KOROPAK.CO.ID – Setiap 10 November, selain diperingati sebagai Hari Pahlawan, juga dikenang sebagai Hari Ganefo, sebuah momen bersejarah yang tidak kalah pentingnya bagi Indonesia.
Ganefo, singkatan dari Games of the New Emerging Forces, merupakan sebuah pesta olahraga tandingan Olimpiade yang diinisiasi oleh Presiden Soekarno pada tahun 1963.
Ganefo bukan hanya sekadar ajang olahraga, melainkan juga sebuah manifestasi dari perlawanan Indonesia terhadap dominasi politik internasional, terutama yang ditunjukkan oleh Komite Olimpiade Internasional (IOC).
Penyelenggaraan Ganefo di Jakarta pada 10 November 1963 ini muncul sebagai respons terhadap ketegangan politik dan olahraga yang melibatkan Indonesia. Indonesia, pada saat itu, menghadapi sanksi skorsing dari IOC setelah melarang partisipasi Taiwan dan Israel dalam Asian Games 1962 di Jakarta.
Keputusan tersebut didorong oleh kebijakan luar negeri Indonesia yang ingin mempererat hubungan dengan negara-negara blok Timur, termasuk Republik Rakyat Tiongkok (RRT), serta negara-negara Arab. Sikap ini berseberangan dengan prinsip-prinsip IOC yang memisahkan politik dari olahraga.
Namun, Indonesia menanggapi sanksi tersebut dengan penuh keberanian. Soekarno menegaskan bahwa politik dan olahraga tak bisa dipisahkan, dan Ganefo pun lahir sebagai alternatif dari Olimpiade yang dianggap oleh Indonesia sebagai alat imperialisme negara-negara besar, terutama negara-negara Barat.
Soekarno melihat bahwa Ganefo dapat menjadi sarana untuk memperkuat nasionalisme dan memperjuangkan kedudukan negara-negara berkembang di panggung internasional.
Pada penyelenggaraannya di Jakarta, Ganefo melibatkan sekitar 2.700 atlet dari 51 negara berkembang yang berasal dari Asia, Afrika, Amerika Latin, hingga Eropa.
Ajang ini berlangsung dengan semangat kebersamaan antar negara-negara yang tergabung dalam blok Nefo (New Emerging Forces) yang dibentuk Soekarno sebagai lawan dari Oldefo (Old Established Forces), yang merujuk pada negara-negara Barat.
Baca: GANEFO: Ajang Olimpiade Negara Berkembang yang Dicanangkan oleh Presiden Soekarno
Namun, Ganefo tak lepas dari kontroversi. IOC berusaha keras untuk menekan negara-negara yang berpartisipasi dalam Ganefo agar tidak ikut serta dalam Olimpiade, menciptakan ketegangan yang semakin memperburuk hubungan Indonesia dengan IOC.
Kendati demikian, Soekarno tetap pada pendiriannya bahwa olahraga harus dipisahkan dari politik, meskipun kenyataannya olahraga seringkali dipakai sebagai alat politik, baik oleh negara besar maupun oleh negara-negara yang baru muncul seperti Indonesia.
Ganefo bukan hanya sekadar ajang olahraga, melainkan juga alat politik yang digunakan oleh Soekarno untuk memperjuangkan cita-cita politik luar negeri Indonesia. Dalam pandangan Soekarno, dunia terbagi menjadi dua kekuatan besar: Nefo dan Oldefo.
Melalui Ganefo, Soekarno ingin mengangkat posisi Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya, serta menentang hegemoni negara-negara Barat.
Pada masa itu, olahraga memang tidak bisa dipisahkan dari politik. Hal ini sudah terbukti sejak Olimpiade Kuno hingga Olimpiade Modern, di mana olahraga sering kali digunakan sebagai sarana untuk menunjukkan kekuatan politik.
Dengan Ganefo, Indonesia berusaha menunjukkan bahwa mereka adalah bagian dari kekuatan dunia baru yang bangkit dan siap melawan imperialisme melalui olahraga. Walaupun Ganefo hanya berlangsung beberapa kali, semangat dan ideologinya tetap hidup dalam ingatan bangsa Indonesia.
Ganefo bukan hanya tentang olahraga, melainkan tentang semangat persatuan negara-negara yang baru merdeka untuk saling mendukung dan berjuang bersama menghadapi dominasi politik global.
Peringatan Ganefo setiap 10 November mengingatkan kita akan pentingnya solidaritas internasional dan bagaimana Indonesia menggunakan olahraga sebagai salah satu sarana dalam memperjuangkan kedaulatan dan kemerdekaannya di pentas dunia.