KOROPAK.CO.ID – Pada hari ini, 10 November, 67 tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1956, Presiden Soekarno mengumumkan konsep Demokrasi Terpimpin, sebuah sistem pemerintahan yang akan membentuk wajah politik Indonesia selama lebih dari satu dekade.
Deklarasi ini disampaikan dalam pembukaan sidang Konstituante pada tanggal 10 November 1956, yang menandai dimulainya periode baru dalam sejarah politik Indonesia.
Konsep Demokrasi Terpimpin, yang mulai diterapkan pada tahun 1959, merupakan respons terhadap ketidakstabilan politik pasca-kemerdekaan.
Dalam sistem ini, seluruh keputusan besar negara tidak lagi melalui sistem demokrasi parlementer yang telah diterapkan sebelumnya, melainkan diputuskan langsung oleh presiden, yang saat itu dijabat oleh Soekarno.
Hal ini ditegaskan dalam Dekrit Presiden 1959, yang mencabut keberlakuan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950 dan mengembalikan penerapan UUD 1945 sebagai konstitusi negara.
Demokrasi Terpimpin di Indonesia diartikan sebagai bentuk pemerintahan yang lebih otoriter, namun tetap dengan dasar-dasar demokrasi. Gagasan ini adalah hasil pemikiran Soekarno yang dikenal sebagai Konsepsi Presiden 1957.
Menurut konsep tersebut, demokrasi Indonesia harus mampu mengakomodasi aspirasi masyarakat melalui keseimbangan antara partai politik dan golongan-golongan fungsional.
Pokok-pokok pikiran dalam konsepsi tersebut antara lain adalah pembaruan struktur politik dengan sistem pemerintahan yang mendukung partai-partai politik dan kekuatan golongan fungsional dalam masyarakat.
Baca: Demokrasi Terpimpin: Sejarah Penting di Balik Konsepsi Presiden Soekarno
Di dalamnya juga diusulkan pembentukan kabinet gotong royong, yang merupakan gabungan berbagai kekuatan politik, untuk menciptakan kestabilan di tingkat pemerintahan.
Pada 9 April 1957, Soekarno melantik Kabinet Karya, yang dikenal juga sebagai kabinet berkaki empat. Kabinet ini mencerminkan keseimbangan kekuatan politik antara Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi, Nahdlatul Ulama (NU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Pembentukan kabinet ini merupakan langkah konkret untuk menerapkan sistem Demokrasi Terpimpin, yang berusaha mengakomodasi berbagai kekuatan politik dalam satu kesatuan pemerintahan.
Selanjutnya, Dewan Nasional yang dibentuk pada 6 Mei 1957, terdiri dari 41 wakil yang berasal dari berbagai golongan masyarakat, termasuk pemuda, buruh, petani, wanita, cendekiawan, dan lainnya. Dewan ini dipimpin langsung oleh Presiden Soekarno, dengan Roeslan Abdul Gani sebagai wakil ketua.
Namun, keputusan untuk melibatkan PKI dalam struktur politik Indonesia tidak tanpa kontroversi. Walaupun Soekarno menyebut PKI sebagai penyeimbang, keberadaannya dalam pemerintahan menimbulkan pro dan kontra yang panjang, dengan dampak yang terasa hingga bertahun-tahun setelahnya.
Demokrasi Terpimpin menjadi periode yang penting dalam perjalanan sejarah Indonesia, yang mencerminkan dinamika politik dalam menghadapi tantangan pasca-kemerdekaan.
Meskipun konsep ini berakhir pada tahun 1966, jejaknya tetap menjadi bagian dari perjalanan panjang bangsa Indonesia menuju stabilitas politik.