Seni Budaya

Sejarah Keramik Plered, Dari Gerabah Kasar hingga Eksportir Terkenal

×

Sejarah Keramik Plered, Dari Gerabah Kasar hingga Eksportir Terkenal

Sebarkan artikel ini
Sejarah Keramik Plered, Dari Gerabah Kasar hingga Eksportir Terkenal
Doc. Foto: nurterbit.com

KOROPAK.CO.ID – Tradisi pembuatan tembikar atau keramik di Indonesia memiliki akar yang dalam dalam budaya Austronesia, khususnya yang berkembang di wilayah Vietnam Selatan.

Budaya ini kemudian menyebar ke seluruh Asia Tenggara, termasuk Indonesia, di mana tembikar menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.

Bukti-bukti arkeologis, seperti tembikar yang ditemukan di Serpong (Jawa Barat), Kendeng Lembu (Jawa Timur), dan Minanga Sipakko (Sulawesi Barat), menunjukkan betapa pentingnya kerajinan ini dalam sejarah Indonesia.

Salah satu daerah yang menjadi pusat pembuatan tembikar terbesar di Indonesia adalah Desa Anjun di Jawa Barat. Sejak awal abad ke-18, Plered, sebuah kawasan di Kabupaten Karawang, dikenal sebagai salah satu tempat pembuatan genteng dan gerabah yang penting.

Pada tahun 1795, di Plered sudah terdapat Lio-Lio, tempat pembuatan genteng dan batu bata, yang menjadi cikal bakal industri keramik di daerah ini.

Puncak perkembangan industri keramik di Plered terjadi pada awal abad 20, dengan tokoh-tokoh seperti Dasjan, Sarkun, Wasja, dan Suhara yang mulai memproduksi gerabah kasar untuk kebutuhan rumah tangga. Pada tahun 1935, produksi gerabah di Plered berkembang menjadi industri rumah tangga, bahkan menarik perhatian orang Belanda.

Hendrik De Boa, seorang pengusaha Belanda, mendirikan pabrik glasir bernama Warung Kandang di Plered, yang kemudian dikuasai oleh Toki Kojo pada masa penjajahan Jepang. Pada masa pendudukan Jepang, rakyat Plered, seperti halnya di banyak tempat lain di Indonesia, mengalami penderitaan.

Baca: Mengupas Kisah Unik Kloset: Dari Masa Kuno Hingga Toilet Masa Depan

Mereka dipaksa bekerja sebagai romusha di markas Jepang dan terlibat dalam proyek-proyek seperti pembuatan gua pertahanan tentara Jepang di kaki Gunung Cupu dan Ciganea. Selama periode ini, produksi gerabah dan keramik hampir terhenti.

Namun, setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945 dan kedaulatan diserahkan pada 20 Desember 1949, kehidupan di Plered mulai membaik. Produksi keramik bangkit kembali, menyerap banyak tenaga kerja, dan mulai memasuki pasar ekspor.

Kualitas dan kuantitas produk keramik Plered meningkat, dan usaha ini menjadi mata pencaharian utama bagi sebagian besar masyarakat Desa Anjun.

Pada tahun 1950, generasi ketiga pengrajin keramik memprakarsai pendirian Induk Keramik Plered, sebuah lembaga yang bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha keramik di daerah ini. Pada tahun 1963, kerajinan keramik Plered mencapai masa kejayaan, baik dalam hal kualitas maupun kuantitas produk yang dihasilkan.

Setelah melalui pasang surut, industri keramik Plered kembali berkembang pada tahun 1980-an dan mengalami lonjakan pesat pada paruh kedua 1990-an hingga awal 2000-an, dengan produk unggulannya berupa keramik gerabah terracotta.

Perkembangan ini menunjukkan bahwa tradisi kerajinan tembikar yang dimulai sejak zaman dahulu tetap eksis dan berkembang seiring waktu, menjadikan Plered sebagai salah satu pusat keramik penting di Indonesia.

error: Content is protected !!