KOROPAK.CO.ID – Dalam budaya Jawa, gunungan bukan sekadar sekumpulan benda atau dekorasi, tetapi sebuah simbol yang kaya akan makna, yang telah berakar dalam tradisi dan upacara adat masyarakat Jawa.
Gunungan sering kali muncul dalam acara ritual besar, seperti Sekaten, Grebeg, dan pertunjukan Wayang Kulit, yang memegang peranan penting sebagai lambang keseimbangan alam, kehidupan, serta hubungan manusia dengan Tuhan dan sesama.
Bentuk gunungan yang menyerupai gunung, yang dalam filsafat Jawa dipandang sebagai tempat pertemuan dunia manusia dengan dunia spiritual, menjadikannya simbol yang kuat dan mendalam.
Gunung dianggap sebagai pusat alam semesta, tempat bertemunya berbagai dimensi, termasuk dunia manusia, dewa, dan roh-roh. Disini kita akan membahas lebih dalam tentang makna filosofis, sejarah, dan peran gunungan dalam budaya Jawa.
Makna Filosofis Gunungan dalam Budaya Jawa
Gunungan memiliki makna yang tak terpisahkan dari konsep spiritual masyarakat Jawa. Secara umum, gunungan menggambarkan gunung sebagai pusat alam semesta, tempat yang menghubungkan dunia manusia dengan dunia yang lebih tinggi.
Ini melambangkan keseimbangan alam, di mana segala unsur kehidupan harus seimbang, baik secara duniawi maupun spiritual. Dalam filosofi Jawa, hubungan manusia dengan alam semesta sangat erat, dan gunungan menjadi simbol dari pentingnya menjaga keharmonisan tersebut.
Selain itu, gunungan juga berkaitan erat dengan kepercayaan religius masyarakat Jawa. Gunungan dipercaya sebagai simbol permohonan berkah dan kesejahteraan dari Tuhan.
Posisi gunungan yang mengarah ke langit melambangkan pengakuan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini berasal dari kekuatan yang lebih tinggi.
Gunungan dalam Upacara Adat dan Ritual Jawa
Gunungan tak hanya ditemukan dalam acara budaya, tetapi juga memiliki peran penting dalam berbagai ritual adat. Misalnya, dalam Sekaten yang diadakan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW, gunungan menjadi pusat dari perayaan.
Di sini, gunungan yang terbuat dari hasil bumi akan diarak dan diperebutkan oleh masyarakat sebagai simbol berkah dan kemakmuran. Proses ini dikenal sebagai Grebeg, sebuah tradisi di mana gunungan dibagikan kepada masyarakat yang berpartisipasi.
Baca: Jaranan, Permainan Tradisional yang Menghidupkan Budaya Jawa
Gunungan juga muncul dalam Wayang Kulit sebagai simbolisasi dunia yang akan dimasuki oleh para tokoh wayang. Dalam pertunjukan ini, gunungan menggambarkan alam semesta yang penuh dengan keberagaman, mencerminkan kehidupan manusia yang selalu penuh dengan tantangan dan perubahan.
Selain itu, dalam ritual sedekah bumi, gunungan juga memainkan peran sebagai lambang permohonan kepada Tuhan agar hasil bumi yang ditanam dapat berlimpah. Biasanya, gunungan dalam upacara ini dibuat dari berbagai hasil pertanian, seperti padi, jagung, dan buah-buahan, yang melambangkan kesuburan tanah.
Bentuk dan Ciri Khas Gunungan
Bentuk gunungan yang khas menggambarkan tiga lapisan alam semesta. Bagian puncaknya yang menjulang tinggi menggambarkan Dunia Atas, yaitu tempat para dewa dan Tuhan.
Bagian tengah gunungan adalah Dunia Tengah, yang menggambarkan kehidupan manusia, sementara bagian dasar gunungan adalah Dunia Bawah, yang melambangkan dunia bawah, tempat roh-roh halus atau makhluk gaib.
Bahan yang digunakan untuk membuat gunungan biasanya adalah bahan alami, seperti daun, bunga, dan hasil bumi lainnya. Warna pada gunungan juga memiliki makna simbolis: hijau melambangkan kesuburan dan kehidupan, sedangkan warna kuning atau emas melambangkan kemakmuran dan berkah.
Gunungan sebagai Penghubung Tradisi dan Identitas Budaya
Gunungan tidak hanya merupakan simbol dalam upacara adat, tetapi juga bagian integral dari identitas budaya Jawa. Sebagai warisan budaya, gunungan mengingatkan kita tentang pentingnya menjaga keseimbangan hidup, harmoni dengan alam, dan hubungan baik dengan Tuhan serta sesama.
Keberadaannya dalam kehidupan sehari-hari menjadi petunjuk hidup yang mengajarkan nilai-nilai spiritual dan moral yang telah diturunkan dari generasi ke generasi.
Walaupun zaman terus berkembang, keberadaan gunungan tetap relevan dalam budaya Jawa. Ia bukan hanya sekadar lambang, tetapi pengingat akan kesederhanaan, keharmonisan, dan penghormatan terhadap alam serta sesama.
Sebagai simbol yang kaya akan makna filosofis dan spiritual, gunungan mengajarkan kita untuk hidup dalam keharmonisan dengan alam dan menghargai setiap lapisan kehidupan. Keberadaannya menjadi bukti perjalanan panjang budaya Jawa yang tetap terjaga dan dihargai.
Gunungan bukan sekadar warisan budaya, melainkan pedoman hidup yang terus hidup dalam setiap ritual, memperkuat rasa kebersamaan, dan memperkokoh ikatan spiritual masyarakat Jawa.