang yang signifikan. Keterlambatan dalam keterampilan berbicara dapat mengarah pada prestasi akademik yang buruk.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, keterlambatan bicara, disertai dengan kekurangan dalam membaca dan menulis, membuat proses belajar anak menjadi lebih menantang.
Anak-anak yang tidak mampu mengikuti pelajaran akan kesulitan menjawab pertanyaan, mengungkapkan pendapat, atau memahami instruksi dari guru dan teman-teman mereka.
Selain itu, terdapat dampak sosial yang tidak bisa diabaikan. Anak-anak dengan gangguan bicara sering kali merasa terisolasi, yang dapat mengarah pada rendahnya minat mereka untuk bersekolah.
Rasa frustrasi yang muncul akibat kesulitan berkomunikasi dapat menyebabkan stres dan tekanan psikologis, yang pada akhirnya mempengaruhi kesehatan mental mereka.
Kecenderungan untuk menjauh dari interaksi sosial bisa menyebabkan masalah seperti fobia sosial, di mana mereka merasa cemas berlebihan terhadap situasi sosial.
Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua dan pengasuh untuk menyadari tanda-tanda speech delay dan mengambil langkah yang diperlukan untuk memberikan dukungan yang dibutuhkan anak.
Dalam upaya meningkatkan kesadaran dan pemahaman mengenai pentingnya komunikasi, intervensi dini adalah kunci untuk mencegah konsekuensi jangka panjang yang bisa terjadi akibat keterlambatan berbicara.