Muasal

Sejarah UGM dan Peran Sultan HB IX yang Tak Terlupakan

×

Sejarah UGM dan Peran Sultan HB IX yang Tak Terlupakan

Sebarkan artikel ini
Sejarah UGM dan Peran Sultan HB IX yang Tak Terlupakan
Doc. Foto: Arsip Universitas Gadjah Mada

KOROPAK.CO.ID – Universitas Gadjah Mada (UGM), yang hari ini genap berusia 75 tahun, berdiri pada 19 Desember 1949 di Yogyakarta, menjadi simbol perjuangan pendidikan Indonesia.

Dalam perjalanan sejarahnya, nama besar UGM tidak terlepas dari peran Sri Sultan Hamengkubuwono IX, sosok visioner yang berkontribusi secara nyata dalam pendirian dan pengembangannya.

Cikal bakal UGM bermula dari pertemuan cendekiawan pada 24 Januari 1946 di Gedung SMT Kotabaru, Yogyakarta. Inisiatif ini lahir dari diskusi untuk mendirikan perguruan tinggi swasta demi melanjutkan pendidikan tinggi di tengah suasana perang.

Perjuangan itu membuahkan hasil dengan berdirinya Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada pada 3 Maret 1946, yang meliputi dua fakultas: Fakultas Hukum dan Fakultas Kesusastraan.

Seiring waktu, perguruan tinggi ini bergabung dengan lembaga lain, termasuk Sekolah Tinggi Teknik (STT) Yogyakarta, Balai Pendidikan Ahli Hukum di Solo, dan Perguruan Tinggi Kedokteran Bagian Praklinis di Klaten.

Penggabungan tersebut disahkan melalui Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1949, menjadikan UGM sebagai universitas negeri pertama di Indonesia.

Sri Sultan Hamengkubuwono IX memainkan peran penting dalam berbagai aspek, mulai dari penyediaan lokasi perkuliahan di Siti Hinggil dan Pagelaran Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, hingga penyediaan tanah untuk kampus UGM di Bulaksumur.

Baca: 7 Bangunan Milik UGM Ditetapkan Cagar Budaya

Tidak hanya mendukung secara institusional, Sultan HB IX juga aktif menggagas dan mewujudkan penggabungan perguruan tinggi tersebut. Pada awal pendiriannya, Sultan HB IX menjabat sebagai Presiden Kurator Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada, bekerja sama dengan Ki Hajar Dewantara sebagai Wakil Presiden Kurator.

Perkuliahan di masa itu sempat terhenti akibat Agresi Militer Belanda dan baru dimulai kembali pasca-Persetujuan Roem Royen. Nama Gadjah Mada diambil dari Mahapatih Majapahit yang mempersatukan Nusantara.

Semangat Gadjah Mada tercermin dalam jati diri UGM sebagai universitas nasional, universitas perjuangan, universitas Pancasila, universitas kerakyatan, dan universitas pusat kebudayaan.

UGM terus berkembang sejak awal pendiriannya, yang hanya memiliki enam fakultas, hingga kini menjadi universitas dengan 18 fakultas, Sekolah Pascasarjana, dan Sekolah Vokasi, serta puluhan program studi.

Peran Sultan HB IX dalam membangun UGM tidak hanya berupa dukungan material, tetapi juga inspirasi kepemimpinan. Beliau menyediakan tanah dan fasilitas, termasuk lokasi kampus awal di lingkungan keraton, yang menjadi landasan berdirinya salah satu universitas terbaik di Indonesia.

Hari ini, 19 Desember, menjadi peringatan lahirnya UGM sekaligus penghormatan terhadap perjuangan para pendiri yang menjadikan UGM simbol persatuan, ilmu pengetahuan, dan kontribusi bagi bangsa.

error: Content is protected !!