KOROPAK.CO.ID – Lugas Syllabus, lahir di Bengkulu pada tahun 1987, adalah seorang seniman kontemporer Indonesia yang berbasis di Yogyakarta. Dengan gaya uniknya, Lugas menghidupkan ironi kehidupan modern melalui lukisan dan patung yang kerap mencampurkan elemen budaya pop, teknologi, dan cerita rakyat.
Karyanya yang mendalam dan penuh simbol menjadikan dia salah satu seniman paling menarik dari generasinya. Sejak kecil, Lugas telah menunjukkan kecintaannya pada seni. Perjalanan ini semakin terarah ketika ia memutuskan untuk menjadi seniman pada masa SMA, pilihan yang diperkuat oleh pengaruh ayah dan pamannya, yang juga seorang seniman.
Langkah ini membawa Lugas ke Yogyakarta, di mana ia menempuh pendidikan seni lukis di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, dan mulai melukis dengan dedikasi tinggi setiap hari.
Kariernya berkembang pesat, dengan pengalaman residensi seniman di berbagai negara seperti Jerman, Australia, dan Singapura. Perjalanan lintas budaya ini memperkaya perspektif Lugas dan memperdalam pendekatannya terhadap seni.
Karya Lugas dikenal karena kekuatan naratifnya. Ia memadukan dongeng, puisi, dan kehidupan sehari-hari dalam lukisannya, yang sering menyimpan pesan-pesan tersembunyi. Inspirasi dari pameran besar seperti Davinci Codex di Milan dan karya-karya Goya di Madrid semakin mendorong eksplorasi simbolisme dalam karyanya.
Salah satu karya yang mencuri perhatian adalah “Limusin Emas di Surga Seni”, juga dikenal sebagai “Doa Emas”, yang menggambarkan tema politik dan pengamatan sosiologis terhadap kekuasaan. Lugas menggunakan seni untuk mencerminkan struktur masyarakat dengan pendekatan yang halus tetapi tajam.
Baca: Norman Pasaribu, Sastrawan Muda dengan Perspektif Queer yang Menggugah
Lugas telah mengikuti berbagai pameran bergengsi, baik secara individu maupun kelompok, yang menunjukkan konsistensinya sebagai seniman internasional. Pada 2011, ia berpartisipasi dalam Jakarta Biennale 14: Maximum City di Galeri Nasional, sebuah titik penting yang semakin mengukuhkan namanya di dunia seni rupa.
Pameran tunggalnya, seperti “Independence-Dead” di Taman Budaya Yogyakarta (2011) dan “Dari Sumatera Hendak Kemana” di Element Art Space, Singapura (2014), memperlihatkan identitas uniknya sebagai seniman yang mampu menggabungkan tradisi lokal dengan isu global.
Karyanya juga sukses terjual di Art021 Shanghai, menandakan daya tarik universal dari karya Lugas. Sebagai seniman kontemporer, Lugas Syllabus tidak hanya menggambarkan dunia modern tetapi juga mengkritisinya melalui estetika yang memukau.
Warisannya bukan sekadar pada karya seni, tetapi pada keberanian untuk membawa isu-isu kompleks ke dalam wacana seni, dari ironi sosial hingga kerentanan budaya.
Dalam pameran seperti “The Ocean of Tomorrow” di Brisbane dan “Garden of Triumph” di Art Stage Singapore, Lugas terus menunjukkan bahwa seni dapat menjadi alat refleksi yang kuat. Dengan gaya yang lugas namun penuh makna, ia menjembatani masa lalu, kini, dan masa depan dalam satu kanvas.