KOROPAK.CO.ID – Dr. Saharjo, S.H., yang lahir di Surakarta pada 26 Juni 1909, adalah sosok pilar dalam sejarah hukum Indonesia, yang mencerminkan dedikasi dan reformasi di tengah dinamika hukum negara yang berkembang.
Putra dari seorang abdi dalem Keraton Surakarta bernama R. Ngabei Sastroprayitno, Saharjo tumbuh dalam lingkungan yang menghargai nilai tradisi dan tanggung jawab.
Awalnya bercita-cita menjadi dokter, Saharjo muda sempat mengenyam pendidikan di STOVIA, sekolah kedokteran ternama. Namun, ia merasa panggilan hatinya lebih kuat ke bidang hukum.
Setelah meninggalkan STOVIA, ia melanjutkan pendidikan di AMS (sekolah setingkat SMA), dan mengawali langkahnya sebagai tenaga pengajar di Jakarta, di mana ia juga aktif di Partai Indonesia (Partindo).
Ketika akhirnya Saharjo menuntaskan pendidikan hukum pada 1941, ia segera bergabung dengan Departemen Kehakiman, yang menjadi arena pengabdian dan inovasinya hingga akhir hayatnya.
Peran Saharjo semakin menonjol saat ia dipercaya sebagai Sekretaris Jenderal Departemen Kehakiman dan kemudian sebagai Menteri Kehakiman dalam Kabinet Kerja pada 1959 hingga 1962. Di sinilah, ia mencetuskan reformasi terminologi hukum yang lebih manusiawi dan merepresentasikan budaya Indonesia.
Baca: Mengenang Pantur Silaban, Fisikawan Pionir Relativitas Umum Indonesia
Misalnya, ia menggantikan istilah “penjara” menjadi “permasyarakatan” dan “terhukum” menjadi “narapidana.” Terminologi ini tidak hanya lebih lembut tetapi juga mengandung makna pembinaan.
Berkat perubahan ini, lembaga penahanan di Indonesia kini dikenal dengan nama “Lembaga Permasyarakatan” (Lapas).
Selain itu, Saharjo juga mengubah lambang hukum Indonesia yang sebelumnya diwakili oleh Dewi Themis, sosok mitologis Yunani yang dianggapnya kurang mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia.
Sebagai gantinya, ia memilih pohon beringin sebagai simbol hukum—sebuah pohon yang melambangkan keteduhan, perlindungan, dan keadilan yang menyeluruh.
Perjalanan hidup Dr. Saharjo berakhir pada 13 November 1963 akibat pendarahan otak di usia 54 tahun. Kendati singkat, warisan intelektual dan visi humanisnya dalam hukum tetap abadi, menjadikannya tokoh yang tak terlupakan dalam sejarah hukum di Indonesia.