Memoar

Mengenang H. Agus Salim, Bapak Pandu dan Pejuang Kemerdekaan Indonesia

×

Mengenang H. Agus Salim, Bapak Pandu dan Pejuang Kemerdekaan Indonesia

Sebarkan artikel ini
Mengenang H. Agus Salim, Bapak Pandu dan Pejuang Kemerdekaan Indonesia
Doc. Foto: gurudikdas.kemdikbud.go.id

KOROPAK.CO.ID – H. Agus Salim, yang lahir dengan nama Masjhoedoelhaq pada 8 Oktober 1884, adalah salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Dikenal sebagai Bapak Pandu Indonesia, Agus Salim meninggalkan warisan yang mendalam di dunia politik, jurnalistik, dan pendidikan. Ia dipastikan sebagai pahlawan nasional Indonesia pada 27 Desember 1961 melalui Keputusan Presiden Indonesia Nomor 657 tahun 1961.

Agus Salim meninggal dunia pada 4 November 1954, namun pengaruhnya terus terasa hingga saat ini. Agus Salim berasal dari keluarga terhormat. Ayahnya, Soetan Salim, menjabat sebagai Jaksa Kepala di Pengadilan Tinggi Riau.

Sejak kecil, ia menunjukkan kecerdasan yang luar biasa. Pendidikan dasarnya ditempuh di Europeesche Lagere School (ELS), yang ditujukan untuk anak-anak Eropa, diikuti dengan studi di Hoogere Burgerschool (HBS) Koning Willem III di Batavia.

Kecemerlangan akademiknya terlihat ketika ia lulus sebagai alumnus terbaik di HBS se-Hindia Belanda. Setelah menyelesaikan pendidikannya, Salim memulai kariernya sebagai penerjemah dan notaris di sebuah perusahaan pertambangan.

Pada tahun 1906, ia berangkat ke Jeddah, Arab Saudi, untuk bekerja di kedutaan Belanda, di mana ia memperdalam ilmu agama dan bahasa di bawah bimbingan pamannya, Syaikh Ahmad Khatib.

Kembali ke tanah air, Salim membuka sekolah dasar berbahasa Belanda pada tahun 1912 dan kemudian terjun ke dunia jurnalistik, di mana ia bekerja di beberapa surat kabar terkemuka, termasuk Harian Neratja dan Hindia Baroe.

Agus Salim juga memiliki peranan penting dalam politik. Pada tahun 1915, ia bergabung dengan Sarekat Islam dan menjadi pemimpin kedua setelah Oemar Said Tjokroaminoto.

Baca: Mengenang H.O.S. Tjokroaminoto: Nasionalis dan Pemimpin Sarekat Islam

Ia berkontribusi sebagai anggota Volksraad dari tahun 1921 hingga 1924 dan terlibat dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan yang merumuskan UUD 1945.

Selama periode perjuangan kemerdekaan, ia menjabat sebagai Menteri Muda Luar Negeri dan kemudian sebagai Menteri Luar Negeri pada beberapa kabinet, termasuk Kabinet Hatta I dan II.

Keahlian Agus Salim dalam berbagai bahasa, termasuk Belanda, Inggris, Jerman, Prancis, Arab, Turki, dan Jepang, memberinya keunggulan dalam menjalin hubungan internasional, terutama dengan negara-negara Arab pasca-kemerdekaan.

Hal ini terlihat saat ia berhasil membuka hubungan diplomatik Indonesia dengan Mesir pada tahun 1947. Selain prestasi politik dan jurnalistik, Agus Salim juga dikenal sebagai seorang penulis produktif.

Karya-karyanya, yang mencakup tulisan tentang sejarah Islam dan terjemahan karya-karya sastra Barat, mencerminkan kedalaman pemikirannya dan komitmennya terhadap pendidikan.

Beberapa karya terkenalnya antara lain “Riwayat Kedatangan Islam di Indonesia” dan terjemahan “Menjinakkan Perempuan Garang” dari karya Shakespeare. Agus Salim meninggal pada tahun 1954, namun namanya terus dikenang.

Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, dan namanya diabadikan dalam stadion sepak bola di Kota Padang. Dalam budaya populer, sosoknya diangkat dalam beberapa film, termasuk “Tjokroaminoto: Guru Bangsa” dan “Buya Hamka.”

H. Agus Salim bukan hanya seorang tokoh sejarah, tetapi juga simbol perjuangan, pengetahuan, dan integritas yang masih menjadi inspirasi bagi generasi penerus dalam membangun bangsa yang merdeka dan berdaulat.

error: Content is protected !!