Seni Budaya

Mengenal Memitu, Tradisi Indramayu yang Resmi Jadi Warisan Budaya Takbenda

×

Mengenal Memitu, Tradisi Indramayu yang Resmi Jadi Warisan Budaya Takbenda

Sebarkan artikel ini
Mengenal Memitu, Tradisi Indramayu yang Resmi Jadi Warisan Budaya Takbenda
Doc. Foto: tosupediacom

KOROPAK.CO.ID – Pemerintah Indonesia telah menetapkan tradisi memitu, syukuran usia kandungan tujuh bulan yang dilestarikan di Indramayu, sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb).

Penetapan ini dilakukan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan disertifikasi sebagai bagian dari kekayaan budaya nasional.

Uum Umiyati, Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kabupaten Indramayu, mengonfirmasi hal ini. “Kemarin kami menerima sertifikat penetapannya,” ujar Uum sebagaimana dilansir dari laman GNFI, Jumat (22/11/2024).

Tradisi memitu menjadi salah satu identitas budaya yang masih dilestarikan di Indramayu. Pelaksanaannya merata di berbagai wilayah, menjadikannya warisan turun-temurun yang tetap hidup hingga kini.

Makna memitu berasal dari kata pitu dalam bahasa Jawa yang berarti “tujuh,” merujuk pada usia kehamilan tujuh bulan. Prosesi ini biasanya melibatkan berbagai ritual simbolis, seperti memandikan ibu hamil dengan air dari tujuh sumber mata air, pergantian pakaian sebanyak tujuh kali, hingga pembacaan kidung doa-doa Islami oleh sesepuh.

“Tradisi ini dilakukan hampir di semua wilayah Indramayu, dengan beberapa variasi lokal yang memperkaya pelaksanaannya,” jelasnya.

Baca: Sering Dikonotasikan Negatif, Ini Arti Kata “Ewe” Bagi Masyarakat Indramayu

Rujakan atau rujak memitu menjadi elemen khas yang tak terpisahkan dari tradisi ini. Namun, ada perbedaan unik di beberapa wilayah Indramayu, seperti penambahan kidungan (nyanyian doa) atau prosesi dia bersama, yang dilakukan secara khusyuk untuk keselamatan ibu dan bayi.

Uum menyebutkan bahwa tradisi kidungan masih dilestarikan di beberapa kecamatan, seperti Cikedung, Losarang, dan Lelea. “Syair-syair dalam kidungan berisi doa agar ibu selamat selama mengandung hingga melahirkan, serta harapan agar anak kelak menjadi pribadi luhur,” tambahnya.

Mengutip jurnal Belaindika: Pembelajaran dan Inovasi Pendidikan, kidungan dalam tradisi memitu mengandung doa dan syair Islami dengan permohonan keselamatan untuk ibu dan anak. Doa ini juga mencerminkan harapan agar bayi yang lahir kelak menjadi insan yang berguna bagi masyarakat dan bangsa.

Selain itu, air dari tujuh sumber dipercaya memiliki makna spiritual, simbol kesucian, dan harapan akan berkah. Proses pergantian pakaian tujuh kali juga melambangkan penyucian dan kesiapan seorang ibu dalam memasuki fase akhir kehamilan.

Tradisi memitu tidak hanya menjadi upacara adat semata, tetapi juga representasi dari nilai-nilai kebersamaan, doa, dan cinta keluarga yang diwariskan dari generasi ke generasi. Desa-desa seperti Kedokan Agung, Panyindangan, dan Kedokan Bunder masih rutin menggelar prosesi ini sebagai wujud syukur atas anugerah kehidupan.

Penetapan memitu sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia menjadi pengakuan penting atas kekayaan budaya lokal Indramayu, sekaligus dorongan untuk terus menjaga tradisi ini sebagai bagian dari identitas bangsa.

error: Content is protected !!