KOROPAK.CO.ID – Norman Erikson Pasaribu, lahir di Jakarta pada tahun 1990, merupakan salah satu sastrawan Indonesia yang namanya melambung berkat karya-karya puitis dan naratif yang mendobrak batasan konvensional.
Dengan latar belakang pendidikan di bidang akuntansi dari Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), Norman memilih jalur berbeda dalam hidupnya yakni dunia sastra, di mana ia mengeksplorasi tema identitas, cinta, dan spiritualitas melalui lensa yang unik.
Karya pertama Norman yang mengundang perhatian luas adalah kumpulan puisi Sergius Mencari Bacchus, yang memenangkan Sayembara Manuskrip Buku Puisi Dewan Kesenian Jakarta 2015 dan diterbitkan pada tahun berikutnya oleh Gramedia Pustaka Utama.
Kumpulan puisi ini mengangkat tema homoseksualitas yang digali melalui perspektif psikologis, teologis, dan budaya populer. Pada tahun 2019, karya ini diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Tiffany Tsao dengan judul Sergius Seeks Bacchus dan diterbitkan oleh Tilted Axis. Karya tersebut menuai pujian dari kritikus internasional.
Andrew McMillan, seorang penyair Inggris, memuji karya Norman sebagai perpaduan “spiritual dan sensual”, sementara Intan Paramaditha menyebutnya sebagai kontribusi penting bagi wacana publik mengenai kebudayaan, kebangsaan, dan identitas.
Terjemahan ini bahkan mendapat dukungan dari PEN/Heim Translation Grant dan dimasukkan dalam sejarah panjang penulisan queer Katolik, memperkuat posisi Norman sebagai suara penting dalam sastra kontemporer.
Baca: Mengenal Andi Amrullah, Dosen dan Sastrawan Berpengaruh dari Kalsel
Tidak berhenti pada puisi, Norman mengeksplorasi kemampuan naratifnya melalui cerpen dan novel. Pada tahun 2020, ia menerbitkan dua karya penting: antologi cerita pendek Cerita-Cerita Bahagia, Hampir Seluruhnya dan novel perdana Saudara Kembarmu di Dunia Kertas, keduanya diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama.
Kedua karya ini menampilkan kemampuan Norman dalam merangkai cerita yang menggali isu-isu mendalam dengan pendekatan yang segar dan puitis. Norman telah menerima berbagai penghargaan atas kontribusinya dalam dunia sastra.
Ia menjadi pemenang pertama Sayembara Manuskrip Buku Puisi Dewan Kesenian Jakarta 2015, finalis Kusala Sastra Khatulistiwa, dan penerima Penghargaan Sastrawan Muda Majelis Sastra Asia Tenggara 2017.
Di kancah internasional, karyanya Happy Stories, Mostly masuk dalam longlist The 2022 International Booker Prize dan memenangkan Republic of Consciousness Prize 2022.
Melalui karya-karyanya, Norman Erikson Pasaribu bukan hanya menghadirkan sastra yang indah, tetapi juga membuka ruang dialog tentang isu identitas, cinta, dan keimanan. Perspektif queer yang dihadirkan dalam tulisannya menjadi sumbangsih penting bagi lanskap sastra Indonesia dan dunia, menjadikan Norman sebagai figur sentral dalam diskursus budaya kontemporer.
Di tengah gelombang perubahan zaman, karya Norman menjadi penanda bahwa sastra tetap relevan sebagai alat refleksi, provokasi, dan penghubung bagi generasi lintas budaya.