KOROPAK.CO.ID – Prof. Pantur Silaban, Ph.D., yang lahir pada 11 November 1937 dan meninggal pada 1 Agustus 2022, adalah salah satu akademisi dan fisikawan paling terkemuka di Indonesia.
Sebagai Guru Besar di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Institut Teknologi Bandung (ITB), ia dikenal sebagai pionir dalam pengembangan teori relativitas umum di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara.
Keahlian dan dedikasinya dalam bidang fisika teoretik energi tinggi menjadikannya sosok yang tak terlupakan dalam dunia ilmu pengetahuan. Pantur Silaban mengawali karir akademisnya di ITB setelah diangkat menjadi staf pengajar fisika pada tahun 1964.
Namun, perjalanan ilmiahnya baru memasuki babak baru ketika ia berangkat ke Amerika Serikat pada 1967 untuk mendalami teori relativitas umum, salah satu cabang fisika yang sedang hangat dibicarakan pada masa itu.
Di Universitas Syracuse, Pantur Silaban belajar langsung di bawah bimbingan dua fisikawan ternama, Peter Gabriel Bergmann dan Joshua N. Goldberg.
Di sinilah ia mengarahkan perhatiannya pada isu yang sangat kompleks: mengawinkan Mekanika Kuantum dengan Relativitas Umum untuk mencapai Teori Kuantum Gravitasi, sebuah impian besar yang pernah digagas oleh Albert Einstein melalui konsep Grand Unified Theory.
Pada tahun 1971, Pantur Silaban berhasil menyelesaikan disertasinya yang berjudul Null Tetrad, Formulation of the Equation of Motion in General Relativity, sebuah kontribusi yang memperkaya khazanah fisika teoretik, terutama dalam studi relativitas.
Setelah menuntaskan studi doktoralnya, Pantur Silaban kembali ke Indonesia dan menjadi fisikawan pertama yang mempelajari dan mengembangkan teori relativitas umum hingga tingkat doktor.
Baca: Sri Wahyaningsih, Sosok Wanita Inspiratif yang Mengubah Dunia Pendidikan
Di tanah air, beliau tidak hanya dikenal sebagai pengajar, tetapi juga sebagai referensi utama terkait teori-teori Einstein.
Kontribusinya dalam bidang sains membuatnya sering diundang untuk berbicara di berbagai forum internasional, termasuk International Centre for Theoretical Physics (ICTP) di Trieste, Italia, yang didirikan oleh Nobelis Fisika Abdus Salam.
Dalam berbagai kesempatan, Pantur Silaban mengemukakan pandangannya tentang teori kuantum gravitasi dan terus memantau perkembangan teori tersebut hingga akhir hayatnya.
Di luar dunia akademis, Pantur Silaban dikenal sebagai sosok keluarga yang sangat memperhatikan pendidikan. Bersama istrinya, Rugun Lumbantoruan, ia membesarkan empat putri yang semua berhasil menempuh pendidikan tinggi di perguruan tinggi terkemuka.
Anna Silaban menjadi lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran; Ruth Silaban meraih gelar dokter spesialis saraf; Sarah Silaban, lulusan Teknik Sipil ITB, dan Mary Silaban, lulusan Teknik Geologi ITB.
Keluarga ini menjadi bukti nyata bahwa semangat intelektual dan pencapaian akademis terus diturunkan dari generasi ke generasi.
Sebagai bentuk apresiasi atas dedikasinya dalam dunia ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang fisika, Pantur Silaban dianugerahi Achmad Bakrie Award pada tahun 2009 oleh Freedom Institute, sebuah penghargaan yang menegaskan kontribusinya yang luar biasa dalam memperkaya pengetahuan ilmiah Indonesia dan dunia.
Prof. Pantur Silaban meninggalkan warisan yang tidak hanya diingat di kalangan ilmuwan, tetapi juga menginspirasi banyak generasi muda Indonesia untuk mengejar ilmu pengetahuan dan berkontribusi pada kemajuan bangsa melalui penelitian dan penemuan ilmiah.