KOROPAK.CO.ID – Di tengah hiruk-pikuk modernitas, masyarakat Indonesia, khususnya kaum wanita, terus menjaga tradisi unik bernama arisan. Bukan sekadar pertemuan sosial, arisan mencerminkan budaya gotong royong, yang dilakukan dari kalangan menengah atas hingga masyarakat desa.
Namun, di Desa Jetak, Tulakan, Pacitan, tradisi ini hadir dalam bentuk berbeda: arisan beras. Setiap awal bulan, suasana Balai RT yang berdampingan dengan masjid di desa ini berubah menjadi ramai.
Puluhan perempuan dari berbagai usia datang membawa beras 2 kilogram, sesuai kesepakatan. Sinto, wanita sepuh berusia 70 tahun, menjadi salah satu peserta setia. Dengan langkah perlahan, ia menuju meja petugas untuk menimbang beras sebelum disatukan dalam wadah besar.
Bagi peserta, arisan ini bukan sekadar soal keberuntungan membawa pulang banyak beras. Sebaliknya, ini adalah ajang silaturahmi. Obrolan ringan dan gelak tawa mengisi penantian pengundian.
Sinto dan rekan-rekannya memanfaatkan waktu untuk berbagi cerita, mempererat hubungan antarwarga. Namun, momen paling mendebarkan adalah ketika undian dimulai. Ketika nama Sinto diumumkan sebagai pemenang, wajahnya yang semula tegang berubah cerah.
Baca: Mengenal Kesenian Rontek Khas Pacitan Jawa Timur
Ia berhasil membawa pulang 31 kilogram beras, cukup untuk bertahan selama beberapa bulan. “Pas harga beras mahal, dapat rezeki sebanyak ini. Alhamdulillah,” ucapnya penuh syukur.
Arisan beras juga menjadi solusi ekonomi lokal. Saat harga kebutuhan pokok melonjak, tradisi ini membantu warga memenuhi kebutuhan pangan mereka tanpa mengandalkan bantuan luar.
Tradisi arisan beras ini sudah berlangsung secara turun-temurun. Seni, salah satu peserta lain, mengungkapkan bahwa arisan ini lebih dari sekadar kegiatan ekonom, ini adalah simbol nilai kekerabatan yang kuat. Meski zaman terus berubah dan teknologi seperti gawai memengaruhi intensitas berkumpul, arisan beras tetap menjadi wujud kearifan lokal yang ingin terus dipertahankan.
“Semoga tradisi ini tidak punah. Selain membantu saat harga mahal, arisan ini menjaga kebersamaan kami,” harap Seni.
Di tepi Samudera Indonesia, Desa Jetak membuktikan bahwa dalam kesederhanaan, nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan silaturahmi tetap hidup, terwujud dalam butiran beras yang mereka kumpulkan bersama.