KOROPAK.CO.ID – Di era modern seperti sekarang, alat mandi seperti gayung sering dianggap kuno dan ketinggalan zaman. Kehadiran inovasi baru, seperti shower, dengan desain praktis dan efisien, membuat banyak orang beralih dari penggunaan gayung.
Namun, meskipun tampak sederhana, gayung memiliki sejarah panjang yang melampaui sekadar fungsinya sebagai alat mandi. Gayung, yang pada awalnya terbuat dari tempurung kelapa dan bambu, pertama kali muncul di masa pra-kolonial, khususnya di kawasan Asia Tenggara.
Pada zaman tersebut, gayung tidak digunakan untuk mandi seperti sekarang, melainkan lebih berfungsi sebagai alat serba guna. Gayung sering diletakkan di depan pintu masuk rumah untuk mencuci tangan dan kaki sebelum memasuki rumah, atau digunakan untuk menampung air untuk berbagai kegiatan rumah tangga lainnya, seperti mencuci piring dan minum.
Di Tiongkok, tepatnya pada zaman Dinasti Tang (618-907 M), gayung digunakan sebagai wadah untuk membawa air minum dari kolam atau sungai. Sementara itu, di Amerika pada abad ke-19, gayung dikenal dengan sebutan “coconut dipper”, yang memiliki fungsi serupa.
Di Filipina, gayung disebut “tabo”, yang digunakan untuk mencuci tangan dan membawa air pada masa lalu. Begitu pula di Jepang, gayung atau yang disebut ‘hishaku’ sering digunakan dalam upacara teh dan perayaan musim.
Perkembangan teknologi dan perubahan gaya hidup turut mempengaruhi desain gayung. Seiring dengan munculnya bahan plastik, gayung yang semula terbuat dari bahan alami seperti tempurung kelapa dan bambu, kini banyak yang dibuat dari plastik dengan beragam bentuk dan warna.
Baca: Mengupas Kisah Unik Kloset: Dari Masa Kuno Hingga Toilet Masa Depan
Namun, meskipun gayung mengalami perubahan dalam desain dan material, makna budaya yang terkandung dalam penggunaannya tetap bertahan, terutama dalam masyarakat Jawa.
Gayung, khususnya yang terbuat dari tempurung kelapa, mengandung makna filosofis yang mendalam. Tempurung kelapa dianggap mengingatkan manusia untuk selalu merenungi hidup dan berusaha memberi manfaat bagi masyarakat.
Tangkai gayung yang kokoh menggambarkan perlunya pegangan hidup yang kuat, sementara kancing pada gayung melambangkan prinsip dan identitas yang harus dipertahankan dalam menghadapi berbagai tantangan hidup.
Pada akhirnya, meski zaman terus berubah dan alat mandi semakin modern, gayung tetap memegang tempat penting dalam budaya dan kehidupan masyarakat.
Dari sekadar alat untuk membawa air, gayung telah mengandung simbol-simbol kehidupan yang terus mengingatkan kita untuk menjaga prinsip dan keharmonisan dalam hidup. Gayung, yang awalnya tidak untuk mandi, kini melambangkan perubahan zaman, tetapi tetap tak terlepas dari makna budaya yang dalam.