KOROPAK.CO.ID – Perang Ketupat adalah salah satu tradisi unik yang dapat ditemukan di Provinsi Bangka Belitung, Indonesia.
Berbeda dengan makna perang pada umumnya, Perang Ketupat bukanlah sebuah pertikaian fisik, melainkan sebuah acara budaya yang sarat dengan nilai kebersamaan, rasa syukur, serta penghormatan terhadap sejarah dan budaya lokal.
Tradisi ini bermula sekitar abad ke-18, meskipun beberapa sumber mencatat bahwa tradisi tersebut sudah ada sejak sebelum Indonesia merdeka.
Perang Ketupat muncul sebagai bagian dari perayaan Idulfitri yang dirayakan dengan cara khas oleh masyarakat Bangka Belitung, yang pada masa itu dipengaruhi oleh campuran budaya Melayu, Tionghoa, dan Islam.
Ketupat, yang merupakan makanan tradisional berbahan beras ketan yang dibungkus daun kelapa, menjadi simbol utama dalam perayaan ini, memiliki makna spiritual dan budaya yang mendalam bagi masyarakat setempat.
Perang Ketupat biasanya dilaksanakan pada hari kedua atau ketiga Idulfitri. Pagi hari menjadi waktu yang tepat bagi warga desa untuk berkumpul di lapangan terbuka atau halaman rumah, tempat mereka saling melemparkan ketupat yang telah dimasak.
Ketupat yang dilemparkan biasanya diikat dalam anyaman daun kelapa muda, yang melambangkan kesabaran dan ketelitian dalam tradisi tersebut. Proses ini berkembang dari sekadar ekspresi kegembiraan menjadi sebuah kompetisi yang mengutamakan kebersamaan dan kegembiraan kolektif.
Baca: Menggali Makna dan Sejarah Tari Campak Bangka Belitung
Kelompok-kelompok yang terlibat dalam perayaan ini umumnya terdiri dari keluarga, tetangga, atau sesama rekan kerja, yang semuanya memiliki ikatan sosial yang erat.
Perang Ketupat tidak hanya menjadi ajang hiburan, tetapi juga kesempatan untuk mempererat hubungan sosial di antara warga, serta memperkenalkan tradisi kepada generasi muda.
Makna yang terkandung dalam tradisi ini sangat dalam. Ketupat sendiri melambangkan kesucian dan kemurnian, yang tercermin dalam proses pembuatannya yang rumit dan penuh kesabaran.
Lebih dari sekadar makanan, ketupat menjadi simbol rasa syukur atas berakhirnya bulan Ramadan dan keberhasilan dalam menjalankan ibadah puasa.
Perang Ketupat juga mengandung nilai-nilai kebersamaan dan gotong-royong. Tradisi ini mendorong masyarakat untuk saling bekerja sama, berbagi kebahagiaan, serta menjalin hubungan sosial yang lebih erat.
Dalam prosesnya, generasi muda juga diberi pelajaran penting tentang pentingnya melestarikan warisan budaya leluhur mereka, yang menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas masyarakat Bangka Belitung.
Dengan cara yang unik dan penuh semangat, Perang Ketupat menjadi simbol kuat dari kebersamaan, rasa syukur, dan kekayaan budaya yang diwariskan turun-temurun oleh masyarakat Bangka Belitung.